Selasa, 02 Juli 2013

Eksplorasi dan Ekspresi Penulis Perempuan

Wita Lestari
Jurnal Nasional, 21 April 2013

SAAT ini perempuan Indonesia sudah banyak yang bereksplorasi dan bereskpresi dalam dunia kepenulisan. Terlepas dari apakah mereka terinspirasi oleh RA Kartini yang jago menulis, yang jelas mereka sudah pasti beberapa langkah lebih maju dari Putri Bupati Jepara itu dalam hal keterbukaan berpikir dan bersikap.

NAOMI Wolf, seorang feminis asal Amerika, menyebut Abad 20 sebagai era gegar jender, era kebangkitan perempuan. Gaung kebangkitan ini terus berkembang di berbagai aspek kehidupan. Kaum perempuan yang sebelumnya mengalami subordinasi, represi, dan marjinalisasi di berbagai bidang dalam sistem patriarki, kini bisa mempertanyakan dan menggugat ketidakadilan itu, semisal dalam dunia kepenulisan.

Karya perempuan penulis yang marak bermunculan pada dekade belakangan ini secara umum dapat dikategorikan dua kelompok. Pertama, karya penulis perempuan yang secara sadar mengangkat tubuh dan seksualitas sebagai persoalan serius. Kedua, karya penulis perempuan yang tidak secara khusus bergelut dengan soal-soal keperempuanan meskipun tokoh utamanya mungkin perempuan.

Yang termasuk golongan pertama antara lain: Ayu Utami, Dinar Rahayu, Nova Riyanti Yusuf, dan Djenar Maesa Ayu. Golongan kedua antara lain: Laksmi Pamuntjak, Linda Christanty, Nukila Amal, dan Dewi Lestari.

Kemunculan kelompok pertama dimotori oleh Ayu Utami dengan novel Saman pada tahun 1998 (walaupun gaya penulisan seperti itu sebelumnya sudah diperkenalkan oleh Oka Rusmini) yang menimbulkan kontroversi. Dalam sejarah sastra Indonesia, kehadiran Ayu Utami memberikan sentuhan baru persoalan seks dalam sastra. Hal tersebut terkait dengan keberaniannya dalam menulis seksualitas secara eksplisit dan dalam.

Karyanya menjadi trend setter bagi perempuan penulis lainnya. Misalnya, dalam sebuah wawancara, pemenang sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta 2004, Dewi Sartika menyatakan bahwa novelnya, Dadaisme, dipengaruhi cara menulis Ayu Utami.

Novel Saman sendiri sebenarnya tidak hanya mengangkat seksualitas. Bila kita membaca dengan jeli, hal yang lebih kental ditonjolkan dalam novel ini adalah nuansa politisnya. Novel ini berisi gugatan terhadap kekuasaan Orde Baru yang militeristis dan sangat patriarkis.

Meminjam terminologi Mikhail Bakhtin, novel itu mengandung hetroglossia, keragaman, layaknya sebuah karnaval. Novel itu berkisah tentang pemogokan buruh, kolusi pengusaha perkebunan dengan militer lokal, penyiksaan aktivis, fenomena gaib, sekaligus mempertanyakan iman Katolik, dominasi lelaki atas perempuan, seksualitas dan cinta, dibalut bahasa yang indah dan eksploratif.

Pada kenyataannya kontroversi yang terjadi atas terbitnya sebuah karya sastra lebih sering terjadi karena ketidaksiapan masyarakat dan penguasa (politis, spiritual, dan moralis) dalam menanggapi ekspresi individu yang berbeda. Kita cenderung terbiasa dengan keseragaman, sehingga saat terjadi sesuatu yang bertentangan dengan tata nilai kolektif, hal itu menjadi masalah.

Menengok ke belakang, penulis perempuan zaman dulu menggunakan nama samaran, dari masa RA Kartini hingga Selasih. Pemakaian nama samaran ini dimaksudkan untuk meloloskan diri dari ancaman hukum adat atau pemerintah kolonial.

Sekarang ini walaupun perempuan penulis tidak lagi menggunakan nama samaran, namun potensinya belum diakui sungguh-sungguh dengan tangan terbuka. Menurut Nenden Lilis, perempuan penulis asal Bandung, banyak tuduhan-tuduhan tak terbukti yang dialamatkan kepada perempuan. Apabila karyanya dimuat, atau mendapat penghargaan, pasti dikait-kaitkan sebagai karya orang dekatnya. Isu yang muncul adalah bahwa perempuan tersebut memiliki hubungan khusus dengan redakturnya atau pemberi penghargaan itu.

Penulis perempuan juga kerap direndahkan peranannya dalam dunia kesusasteraan karena topik yang diangkat biasanya hanya seputar persoalan psikologis. Ada anggapan bahwa perempuan lebih sensitif daripada laki-laki, karena itu perempuan tidak bisa mengangkat topik-topik yang lebih luas. Dalam hal ini, Nenden Lilis berkomentar dengan tegas, “Sensitif itu bukan persoalan jenis kelamin, tapi itu tergantung kepada individu masing-masing. Coba lihat puisi karya Sapardi Djoko Damono, pemilihan diksi-diksinya sangat lembut dan halus.”

Menurutnya, jika kita mau membuka mata sebenarnya tidak ada pembagian kerja secara seksual dalam sastra. Artinya, tidak relevan mengatakan perempuan harus menulis apa dan lelaki boleh menulis apa. Juga sangat tidak beralasan mengaitkan sebuah karya dengan kehidupan pribadi penulisnya, karena baik buruknya sebuah karya sastra hanya layak diukur dengan parameter yang berkaitan dengan sastra pula.

Fenomena yang terjadi belakangan ini sebenarnya merupakan reaksi atas represi terhadap perempuan oleh tata nilai yang serba-patriarkis. Kehadiran karya ‘para sastrawati’ ini justru menyemarakkan khazanah sastra kita.

Sisi positif bangkitnya perempuan-perempuan penulis, menurut Ayu Utami, perempuan bisa memanfaatkan momen ini agar kebangkitan ini berlanjut. Sedangkan menurut Nova Riyanti Yusuf, pembaca akan mendapat pilihan bacaan yang lebih variatif.

Sementara sisi negatifnya, menurut Ayu, penerbit cenderung menganggap penulis perempuan sebagai komoditi yang laku di pasar. “Jadi, tetap saja perempuan dianggap sebagai obyek,” kata Ayu kepada Jurnal Nasional beberapa waktu lalu di Jakarta. Namun, Nova Riyanti Yusuf berpendapat perempuan penulis jangan takut untuk tetap bereksplorasi dan berekspresi untuk sesuatu yang baru selama itu positif.

Nova Rianti Yusuf adalah perempuan penulis yang novelnya, Mahadewa dan Mahadewi laris manis di pasaran. Penulis yang juga dokter ahli jiwa dan legislator ini mengatakan, posisi perempuan dalam khasanah sastra Indonesia cukup kuat dan menjadi mata angin arah sastra Indonesia. Nova cukup bangga karena hal tersebut tidak terjadi di negara tetangga. “Di Malaysia (misalnya) tidak ada karya sastra perempuan yang mencuat,” ujar Nova saat ditemui Jurnal Nasional di Jakarta beberapa waktu lalu.

Posisi perempuan penulis, menurut Nova, pada awalnya memang mengalami marjinalisasi. Keberadaan para perempuan penulis sering dikaitkan dengan laki-laki di dekatnya. “Fenomena tersebut akan hilang dengan sendirinya jika si perempuan bisa mempertahankan kualitas dan di dalam tulisannya ada pesan kuat yang disampaikan,” ujar Nova. Nova juga berpendapat bahwa pandangan negatif itu dapat ditepis jika perempuan terus-menerus produktif dan memunculkan ide-ide kreatif yang baru.

Nova mengatakan, gaya penulisannya sendiri yang dinilai banyak pihak cukup berani merupakan bentuk euforia terhadap kebebasan mengungkapkan kegelisahan. “Dalam posisi trans ternyata kita lebih bebas mengekspresikan kegundahan terhadap masalah-masalah sosial yang ada,” tutur Nova.

Menurut Nova, setiap generasi masing-masing tegak berdiri di atas permasalahannya. Realitas sosial, politik, dan ekonomi yang melingkupinya sangat berpengaruh. Ia mengibaratkan keberanian para perempuan penulis menggambarkan permasalahn secara eksplisit seperti waduk yang tidak ada saluran keluarnya. “Pro dan kontra dapat membuat suatu karya lebih hidup,” katanya.

Nova berpendapat, pada hakekatnya setiap penulis itu berbeda, entah itu gaya bahasa, tema yang disampaikan atau cara bertutur. Psikoanalisa dalam artian latar belakang juga berpengaruh, baik itu latar belakang keluarga, pendidikan. “Misalnya saya, dengan latar belakang medis saya memperkuat tulisan saya dengan psikiatri, ilmu yang saya pelajari,” kata penulis novel Threesome ini.

Penggemar JK Rowling dan Paulo Coelho ini mengartikan seksualitas sebagai insting. “Bila kita benar-benar menghayati proses menulis, hal tersebut akan keluar begitu saja,” katanya.

Ia juga tidak menampik pro dan kontra atas karyanya. “Jika suatu karya sudah dilempar kepada publik, merupakan hak prerogatif pembaca untuk menilainya,” ujar Nova.

Nova yang mulai belajar menulis sejak SD ini mengatakan, untuk saat ini ia menyublimasikan tulisannya, sehingga lebih bersifat kontemplatif. Hal tersebut berhubungan dengan spiritualitas Nova yang semakin matang. “Menulis adalah proses pembelajaran yang tiada henti. Mencari gaya penulisan adalah proses yang tidak akan pernah mencapai tahapan baku,” kata Nova.

Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2013/04/artikulasi-eksplorasi-dan-ekspresi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar