; refleksi SelaSastra #11
Khoshshol Fairuz *
Tidak banyak orang mengerti tentang dunia perpuisian, termasuk saya yang waktu itu secara sepihak ditugasi menjadi moderator dalam bincang buku terbaru Rakhmat Giryadi atau lebih akrab dipanggil Lik Gir: Usaha Mencintai Hujan. Hanya karena rasa pengin tahu yang besar, saya manut saja dan berangkat menuju Boenga Ketjil milik Mas Andhi Kepix. Sesuai namanya, SelaSastra juga dilaksanakan pada hari selasa (6/12/2016). Hadir dalam bincang sastra sang pengulas Mas Anjrah Lelono Broto yang sudah dahulu menempati lesehan, para pegiat sastra Jombang dan penyair-penyair Mojokerto. Acara dimulai pukul 20:00 diawali dengan engkel-engkelan soal siapa dulu yang membuka, dan secara simbolik Mas Andhi Kepix menyampaikan pembukaan dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan penyatuan persepsi ala saya.
Kesempatan berikutnya dialihkan kepada Mas Anjrah selaku pengulas untuk menyampaikan sepasang kertas yang telah dibagi-bagikan kepada pengunjung, ulasan yang ia berikan mengenai kesusastraan Lik Gir yang mempunyai background Jawa, tentang diksi jawa yang tidak bisa ditemukan KBBI. Menurutnya, identitas penulis bisa dengan kuat secara implisit hadir tanpa menyebutkan secara nyata, akan tetapi bisa lewat coretan puisi misalnya, makna tempat berasal akan senantiasa melekat. Dia menambahkan analisa pemilihan diksi hujan pada judul bukunya secara tidak langsung menambah deretan panjang penyair yang menganut ideologi perspektif alam, sebutlah nama Sapardi Djoko Darmono dengan “Hujan Bulan Juni” dan Afrizal Malna dalam “Arsitektur Hujan”. Lik Gir ingin menunjukkan diferensiasi dari anak-anak sajaknya, atau justru kita yang sebenarnya yang sedang diperbarui opininya tentang hujan.
Alih-alih mendinginkan suasana ulasan tersebut, Lik Gir justru memperdalam diskursus malam itu, menurutnya interpretasi yang bermacam-macam tentang sebuah puisi menjadikan karya sastra menjadi lebih kaya makna. Dalam pengembaraan meniti pembelajaran puisi misalnya, Lik Gir juga tak lepas dari sosok Tengsoe Tjahjono yang menyebutkan bahwa karya sastra puisi berbeda dengan cerpen, dimana dalam naskah cerpen seolah penulis dibuat berjarak, sedang dalam perpuisian menyatu, istilahnya adalah impresif, yaitu setelah satu karya puisi dinikmati yang timbul adalah sikap kesan, tidak cukup hanya ekspresif saja. Lagi, Lik Gir dengan tanpa rasa bersalah mencatut nama Plato yang menyebutkan teori bahwa seni atau karya sastra adalah tiruan dari tiruan, Aristoteles yang tidak sependapat membeberkan toerinya bahwa karya sastra akan lebih indah dari realita ketika ia diciptakan, kedua pendapat ini kemudian dipatahkan oleh Lik Gir dengan menyebutkan teori Art Poetica, menurutnya menulis puisi adalah proses dialektika, yaitu hal bernalar dan berbahasa dengan dialog sebagai cara untuk menyelidiki suatu masalah yang diawali dengan tesis, antitesis, dan sisntesis.
Jujur dalam otak saya timbul kecemasan, bagaimana tidak? Jalannya suatu perbincangan ditentukan sedikit-banyak oleh moderator, sedang yang hadir di sana ’orang-orang besar’ semua. Tapi semua itu hanya fiktif belaka, realitanya adalah justru guyonan yang ada, meski sebentar-sebentar mulai menegang dengan keseriusan Lik Gir membawa suasana seni yang kental, atau mungkin justru para hadirin yang datang terlalu bersikap serius nyastra, rasa humornya serius, membuat diskusi menjadi hangat-hangat Wedang Uwuh.
Usai menerangkan panjang kali lebar dengan banyak istilah asing yang jarang saya dengar, kini giliran Mas M.S Nugroho yang turut hadir di sana tidak menyampaikan pendapatnya tentang puisi. Eh ternyata bukan puisi yang dikupasnya, akan tetapi ia bercerita seni rupa, tentang bahan, seni rupa yang berasal dari bahan berkualitas baik akan dengan mudah menghasilkan karya seni yang baik, berbeda halnya jika menggunakan bahan dengan kualitas yang kurang baik, maka perlu usaha lebih untuk menjadikannya menarik. Ini apa korelasinya? Ternyata puisi juga perlu bahan sama halnya dengan seni rupa, bahan perenungan yang dalam akan menciptakan karya sastra yang dominan berkelas, meski tidak mutlak.
Menariknya lagi ketika novelis flamboyan Dadang Ari M menguraikan tentang ‘pembacaan’ karya sastra dari generasi ke generasi, menurutnya proses kebudayaan jamak dihasilkan dari warisan generasi sebelumnya. Intinya, puncak kepenyairan seseorang tidak semata berdiri sendiri, akan tetapi juga karena hasil regenerasi yang terus berlanjut dari jamannya Chairil Anwar sampai Lik Gir dan selanjutnya. Senada dengan Mas Dadang, Mas Dahliargo Ciptanugraha berpendapat bahwa penulis tidak boleh ngawur, ia harus mempunyai alasan untuk menulis, entah alasan teknis maupun ilmiah. Dengan sedikit berdehem Lik Gir menjawab pelan, bahwa ia menulis puisi atau cerpen tidak serta-merta paham bagaimana cara menulis puisi atau cerpen, ia belajar menulis karena ia banyak menulis dan tahu teknik menulis setelah dirinya melewati proses menulis itu, tentunya dengan sedikit-banyak membaca buku sebagai referensi.
Malam itu sebagai upaya pemanggungan puisi, saya membacakan sedikit hasil makalah tentang ‘pembacaan’ buku Usaha Mencintai Hujan, saya menyampaikan adanya penempatan unik ember-ember di beberapa puisi tapi tidak semuanya. Ada hal menarik antara posisi ember dengan kesesuaian isi dari puisi, hal yang tidak disengaja ini menurut Lik Gir adalah kebetulan yang betul dengan diamini sendiri, iya yah bener kata mas moderator ... (loh lumayan dapat nama). Lik Gir yang didampingi oleh istri tercinta menutup konser tunggalnya dengan membacakan beberapa puisi, akan tetapi ia menolak dengan lembut ketika para audiens meminta dibacakan puisi tentanng ibunda tercinta Sajak Bisu Buat Ibu, menurutnya terlalu dalam makna seorang ibu untuk dipuisikan, lalu sambil mengusap ujung matanya yang basah, Lik Gir memilih membuka puisi lain untuk dipanggungkan. Usahanya sukses, emosi para hadirin dibuat meletup-letup dengan ikut serta membacakan sekumpulan puisi-puisinya, satu-persatu mulai membaca, ada yang dengan suara pelan sebab waktu sudah terlanjur malam, ada yang justru membacanya dengan semangat berapi-api seolah menyampaikan makna paling dalam melalui suara lantang dan intonasi mantap.
Acara selaSastra edisi #11 ditutup dengan pembacaan puisi oleh CEO Boenga Ketjil Mas Andhi Setyo Wibowo alias Andhi Kepix dengan judul ............. dilanjutkan dengan salam perpisahan.
*) Murid Mas Andhi Kepix
https://selasastrain.blogspot.co.id/2018/03/usaha-mencintai-hujan-rahmat-giryadi.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Jalal
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Abdoel Moeis
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdullah Harahap
Acep Zamzam Noor
Achi Breyvi Talanggai
Achiar M Permana
Aditya Ardi N
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Gaus
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Fatoni
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akrom Hazami
Al Azhar Riau
Alang Khoiruddin
Albert Camus
Albertus Prasetyo Heru Nugroho
Aldika Restu Pramuli
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alia Swastika
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aming Aminoedhin
An. Ismanto
Ana Mustamin
Andhika Dinata
Andong Buku #3
Andong Buku 3
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardi Wina Saputra
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asrul Sani
Astrikusuma
Ayung Notonegoro
Azizah Hefni
Badrul Munir Chair
Bahrum Rangkuti
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin
Benee Santoso
Beni Setia
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hatees
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Cak Sariban
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chusnul Cahyadi
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Damiri Mahmud
Danang Ari
Danarto
Daoed Joesoef
Darju Prasetya
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
di Bentara Budaya Yogyakarta
Dian Sukarno
Dick Hartoko
Didin Tulus
Din Saja
Diskusi
Djohar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dodit Setiawan Santoso
Donny Anggoro
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Tunas
Emha Ainun Nadjib
Erik Purnama Putra
Esai
Evan Ys
F. Aziz Manna
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Alayubi
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gusti Eka
H.A. Karomani
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Happy Widiamoko
Hardy Hermawan
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Haris Firdaus
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hazwan Iskandar Jaya
HB Jassin
Helvy Tiana Rosa
Hendri R.H
Herry Lamongan
Herta Muller
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Gusti Ngurah Parthama
I Nyoman Tingkat
I Putu Sudibawa
IBM Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Ika Feni Setiyaningrum
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Nawawi
Iman Budhi Santosa
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Ipik Tanoyo
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iva Titin Shovia
Iwan Simatupang
J Anto
Jefrianto
Jhumpa Lahiri
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Junaidi Khab
Jurnalisme Sastrawi
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardi Asih
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kiki Astrea
Koesalah Soebagyo Toer
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kuntowijoyo
Kurnia Effendi
Kurniasih
Kurniawan
Kuswaidi Syafi’ie
Kuswinarto
L.K. Ara
Laila Putri Rizalia
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Linus Suryadi
Literasi
LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu)
M Fadjroel Rachman
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
Mahbib
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mariana A Sardino
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Masuki M. Astro
Matdon
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Moh Khairul Anwar
Moh. Husen
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Ali
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Rasyid Ridho
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musfeptial Musa
Muslim Basyar
Mustafa ismail
Mustakim
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Neli Triana
Nelson Alwi
Nezar Patria
Ni Made Purnama Sari
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Nobel Sastra
Noor H. Dee
Nur St. Iskandar
Nur Taufik
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Pagelaran Musim Tandur
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Penerbit Pelangi Sastra
Pentigraf
Pidato Kebudayaan
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Politik
Pramoedya Ananta Toer
Priska
Priyo
Prosa
Puisi
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qomarul Adib
R. M. Sutjipto Wiryosuparto
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahadian Bagus
Rahmadi Usman
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Ridwan
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Rodli TL
Ronny Agustinus
Rosidi
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini K.M.
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sanusi Pane
Sapardi Djoko Damono
Sastra dan Kuasa Simbolik
Satu Jam Sastra
Saut Situmorang
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Indonesia
Sergi Sutanto
Shella
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sides Sudyarto DS
Sigit Sugito
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siti
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Hadi Purnomo
Soe Hok Gie
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sri Harjanto Sahid
St. Takdir Alisjahbana
Subagio Sastrowardoyo
Sumargono SN
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaifuddin Gani
Syamsudin Walad
T Agus Khaidir
Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thomas Ekafitrianus
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Pustaka Pujangga
Toto Sudarto Bachtiar
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Umar Kayam
Umbu landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Universitas Jember (UNEJ)
Veven Sp Wardhana
Veven Sp. Wardhana
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Triono KS
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widodo DS
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wizna Hidayati Umam
Wuryanti Puspitasari
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yok's Slice Priyo
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yos Rizal S
Yudha Manggala P Putra
Yudhi Fachrudin
Yulhasni
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Zadie Smith
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar