Minggu, 19 Januari 2020

Pak Koh, Pram-mania dari Korea Selatan

Koh Young-hun (Kompas)

Nasru Alam Aziz
Kompas, 10 Sep 2004, hlm 12

“ANDA mencari Pak Koh? Mari saya antar,” seorang mahasiswa menawarkan diri untuk mengantar Kompas menemui Prof Dr Koh Young-hun. Di sebuah ruangan berukuran 2,5 x 5 meter di Kampus Hankuk University of Foreign Studies, Koh menyambut kedatangan Kompas.

Pak Koh -demikian ia disapa oleh mahasiswanya- adalah Ketua Jurusan Kajian Melayu-Indonesia (Department of Malay-Indonesian Studies) Hankuk University of Foreign Studies (HUFS). Maka, bukan sesuatu yang mengejutkan jika mendengar kefasihannya berbahasa Indonesia.

Dari ruang kerjanya di kawasan Imun, Kota Seoul, Korea Selatan, Koh tidak hanya memimpin Kajian Melayu-Indonesia. Dari sana Koh juga mengelola Pusat Kebudayaan Indonesia yang ia rintis bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) sejak tahun 2001.

Terdorong untuk memperkenalkan Indonesia kepada masyarakat Korea Selatan, Koh membiayai sendiri berbagai kegiatan dan menyewa sebuah tempat di dekat kantor KBRI. Berjalan setahun, tetapi tetap tidak ada dukungan berarti dari pihak Indonesia. Akhirnya ia memutuskan menarik kantor Pusat Kebudayaan Indonesia itu ke ruang kerjanya yang kecil dan disesaki buku-buku, yang sebagian besar berbahasa Indonesia dan Melayu.

Pusat Kebudayaan Indonesia menjadi ajang pengenalan budaya Indonesia kepada masyarakat Korea Selatan dan diarahkan untuk membantu para tenaga kerja Indonesia jika menghadapi masalah di tempat kerjanya.

Januari lalu Pusat Kebudayaan Indonesia menggelar konser grup musik Dewa di Suwon, Provinsi Gyeonggi, untuk menghibur ribuan TKI yang bekerja di Korea Selatan. Koh mendapat sponsor dari beberapa perusahaan Korea Selatan yang menanamkan modal di Indonesia, tetapi ternyata itu tidak cukup.

“Saya merugi sekitar 40.000 dollar AS. Untung tidak sampai menjual rumah,” ungkap ayah dari Koh Byoung-seo (15) dan Koh Soo-min (13). Kedua anaknya itu adalah “representasi” Melayu-Indonesia -yang pertama lahir di Jakarta dan yang kedua lahir di Kuala Lumpur.

Meski berjalan sendiri dan harus merugi, Koh tidak jera. Ia bertekad tetap mempromosikan kebudayaan Indonesia dan mengabdikan hidupnya untuk Indonesia. Alasannya bersahaja, tetapi menyentuh. Katanya, “Sejak kuliah sampai sekarang saya berkecimpung dalam hal-hal yang berkaitan dengan Indonesia. Saya bisa menjadi seperti ini karena Indonesia.”
***

KOH yang lahir di Jeonju -ibu kota Provinsi Jeollabuk, 27 September 1957, menyelesaikan pendidikan kesarjanaannya di Jurusan Kajian Melayu-Indonesia HUFS pada tahun 1981. Dari situlah ia mulai berkenalan dengan karya kesusastraan Indonesia, terutama karya-karya sastrawan Pramoedya Ananta Toer.

Sebelum mengikuti wajib militer pada tahun 1983, Koh telah meraih gelar magister kesusastraan dari almamaternya, HUFS. Ia mengkaji novel Perburuan karangan Pramoedya.

“Ketika kuliah saya membaca sejumlah novel karya sastrawan Indonesia. Saya menyimpulkan bahwa novel-novel Pak Pram adalah karya kesusastraan Indonesia yang unggul dan berwibawa,” tuturnya.

Sejak itu ia terus mengkaji karya-karya Pramoedya, utamanya tetralogi Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985), dan Rumah Kaca (1988). Tetralogi ini, menurut Koh, adalah karya novel sejarah Indonesia yang membawa wawasan baru.

Mengkaji karya-karya tersebut bagi Koh sama dengan membicarakan dan menganalisis dunia dan alam pemikiran Pramoedya.

“Seorang novelis tidak hanya menyajikan kehidupan, melainkan juga intuisi dan tafsiran tentang kehidupan,” jelas Koh, yang menulis novel Kampus-ei Star-del (Bintang-bintang di Kampus). Sejak diterbitkan tahun 1983 novel yang mengisahkan seorang pemuda yang lari dari wajib militer itu telah tujuh kali dicetak ulang.

Tahun 1986 Koh sempat mengajar setahun di HUFS sebelum menempuh S2 di Malaysia dalam bidang teater Malaysia modern.

Semangatnya yang semakin meluap-luap untuk mengkaji karya Pramoedya membawanya ke Indonesia pada tahun 1988. Akan tetapi, keinginannya menempuh S3 di Indonesia kandas. Ketika itu, tidak seorang pun yang berani menjadi pembimbingnya di tengah gencarnya pelarangan karya-karya Pramoedya di bawah rezim Soeharto.

Selama dua tahun di Jakarta, Koh mengumpulkan bahan-bahan kajian tentang Pramoedya, sambil mengajar pada Pusat Studi Korea di Universitas Nasional. “Pengumpulan bahan untuk S3 saya banyak dibantu oleh Pak HB Jassin dan Pak Pram sendiri. Mereka adalah dokumentator yang luar biasa,” ujarnya.

Ia berhasil meraih gelar doktor di Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia, pada tahun 1993. Disertasinya kemudian dibukukan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dengan judul Pemikiran Pramoedya Ananta Toer dalam Novel-novel Mutakhirnya (1996). Ia sedang menjajaki kemungkinan buku tersebut diterbitkan dalam bahasa Indonesia. “Buku saya itu ada juga di rak buku Pak Pram,” kata Koh bangga.
***

WAJAH cerah Koh tiba-tiba meredup begitu ia mulai bercerita tentang perjalanan hidup Pramoedya pada masa Orde Baru yang penuh tekanan. Ia mengungkapkan, betapa Pemerintah Indonesia pada masa itu menempuh berbagai cara untuk menekan Pramoedya, mulai dari pelarangan karya-karyanya sampai upaya diplomatik yang dilancarkan agar Pramoedya tidak memenangi hadiah Nobel.

Beberapa kali Pramoedya masuk nominasi penerima hadiah Nobel untuk bidang kesusastraan, tetapi tidak pernah berhasil. Menurut Koh, “Itu berkat intervensi Pemerintah Indonesia melalui diplomatnya di luar negeri.”

Selembar copy surat yang dikirim seorang sastrawan Indonesia kepada HB Jassin pada tanggal 5 Januari 1990 menjadi pegangan Koh. Dalam surat tersebut, menurut Koh, sastrawan itu menceritakan pertemuannya dengan seorang diplomat yang secara tidak sengaja mengungkapkan bahwa Pramoedya tidak bisa mendapat hadiah Nobel adalah karena keberhasilan diplomasi Indonesia.

“Saya menceritakan apa yang saya ketahui ini berdasarkan hasil analisis dan penelitian saya sebagai seorang sarjana. Bukan sekadar sebagai seorang yang pro Pak Pram,” tambahnya.

Pada ujung percakapan dengan Kompas, Koh menuliskan tiga alamat surat elektroniknya. Salah satunya, prammania@hanmail.net. Ia pun kembali tersenyum.
***

https://nasrualamazizblog.wordpress.com/tag/koh-young-hun/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar