Wita Lestari
Jurnal Nasional, 21 April 2013
SAAT ini perempuan Indonesia sudah banyak yang bereksplorasi dan bereskpresi dalam dunia kepenulisan. Terlepas dari apakah mereka terinspirasi oleh RA Kartini yang jago menulis, yang jelas mereka sudah pasti beberapa langkah lebih maju dari Putri Bupati Jepara itu dalam hal keterbukaan berpikir dan bersikap.
NAOMI Wolf, seorang feminis asal Amerika, menyebut Abad 20 sebagai era gegar jender, era kebangkitan perempuan. Gaung kebangkitan ini terus berkembang di berbagai aspek kehidupan. Kaum perempuan yang sebelumnya mengalami subordinasi, represi, dan marjinalisasi di berbagai bidang dalam sistem patriarki, kini bisa mempertanyakan dan menggugat ketidakadilan itu, semisal dalam dunia kepenulisan.
Karya perempuan penulis yang marak bermunculan pada dekade belakangan ini secara umum dapat dikategorikan dua kelompok. Pertama, karya penulis perempuan yang secara sadar mengangkat tubuh dan seksualitas sebagai persoalan serius. Kedua, karya penulis perempuan yang tidak secara khusus bergelut dengan soal-soal keperempuanan meskipun tokoh utamanya mungkin perempuan.
Yang termasuk golongan pertama antara lain: Ayu Utami, Dinar Rahayu, Nova Riyanti Yusuf, dan Djenar Maesa Ayu. Golongan kedua antara lain: Laksmi Pamuntjak, Linda Christanty, Nukila Amal, dan Dewi Lestari.
Kemunculan kelompok pertama dimotori oleh Ayu Utami dengan novel Saman pada tahun 1998 (walaupun gaya penulisan seperti itu sebelumnya sudah diperkenalkan oleh Oka Rusmini) yang menimbulkan kontroversi. Dalam sejarah sastra Indonesia, kehadiran Ayu Utami memberikan sentuhan baru persoalan seks dalam sastra. Hal tersebut terkait dengan keberaniannya dalam menulis seksualitas secara eksplisit dan dalam.
Karyanya menjadi trend setter bagi perempuan penulis lainnya. Misalnya, dalam sebuah wawancara, pemenang sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta 2004, Dewi Sartika menyatakan bahwa novelnya, Dadaisme, dipengaruhi cara menulis Ayu Utami.
Novel Saman sendiri sebenarnya tidak hanya mengangkat seksualitas. Bila kita membaca dengan jeli, hal yang lebih kental ditonjolkan dalam novel ini adalah nuansa politisnya. Novel ini berisi gugatan terhadap kekuasaan Orde Baru yang militeristis dan sangat patriarkis.
Meminjam terminologi Mikhail Bakhtin, novel itu mengandung hetroglossia, keragaman, layaknya sebuah karnaval. Novel itu berkisah tentang pemogokan buruh, kolusi pengusaha perkebunan dengan militer lokal, penyiksaan aktivis, fenomena gaib, sekaligus mempertanyakan iman Katolik, dominasi lelaki atas perempuan, seksualitas dan cinta, dibalut bahasa yang indah dan eksploratif.
Pada kenyataannya kontroversi yang terjadi atas terbitnya sebuah karya sastra lebih sering terjadi karena ketidaksiapan masyarakat dan penguasa (politis, spiritual, dan moralis) dalam menanggapi ekspresi individu yang berbeda. Kita cenderung terbiasa dengan keseragaman, sehingga saat terjadi sesuatu yang bertentangan dengan tata nilai kolektif, hal itu menjadi masalah.
Menengok ke belakang, penulis perempuan zaman dulu menggunakan nama samaran, dari masa RA Kartini hingga Selasih. Pemakaian nama samaran ini dimaksudkan untuk meloloskan diri dari ancaman hukum adat atau pemerintah kolonial.
Sekarang ini walaupun perempuan penulis tidak lagi menggunakan nama samaran, namun potensinya belum diakui sungguh-sungguh dengan tangan terbuka. Menurut Nenden Lilis, perempuan penulis asal Bandung, banyak tuduhan-tuduhan tak terbukti yang dialamatkan kepada perempuan. Apabila karyanya dimuat, atau mendapat penghargaan, pasti dikait-kaitkan sebagai karya orang dekatnya. Isu yang muncul adalah bahwa perempuan tersebut memiliki hubungan khusus dengan redakturnya atau pemberi penghargaan itu.
Penulis perempuan juga kerap direndahkan peranannya dalam dunia kesusasteraan karena topik yang diangkat biasanya hanya seputar persoalan psikologis. Ada anggapan bahwa perempuan lebih sensitif daripada laki-laki, karena itu perempuan tidak bisa mengangkat topik-topik yang lebih luas. Dalam hal ini, Nenden Lilis berkomentar dengan tegas, “Sensitif itu bukan persoalan jenis kelamin, tapi itu tergantung kepada individu masing-masing. Coba lihat puisi karya Sapardi Djoko Damono, pemilihan diksi-diksinya sangat lembut dan halus.”
Menurutnya, jika kita mau membuka mata sebenarnya tidak ada pembagian kerja secara seksual dalam sastra. Artinya, tidak relevan mengatakan perempuan harus menulis apa dan lelaki boleh menulis apa. Juga sangat tidak beralasan mengaitkan sebuah karya dengan kehidupan pribadi penulisnya, karena baik buruknya sebuah karya sastra hanya layak diukur dengan parameter yang berkaitan dengan sastra pula.
Fenomena yang terjadi belakangan ini sebenarnya merupakan reaksi atas represi terhadap perempuan oleh tata nilai yang serba-patriarkis. Kehadiran karya ‘para sastrawati’ ini justru menyemarakkan khazanah sastra kita.
Sisi positif bangkitnya perempuan-perempuan penulis, menurut Ayu Utami, perempuan bisa memanfaatkan momen ini agar kebangkitan ini berlanjut. Sedangkan menurut Nova Riyanti Yusuf, pembaca akan mendapat pilihan bacaan yang lebih variatif.
Sementara sisi negatifnya, menurut Ayu, penerbit cenderung menganggap penulis perempuan sebagai komoditi yang laku di pasar. “Jadi, tetap saja perempuan dianggap sebagai obyek,” kata Ayu kepada Jurnal Nasional beberapa waktu lalu di Jakarta. Namun, Nova Riyanti Yusuf berpendapat perempuan penulis jangan takut untuk tetap bereksplorasi dan berekspresi untuk sesuatu yang baru selama itu positif.
Nova Rianti Yusuf adalah perempuan penulis yang novelnya, Mahadewa dan Mahadewi laris manis di pasaran. Penulis yang juga dokter ahli jiwa dan legislator ini mengatakan, posisi perempuan dalam khasanah sastra Indonesia cukup kuat dan menjadi mata angin arah sastra Indonesia. Nova cukup bangga karena hal tersebut tidak terjadi di negara tetangga. “Di Malaysia (misalnya) tidak ada karya sastra perempuan yang mencuat,” ujar Nova saat ditemui Jurnal Nasional di Jakarta beberapa waktu lalu.
Posisi perempuan penulis, menurut Nova, pada awalnya memang mengalami marjinalisasi. Keberadaan para perempuan penulis sering dikaitkan dengan laki-laki di dekatnya. “Fenomena tersebut akan hilang dengan sendirinya jika si perempuan bisa mempertahankan kualitas dan di dalam tulisannya ada pesan kuat yang disampaikan,” ujar Nova. Nova juga berpendapat bahwa pandangan negatif itu dapat ditepis jika perempuan terus-menerus produktif dan memunculkan ide-ide kreatif yang baru.
Nova mengatakan, gaya penulisannya sendiri yang dinilai banyak pihak cukup berani merupakan bentuk euforia terhadap kebebasan mengungkapkan kegelisahan. “Dalam posisi trans ternyata kita lebih bebas mengekspresikan kegundahan terhadap masalah-masalah sosial yang ada,” tutur Nova.
Menurut Nova, setiap generasi masing-masing tegak berdiri di atas permasalahannya. Realitas sosial, politik, dan ekonomi yang melingkupinya sangat berpengaruh. Ia mengibaratkan keberanian para perempuan penulis menggambarkan permasalahn secara eksplisit seperti waduk yang tidak ada saluran keluarnya. “Pro dan kontra dapat membuat suatu karya lebih hidup,” katanya.
Nova berpendapat, pada hakekatnya setiap penulis itu berbeda, entah itu gaya bahasa, tema yang disampaikan atau cara bertutur. Psikoanalisa dalam artian latar belakang juga berpengaruh, baik itu latar belakang keluarga, pendidikan. “Misalnya saya, dengan latar belakang medis saya memperkuat tulisan saya dengan psikiatri, ilmu yang saya pelajari,” kata penulis novel Threesome ini.
Penggemar JK Rowling dan Paulo Coelho ini mengartikan seksualitas sebagai insting. “Bila kita benar-benar menghayati proses menulis, hal tersebut akan keluar begitu saja,” katanya.
Ia juga tidak menampik pro dan kontra atas karyanya. “Jika suatu karya sudah dilempar kepada publik, merupakan hak prerogatif pembaca untuk menilainya,” ujar Nova.
Nova yang mulai belajar menulis sejak SD ini mengatakan, untuk saat ini ia menyublimasikan tulisannya, sehingga lebih bersifat kontemplatif. Hal tersebut berhubungan dengan spiritualitas Nova yang semakin matang. “Menulis adalah proses pembelajaran yang tiada henti. Mencari gaya penulisan adalah proses yang tidak akan pernah mencapai tahapan baku,” kata Nova.
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2013/04/artikulasi-eksplorasi-dan-ekspresi.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Jalal
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Abdoel Moeis
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdullah Harahap
Acep Zamzam Noor
Achi Breyvi Talanggai
Achiar M Permana
Aditya Ardi N
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Gaus
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Fatoni
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akrom Hazami
Al Azhar Riau
Alang Khoiruddin
Albert Camus
Albertus Prasetyo Heru Nugroho
Aldika Restu Pramuli
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alia Swastika
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aming Aminoedhin
An. Ismanto
Ana Mustamin
Andhika Dinata
Andong Buku #3
Andong Buku 3
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardi Wina Saputra
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asrul Sani
Astrikusuma
Ayung Notonegoro
Azizah Hefni
Badrul Munir Chair
Bahrum Rangkuti
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin
Benee Santoso
Beni Setia
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hatees
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Cak Sariban
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chusnul Cahyadi
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Damiri Mahmud
Danang Ari
Danarto
Daoed Joesoef
Darju Prasetya
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
di Bentara Budaya Yogyakarta
Dian Sukarno
Dick Hartoko
Didin Tulus
Din Saja
Diskusi
Djohar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dodit Setiawan Santoso
Donny Anggoro
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Tunas
Emha Ainun Nadjib
Erik Purnama Putra
Esai
Evan Ys
F. Aziz Manna
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Alayubi
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gusti Eka
H.A. Karomani
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Happy Widiamoko
Hardy Hermawan
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Haris Firdaus
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hazwan Iskandar Jaya
HB Jassin
Helvy Tiana Rosa
Hendri R.H
Herry Lamongan
Herta Muller
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Gusti Ngurah Parthama
I Nyoman Tingkat
I Putu Sudibawa
IBM Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Ika Feni Setiyaningrum
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Nawawi
Iman Budhi Santosa
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Ipik Tanoyo
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iva Titin Shovia
Iwan Simatupang
J Anto
Jefrianto
Jhumpa Lahiri
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Junaidi Khab
Jurnalisme Sastrawi
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardi Asih
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kiki Astrea
Koesalah Soebagyo Toer
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kuntowijoyo
Kurnia Effendi
Kurniasih
Kurniawan
Kuswaidi Syafi’ie
Kuswinarto
L.K. Ara
Laila Putri Rizalia
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Linus Suryadi
Literasi
LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu)
M Fadjroel Rachman
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
Mahbib
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mariana A Sardino
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Masuki M. Astro
Matdon
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Moh Khairul Anwar
Moh. Husen
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Ali
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Rasyid Ridho
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musfeptial Musa
Muslim Basyar
Mustafa ismail
Mustakim
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Neli Triana
Nelson Alwi
Nezar Patria
Ni Made Purnama Sari
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Nobel Sastra
Noor H. Dee
Nur St. Iskandar
Nur Taufik
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Pagelaran Musim Tandur
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Penerbit Pelangi Sastra
Pentigraf
Pidato Kebudayaan
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Politik
Pramoedya Ananta Toer
Priska
Priyo
Prosa
Puisi
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qomarul Adib
R. M. Sutjipto Wiryosuparto
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahadian Bagus
Rahmadi Usman
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Ridwan
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Rodli TL
Ronny Agustinus
Rosidi
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini K.M.
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sanusi Pane
Sapardi Djoko Damono
Sastra dan Kuasa Simbolik
Satu Jam Sastra
Saut Situmorang
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Indonesia
Sergi Sutanto
Shella
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sides Sudyarto DS
Sigit Sugito
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siti
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Hadi Purnomo
Soe Hok Gie
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sri Harjanto Sahid
St. Takdir Alisjahbana
Subagio Sastrowardoyo
Sumargono SN
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaifuddin Gani
Syamsudin Walad
T Agus Khaidir
Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thomas Ekafitrianus
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Pustaka Pujangga
Toto Sudarto Bachtiar
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Umar Kayam
Umbu landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Universitas Jember (UNEJ)
Veven Sp Wardhana
Veven Sp. Wardhana
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Triono KS
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widodo DS
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wizna Hidayati Umam
Wuryanti Puspitasari
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yok's Slice Priyo
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yos Rizal S
Yudha Manggala P Putra
Yudhi Fachrudin
Yulhasni
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Zadie Smith
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar