Kamis, 14 November 2019

KEDALAMAN SUMUR SUKMA

Rakai Lukman

“Bila waktu hanya sembilu, Yang tertanam di laut teduh
Akankah kita berlari mengejar hari, Berangkat merebut matahari?”

Sore mengirim mega, sriti terbang berbanjar pulang ke sarang. Sedap matanya memandang ke ufuk barat. Galau hatinya menanggung beban usia. Lelaki itu sering menangguhkan kerja. Pagi terkapar di ranjang, siang masih bersenda gurau dengan mimpi. Sorenya terperangkap jaring lanskap senja. Malam asyik menghitung bintang dan menanti kedatangan purnama.

Sore ini suara hatinya berujar tidak biasa. Pikir yang teracak-acak menuntut segera ditata. Waktu yang selalu tergeletak di halaman rumah minta dimanja. Arwah-arwah dedaun kering memanggil supaya ia bergegas rengkuh hidup yang terperai. Angin sepuhan sore nan spoi menggelitik raga yang selalu istirah. Angan yang tak tergapai-gapai minta dijemput jemarinya yang kaku. Juga sendu dibuai mimpi tak berpijak di bumi.

Tiba-tiba mata air yang sendat mulai mencicir. Palung sukma pelahan mengeluarkan bercik-bercik air. Sukmanya menggembara menembus batas cakrawala. Pikirnya mulai menyusuri lekuk dan kelok keheningan. Jalanan yang ramai tak pernah dihiraunya pun menghempak telinga, sampai menimbulkan tanya “kenapa mereka suka-cita dalam bekerja?”

Belahan sukmanya yang mati kaku bergerak-gerak kecil. Raut mukanya menggaris senyum manis. Nuansa optimis menggugah selera untuk mencari nafkah, bukan bergantung dengan orang tua, sebagaimana ia lakoni selama ini, sampai menginjak usia baya.

Lelaki diambang senja, baru sadar dari kantuk panjangnya. Bangkit dari keengganan membangun cita rasa cita-cita. Sesuatu yang memanjakanya berbalik menggugah hidup untuk berupaya menyempuh nasib. Upaya menggubah jalan hidup mulai dirambahnya. Lelaki baya gagal puber sekian lama. Puber pertama dan kedua gagal total, tiba-tiba dalam dunia maya, ada sosok gadis yang menggema-gema di sukmanya. Siapa gadis yang mampu merenggut kediaman lelaki baya itu?, ini persoalan kedua yang menyadarkan kegigihannya, berdiam dalam ruang satu dimensi saja. Hampa bercita-cita dan hanyut dalam gelombang kebodohannya
***

Kisah ini tak patut dikonsumsi, terlalu pedih untuk dikunyah mata atau telinga bagi pendengar cerita orang yang bertutur tentangnya. Kegelisahan hidup, ketimpangan nasib dan waktu yang lalu-lalang, melintas bagai kereta api yang asapnya terbuang ke langit dan sisanya, aroma yang menyesak dada bagi pemukim di bantaran rel kereta. Lelaki baya itu baru merasakan alergi. Tangannya yang selalu dibawah, terasa enggan menerima kasih sayang ayah-bunda berupa materi, uang jajan dan segala tetek-bengeknya.

Aduhai enaknya hidup sepertinya, barangkali aku bercita-cita hampir mirip dengannya. Mungkin dia sosok lain dari hidupku. Dia banyak mengajarkan padaku, bahwa tuhan tidak terlalu ambil peduli dengan kesiapan dan kesigapan menghadapi pola hidup yang sederhana sebagai hasil jerih payah keringat sendiri. Tuhan tak pandang usia, kapan manusia mandiri, lepas dari ketergantungan dari orang tua. Bagaimana upaya bertutur singkat perjalanan hidupnya sampai berubah sedemikian tiba-tiba. Apa dan siapa yang menopang dan menganjurkan ia berupaya agar sampai pada jenjang perubahan yang bombastis. Ini misteri atau mistik yang tak bisa masuk dalam ranah logikaku.

“Tolong beri saya sedikit wejangan atau tutur kata bijak, saudaraku, siapapun anda?”

tentu belum ada yang tanggap, kisah ini terlalu singkat. Bahkan tidak jelas, kabur bagai kabut turun selepas hujan di sepertiga malam yang pertama. Tapi kabut itu bisa kalian lihat dan rasakan, betapa dinginnya menusuk-nusuk tulang sendi. Urat nadi kalian bertempur melawan desakan angin malam, panas tubuh seolah mengabu bercampur keringat yang tertahan di pori-pori kalian. Begitu hidupku terhambat mengolah sekian peristiwa menjadi seonggok cerita dungu yang kalian baca, entah di mana kalian peroleh cerita yang mengalir di urat darah ini. Terserah kalian, mau diserap sebagai penenang kelenaan dengan nasib yang tertimbun bahagia, karena terlalu bergantung pada ayah bunda kalian.

“Tolong, jangan bilang saya mengada-ngada dan bertutur seenaknya saja”

apa yang kusaksikan dan kutorehkan di kertas lusuh ini terlampu anyir untuk kalian baca. Mungkin tak ada yang peduli, tentang lelaki baya itu. Tapi saya membaiat diri untuk jadi muridnya. Dialah guru saya yang tidak saya temui di sekolah-sekolah bahkan sampai jadi mahasiswa, yang sok intelektual dan doyan mengumbar kata-kata tanpa data dan makna.

Andai kalian menengok ke belakang, memori yang terpendam di otak kecilnya, mungkin kalian akan terperanjak dari tidur panjang, berselimut manja, berkawan ribuan nafsu dan kemalasan kemudian menuju sukma yang kokoh, tak mudah punah dikebiri zaman. Memintal benang kehidupan dan menanam benih yang bisa dipanen buahnya dan selalu abadi sampai nanti, ajal mengantar kita menjadi tanah suci kembali.

Sukmaku, sukma kalian, sukmanya, sukma kita semua terlalu gelap dan gaib. Tak bisa ditelisik karena saking pekatnya. “Duhai yang maha bijak dari segala bijak, ajarkanlah kami misteri huru-hara dan diam semesta, agar kami memahami nokta peristiwa yang Engkau titahkan”

adakah kalian tahu itulah do’a yang beliau panjatkan pada sang Pencipta, ketika beliau terkehenjak dari kantuk panjangnya. Saya merasa bersalah memanggil dengan dia atau nya (kata ganti) dan lelaki baya. Itu berarti saya tidak ta’dhim (menghormat dan memuliakan) pada beliau, mungkin saya punya benih jadi murid durhaka. Ah biarlah!

Tapi saya tak ingin berangkat terlambat. Dengan kesaksian dan mengumbar tanya pada beliau, dalam usia 23 tahun. Saya si bocah malang, anak manja ayah-bunda, akan mencari penopang hidup, tak lagi mengeluh, berpeluh dan kaya kesah. Jikalau kalian tahu, mungkin hujan makian dan perolok kalian akan menikam sukma. Atau mungkin akan menjadi cambuk yang ampuh, menggiring anak bajang sepertiku semenjak lima tahun silam.

Bukan hari ini yang menurut perabot kesimpulanku, begitu dan sangat terlambat. Tapi masih mendingan, daripada saya harus berduka lebih lama, menahan kebodohan yang tak kumengerti bahwa saya bodoh mengolah sikap dan kesempatan. Karena beliau adalah ibarah yang bukan hanya untuk disalah-artikan, sudah patut dan sepantasnya saya berterima kasih dan bersyukur pada Tuhan dengan ciptaannya yang satu ini. Beliau (lelaki baya), adalah pemberi pentunjuk dan wejangan melalui kisah perjalanan hidupnya.

“Sekali lagi, boleh kalian berpuas diri. Bukankah kebutuhan hari ini semakin membengkak, dari mana akan kalian peroleh, di sana ada nasi-lauk, pulsa, bbm dan nonkrong di tempat asyik tiap hari sambil mereguk secangkir kopi atau teh instan sambil menyaksikan iklan?”

ah tanyaku terlampau panjang, paling-paling terhenti di persimpangan dan kelok panjang sukma kalian. Kuperoleh itu dari beliau saat kuberkisah di kertas lusuh ini, pertanyaan itu persis sama saat dihantamkan ke jantung dan paru-paruku yang menghitam, sebab rokok dua bungkus seharian.

Banyak hal, yang belum kupahami. Mungkin kisah singkat tak terperih ini akan menjadi bualan atau penghuni tong sampah di pojok kota dan hilang dalam rimbun dada kebahagiaan sebagai anak yang pelahan mengiris nadi ayah-bundanya, dengan meminta saku sampai berumur dua puluh tiga tahun sepertiku. Begitu banyak yang cecer, begitu banyak yang kulupa, begitu banyak yang terperangkap di otak dan kelenjar mataku.

Demikian kisah beliau (lelaki baya) dan saya, mulai lenyap beserta kata-katanya di kedalaman sumur sukma, yang tersisa setitik berkas cahaya, yang makin redup menari-nari di tengah lekuk gelombang airnya. Akankah beliau menyatu dalam tubuh atau tidurku, seperti kalian, anak manja ayah-bunda.
***

Masih ada secarik cerita tentang perempuan, siapa dia? entah, beliau belum sempat berkisah. Mungkin di lain waktu, beliau sudi kutemui dan berkisah?!

Papringan, Yogyakarta, februari 2009
http://sastra-indonesia.com/2019/08/kedalaman-sumur-sukma/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar