Rakai Lukman
“Bila waktu hanya sembilu, Yang tertanam di laut teduh
Akankah kita berlari mengejar hari, Berangkat merebut matahari?”
Sore mengirim mega, sriti terbang berbanjar pulang ke sarang. Sedap matanya memandang ke ufuk barat. Galau hatinya menanggung beban usia. Lelaki itu sering menangguhkan kerja. Pagi terkapar di ranjang, siang masih bersenda gurau dengan mimpi. Sorenya terperangkap jaring lanskap senja. Malam asyik menghitung bintang dan menanti kedatangan purnama.
Sore ini suara hatinya berujar tidak biasa. Pikir yang teracak-acak menuntut segera ditata. Waktu yang selalu tergeletak di halaman rumah minta dimanja. Arwah-arwah dedaun kering memanggil supaya ia bergegas rengkuh hidup yang terperai. Angin sepuhan sore nan spoi menggelitik raga yang selalu istirah. Angan yang tak tergapai-gapai minta dijemput jemarinya yang kaku. Juga sendu dibuai mimpi tak berpijak di bumi.
Tiba-tiba mata air yang sendat mulai mencicir. Palung sukma pelahan mengeluarkan bercik-bercik air. Sukmanya menggembara menembus batas cakrawala. Pikirnya mulai menyusuri lekuk dan kelok keheningan. Jalanan yang ramai tak pernah dihiraunya pun menghempak telinga, sampai menimbulkan tanya “kenapa mereka suka-cita dalam bekerja?”
Belahan sukmanya yang mati kaku bergerak-gerak kecil. Raut mukanya menggaris senyum manis. Nuansa optimis menggugah selera untuk mencari nafkah, bukan bergantung dengan orang tua, sebagaimana ia lakoni selama ini, sampai menginjak usia baya.
Lelaki diambang senja, baru sadar dari kantuk panjangnya. Bangkit dari keengganan membangun cita rasa cita-cita. Sesuatu yang memanjakanya berbalik menggugah hidup untuk berupaya menyempuh nasib. Upaya menggubah jalan hidup mulai dirambahnya. Lelaki baya gagal puber sekian lama. Puber pertama dan kedua gagal total, tiba-tiba dalam dunia maya, ada sosok gadis yang menggema-gema di sukmanya. Siapa gadis yang mampu merenggut kediaman lelaki baya itu?, ini persoalan kedua yang menyadarkan kegigihannya, berdiam dalam ruang satu dimensi saja. Hampa bercita-cita dan hanyut dalam gelombang kebodohannya
***
Kisah ini tak patut dikonsumsi, terlalu pedih untuk dikunyah mata atau telinga bagi pendengar cerita orang yang bertutur tentangnya. Kegelisahan hidup, ketimpangan nasib dan waktu yang lalu-lalang, melintas bagai kereta api yang asapnya terbuang ke langit dan sisanya, aroma yang menyesak dada bagi pemukim di bantaran rel kereta. Lelaki baya itu baru merasakan alergi. Tangannya yang selalu dibawah, terasa enggan menerima kasih sayang ayah-bunda berupa materi, uang jajan dan segala tetek-bengeknya.
Aduhai enaknya hidup sepertinya, barangkali aku bercita-cita hampir mirip dengannya. Mungkin dia sosok lain dari hidupku. Dia banyak mengajarkan padaku, bahwa tuhan tidak terlalu ambil peduli dengan kesiapan dan kesigapan menghadapi pola hidup yang sederhana sebagai hasil jerih payah keringat sendiri. Tuhan tak pandang usia, kapan manusia mandiri, lepas dari ketergantungan dari orang tua. Bagaimana upaya bertutur singkat perjalanan hidupnya sampai berubah sedemikian tiba-tiba. Apa dan siapa yang menopang dan menganjurkan ia berupaya agar sampai pada jenjang perubahan yang bombastis. Ini misteri atau mistik yang tak bisa masuk dalam ranah logikaku.
“Tolong beri saya sedikit wejangan atau tutur kata bijak, saudaraku, siapapun anda?”
tentu belum ada yang tanggap, kisah ini terlalu singkat. Bahkan tidak jelas, kabur bagai kabut turun selepas hujan di sepertiga malam yang pertama. Tapi kabut itu bisa kalian lihat dan rasakan, betapa dinginnya menusuk-nusuk tulang sendi. Urat nadi kalian bertempur melawan desakan angin malam, panas tubuh seolah mengabu bercampur keringat yang tertahan di pori-pori kalian. Begitu hidupku terhambat mengolah sekian peristiwa menjadi seonggok cerita dungu yang kalian baca, entah di mana kalian peroleh cerita yang mengalir di urat darah ini. Terserah kalian, mau diserap sebagai penenang kelenaan dengan nasib yang tertimbun bahagia, karena terlalu bergantung pada ayah bunda kalian.
“Tolong, jangan bilang saya mengada-ngada dan bertutur seenaknya saja”
apa yang kusaksikan dan kutorehkan di kertas lusuh ini terlampu anyir untuk kalian baca. Mungkin tak ada yang peduli, tentang lelaki baya itu. Tapi saya membaiat diri untuk jadi muridnya. Dialah guru saya yang tidak saya temui di sekolah-sekolah bahkan sampai jadi mahasiswa, yang sok intelektual dan doyan mengumbar kata-kata tanpa data dan makna.
Andai kalian menengok ke belakang, memori yang terpendam di otak kecilnya, mungkin kalian akan terperanjak dari tidur panjang, berselimut manja, berkawan ribuan nafsu dan kemalasan kemudian menuju sukma yang kokoh, tak mudah punah dikebiri zaman. Memintal benang kehidupan dan menanam benih yang bisa dipanen buahnya dan selalu abadi sampai nanti, ajal mengantar kita menjadi tanah suci kembali.
Sukmaku, sukma kalian, sukmanya, sukma kita semua terlalu gelap dan gaib. Tak bisa ditelisik karena saking pekatnya. “Duhai yang maha bijak dari segala bijak, ajarkanlah kami misteri huru-hara dan diam semesta, agar kami memahami nokta peristiwa yang Engkau titahkan”
adakah kalian tahu itulah do’a yang beliau panjatkan pada sang Pencipta, ketika beliau terkehenjak dari kantuk panjangnya. Saya merasa bersalah memanggil dengan dia atau nya (kata ganti) dan lelaki baya. Itu berarti saya tidak ta’dhim (menghormat dan memuliakan) pada beliau, mungkin saya punya benih jadi murid durhaka. Ah biarlah!
Tapi saya tak ingin berangkat terlambat. Dengan kesaksian dan mengumbar tanya pada beliau, dalam usia 23 tahun. Saya si bocah malang, anak manja ayah-bunda, akan mencari penopang hidup, tak lagi mengeluh, berpeluh dan kaya kesah. Jikalau kalian tahu, mungkin hujan makian dan perolok kalian akan menikam sukma. Atau mungkin akan menjadi cambuk yang ampuh, menggiring anak bajang sepertiku semenjak lima tahun silam.
Bukan hari ini yang menurut perabot kesimpulanku, begitu dan sangat terlambat. Tapi masih mendingan, daripada saya harus berduka lebih lama, menahan kebodohan yang tak kumengerti bahwa saya bodoh mengolah sikap dan kesempatan. Karena beliau adalah ibarah yang bukan hanya untuk disalah-artikan, sudah patut dan sepantasnya saya berterima kasih dan bersyukur pada Tuhan dengan ciptaannya yang satu ini. Beliau (lelaki baya), adalah pemberi pentunjuk dan wejangan melalui kisah perjalanan hidupnya.
“Sekali lagi, boleh kalian berpuas diri. Bukankah kebutuhan hari ini semakin membengkak, dari mana akan kalian peroleh, di sana ada nasi-lauk, pulsa, bbm dan nonkrong di tempat asyik tiap hari sambil mereguk secangkir kopi atau teh instan sambil menyaksikan iklan?”
ah tanyaku terlampau panjang, paling-paling terhenti di persimpangan dan kelok panjang sukma kalian. Kuperoleh itu dari beliau saat kuberkisah di kertas lusuh ini, pertanyaan itu persis sama saat dihantamkan ke jantung dan paru-paruku yang menghitam, sebab rokok dua bungkus seharian.
Banyak hal, yang belum kupahami. Mungkin kisah singkat tak terperih ini akan menjadi bualan atau penghuni tong sampah di pojok kota dan hilang dalam rimbun dada kebahagiaan sebagai anak yang pelahan mengiris nadi ayah-bundanya, dengan meminta saku sampai berumur dua puluh tiga tahun sepertiku. Begitu banyak yang cecer, begitu banyak yang kulupa, begitu banyak yang terperangkap di otak dan kelenjar mataku.
Demikian kisah beliau (lelaki baya) dan saya, mulai lenyap beserta kata-katanya di kedalaman sumur sukma, yang tersisa setitik berkas cahaya, yang makin redup menari-nari di tengah lekuk gelombang airnya. Akankah beliau menyatu dalam tubuh atau tidurku, seperti kalian, anak manja ayah-bunda.
***
Masih ada secarik cerita tentang perempuan, siapa dia? entah, beliau belum sempat berkisah. Mungkin di lain waktu, beliau sudi kutemui dan berkisah?!
Papringan, Yogyakarta, februari 2009
http://sastra-indonesia.com/2019/08/kedalaman-sumur-sukma/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Jalal
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Abdoel Moeis
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdullah Harahap
Acep Zamzam Noor
Achi Breyvi Talanggai
Achiar M Permana
Aditya Ardi N
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Gaus
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Fatoni
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akrom Hazami
Al Azhar Riau
Alang Khoiruddin
Albert Camus
Albertus Prasetyo Heru Nugroho
Aldika Restu Pramuli
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alia Swastika
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aming Aminoedhin
An. Ismanto
Ana Mustamin
Andhika Dinata
Andong Buku #3
Andong Buku 3
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardi Wina Saputra
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asrul Sani
Astrikusuma
Ayung Notonegoro
Azizah Hefni
Badrul Munir Chair
Bahrum Rangkuti
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin
Benee Santoso
Beni Setia
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hatees
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Cak Sariban
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chusnul Cahyadi
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Damiri Mahmud
Danang Ari
Danarto
Daoed Joesoef
Darju Prasetya
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
di Bentara Budaya Yogyakarta
Dian Sukarno
Dick Hartoko
Didin Tulus
Din Saja
Diskusi
Djohar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dodit Setiawan Santoso
Donny Anggoro
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Tunas
Emha Ainun Nadjib
Erik Purnama Putra
Esai
Evan Ys
F. Aziz Manna
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Alayubi
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gusti Eka
H.A. Karomani
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Happy Widiamoko
Hardy Hermawan
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Haris Firdaus
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hazwan Iskandar Jaya
HB Jassin
Helvy Tiana Rosa
Hendri R.H
Herry Lamongan
Herta Muller
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Gusti Ngurah Parthama
I Nyoman Tingkat
I Putu Sudibawa
IBM Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Ika Feni Setiyaningrum
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Nawawi
Iman Budhi Santosa
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Ipik Tanoyo
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iva Titin Shovia
Iwan Simatupang
J Anto
Jefrianto
Jhumpa Lahiri
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Junaidi Khab
Jurnalisme Sastrawi
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardi Asih
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kiki Astrea
Koesalah Soebagyo Toer
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kuntowijoyo
Kurnia Effendi
Kurniasih
Kurniawan
Kuswaidi Syafi’ie
Kuswinarto
L.K. Ara
Laila Putri Rizalia
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Linus Suryadi
Literasi
LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu)
M Fadjroel Rachman
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
Mahbib
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mariana A Sardino
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Masuki M. Astro
Matdon
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Moh Khairul Anwar
Moh. Husen
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Ali
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Rasyid Ridho
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musfeptial Musa
Muslim Basyar
Mustafa ismail
Mustakim
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Neli Triana
Nelson Alwi
Nezar Patria
Ni Made Purnama Sari
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Nobel Sastra
Noor H. Dee
Nur St. Iskandar
Nur Taufik
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Pagelaran Musim Tandur
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Penerbit Pelangi Sastra
Pentigraf
Pidato Kebudayaan
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Politik
Pramoedya Ananta Toer
Priska
Priyo
Prosa
Puisi
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qomarul Adib
R. M. Sutjipto Wiryosuparto
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahadian Bagus
Rahmadi Usman
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Ridwan
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Rodli TL
Ronny Agustinus
Rosidi
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini K.M.
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sanusi Pane
Sapardi Djoko Damono
Sastra dan Kuasa Simbolik
Satu Jam Sastra
Saut Situmorang
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Indonesia
Sergi Sutanto
Shella
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sides Sudyarto DS
Sigit Sugito
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siti
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Hadi Purnomo
Soe Hok Gie
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sri Harjanto Sahid
St. Takdir Alisjahbana
Subagio Sastrowardoyo
Sumargono SN
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaifuddin Gani
Syamsudin Walad
T Agus Khaidir
Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thomas Ekafitrianus
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Pustaka Pujangga
Toto Sudarto Bachtiar
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Umar Kayam
Umbu landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Universitas Jember (UNEJ)
Veven Sp Wardhana
Veven Sp. Wardhana
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Triono KS
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widodo DS
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wizna Hidayati Umam
Wuryanti Puspitasari
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yok's Slice Priyo
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yos Rizal S
Yudha Manggala P Putra
Yudhi Fachrudin
Yulhasni
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Zadie Smith
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar