Rabu, 07 Maret 2018

USAHA MENCINTAI HUJAN RAHMAT GIRYADI

; refleksi SelaSastra #11
Khoshshol Fairuz *

Tidak banyak orang mengerti tentang dunia perpuisian, termasuk saya yang waktu itu secara sepihak ditugasi menjadi moderator dalam bincang buku terbaru Rakhmat Giryadi atau lebih akrab dipanggil Lik Gir: Usaha Mencintai Hujan. Hanya karena rasa pengin tahu yang besar, saya manut saja dan berangkat menuju Boenga Ketjil milik Mas Andhi Kepix. Sesuai namanya, SelaSastra juga dilaksanakan pada hari selasa (6/12/2016). Hadir dalam bincang sastra sang pengulas Mas Anjrah Lelono Broto yang sudah dahulu menempati lesehan, para pegiat sastra Jombang dan penyair-penyair Mojokerto. Acara dimulai pukul 20:00 diawali dengan engkel-engkelan soal siapa dulu yang membuka, dan secara simbolik Mas Andhi Kepix menyampaikan pembukaan dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan penyatuan persepsi ala saya.

Kesempatan berikutnya dialihkan kepada Mas Anjrah selaku pengulas untuk menyampaikan sepasang kertas yang telah dibagi-bagikan kepada pengunjung, ulasan yang ia berikan mengenai kesusastraan Lik Gir yang mempunyai background Jawa, tentang diksi jawa yang tidak bisa ditemukan KBBI. Menurutnya, identitas penulis bisa dengan kuat secara implisit hadir tanpa menyebutkan secara nyata, akan tetapi bisa lewat coretan puisi misalnya, makna tempat berasal akan senantiasa melekat. Dia menambahkan analisa pemilihan diksi hujan pada judul bukunya secara tidak langsung menambah deretan panjang penyair yang menganut ideologi perspektif alam, sebutlah nama Sapardi Djoko Darmono dengan “Hujan Bulan Juni” dan Afrizal Malna dalam “Arsitektur Hujan”.  Lik Gir ingin menunjukkan diferensiasi dari anak-anak sajaknya, atau justru kita yang sebenarnya yang sedang diperbarui opininya tentang hujan.

Alih-alih mendinginkan suasana ulasan tersebut, Lik Gir justru memperdalam diskursus malam itu, menurutnya interpretasi yang bermacam-macam tentang sebuah puisi menjadikan karya sastra menjadi lebih kaya makna. Dalam pengembaraan meniti pembelajaran puisi misalnya, Lik Gir juga tak lepas dari sosok Tengsoe Tjahjono yang menyebutkan bahwa karya sastra puisi berbeda dengan cerpen, dimana dalam naskah cerpen seolah penulis dibuat berjarak, sedang dalam perpuisian menyatu, istilahnya adalah impresif, yaitu setelah satu karya puisi dinikmati yang timbul adalah sikap kesan, tidak cukup hanya ekspresif saja. Lagi, Lik Gir dengan tanpa rasa bersalah mencatut nama Plato yang menyebutkan teori bahwa seni atau karya sastra adalah tiruan dari tiruan, Aristoteles yang tidak sependapat membeberkan toerinya bahwa karya sastra akan lebih indah dari realita ketika ia diciptakan, kedua pendapat ini kemudian dipatahkan oleh Lik Gir dengan menyebutkan teori Art Poetica, menurutnya menulis puisi adalah proses dialektika, yaitu hal bernalar dan berbahasa dengan dialog sebagai cara untuk menyelidiki suatu masalah yang diawali dengan tesis, antitesis, dan sisntesis.

Jujur dalam otak saya timbul kecemasan, bagaimana tidak? Jalannya suatu perbincangan ditentukan sedikit-banyak oleh moderator, sedang yang hadir di sana ’orang-orang besar’ semua. Tapi semua itu hanya fiktif belaka, realitanya adalah justru guyonan yang ada, meski sebentar-sebentar mulai menegang dengan keseriusan Lik Gir membawa suasana seni yang kental, atau mungkin justru para hadirin yang datang terlalu bersikap serius nyastra, rasa humornya serius, membuat diskusi menjadi hangat-hangat Wedang Uwuh.

Usai menerangkan panjang kali lebar dengan banyak istilah asing yang jarang saya dengar, kini giliran Mas M.S Nugroho yang turut hadir di sana tidak menyampaikan pendapatnya tentang puisi. Eh ternyata bukan puisi yang dikupasnya, akan tetapi ia bercerita seni rupa, tentang bahan, seni rupa yang berasal dari bahan berkualitas baik akan dengan mudah menghasilkan karya seni yang baik, berbeda halnya jika menggunakan bahan dengan kualitas yang kurang baik, maka perlu usaha lebih untuk menjadikannya menarik. Ini apa korelasinya? Ternyata puisi juga perlu bahan sama halnya dengan seni rupa, bahan perenungan yang dalam akan menciptakan karya sastra yang dominan berkelas, meski tidak mutlak.

Menariknya lagi ketika novelis flamboyan Dadang Ari M menguraikan tentang ‘pembacaan’ karya sastra dari generasi ke generasi, menurutnya proses kebudayaan jamak dihasilkan dari warisan generasi sebelumnya. Intinya, puncak kepenyairan seseorang tidak semata berdiri sendiri, akan tetapi juga karena hasil regenerasi yang terus berlanjut dari jamannya Chairil Anwar sampai Lik Gir dan selanjutnya. Senada dengan Mas Dadang, Mas Dahliargo Ciptanugraha berpendapat bahwa penulis tidak boleh ngawur, ia harus mempunyai alasan untuk menulis, entah alasan teknis maupun ilmiah. Dengan sedikit berdehem Lik Gir menjawab pelan, bahwa ia menulis puisi atau cerpen tidak serta-merta paham bagaimana cara menulis puisi atau cerpen, ia belajar menulis karena ia banyak menulis dan tahu teknik menulis setelah dirinya melewati proses menulis itu, tentunya dengan sedikit-banyak membaca buku sebagai referensi.

Malam itu sebagai upaya pemanggungan puisi, saya membacakan sedikit hasil makalah tentang ‘pembacaan’ buku Usaha Mencintai Hujan, saya menyampaikan adanya penempatan unik ember-ember di beberapa puisi tapi tidak semuanya. Ada hal menarik antara posisi ember dengan kesesuaian isi dari puisi, hal yang tidak disengaja ini menurut Lik Gir adalah kebetulan yang betul dengan diamini sendiri, iya yah bener kata mas moderator ... (loh lumayan dapat nama). Lik Gir yang didampingi oleh istri tercinta menutup konser tunggalnya dengan membacakan beberapa puisi, akan tetapi ia menolak dengan lembut ketika para audiens meminta dibacakan puisi tentanng ibunda tercinta Sajak Bisu Buat Ibu, menurutnya terlalu dalam makna seorang ibu untuk dipuisikan, lalu sambil mengusap ujung matanya yang basah, Lik Gir memilih membuka puisi lain untuk dipanggungkan. Usahanya sukses, emosi para hadirin dibuat meletup-letup dengan ikut serta membacakan sekumpulan puisi-puisinya, satu-persatu mulai membaca, ada yang dengan suara pelan sebab waktu sudah terlanjur malam, ada yang justru membacanya dengan semangat berapi-api seolah menyampaikan makna paling dalam melalui suara lantang dan intonasi mantap.

Acara selaSastra edisi #11 ditutup dengan pembacaan puisi oleh CEO Boenga Ketjil Mas Andhi Setyo Wibowo alias Andhi Kepix dengan judul ............. dilanjutkan dengan salam perpisahan.

*) Murid Mas Andhi Kepix
https://selasastrain.blogspot.co.id/2018/03/usaha-mencintai-hujan-rahmat-giryadi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar