Kamis, 27 Mei 2021

Kaspar

Arie MP Tamba
jurnalnasional.com
 
Bagi mereka yang mengakrabi cerita orang-orang Majus, yang dikisahkan sebagai tiga raja dari Timur dan menjadi saksi atas Hari Natal pertama (kelahiran Yesus) di dunia -nama-nama Baltasar, Melkior, dan Kaspar- tentu saja tidak asing. Mereka ini digambarkan sebagai raja-raja dari Asia, Afrika, dan Eropa.
 
Di Injil Matius, orang-orang ini dianggap terpilih untuk menyambut Sang Juru Selamat. Seperti juga diilustrasikan dalam penelitian, buku cerita, juga film, mereka datang membawa hadiah: emas, mur, dan kemenyan. Soal jumlah, ada tradisi lain menyebutkan empat orang, namun salah seorang tidak sampai ke kandang domba tempat Yesus. Tradisi Suriah mengatakan nama-nama mereka: Larvandad, Hormisdas, dan Gusnasaf. Sementara tradisi Armenia hanya menyebutkan dua nama: Kagba dan Badadilma.
 
Tapi bagi Rahman Sabur, yang mendirikan Kelompok Teater Payung Hitam (KPH) pada 1982, di Bandung, salah satu dari nama-nama tersebut, yakni: Kaspar (dari Kaspar-nya Peter Handke) - mempunyai “sihir” luar biasa. Kaspar adalah tokoh penuh inspiratif yang dihidupkan lagi oleh teaterawan asal Jerman, Peter Handke. Dan Rahman Sabur, selama belasan tahun ini, telah menyutradarainya sebanyak 20 kali pementasan.
 
“Kaspar saya kenal sejak prareformasi hingga masa reformasi dan pascareformasi. Tema yang diusungnya saya rasakan selalu terbuka dan relevan dengan situasi sosial-politik Indonesia. Itu sebabnya, saya menjadikan Kaspar sebagai bagian penting dari proses kerja teater saya,” kata Rahman Sabur kepada Jurnal Nasional, Selasa (11/11).
 
Rahman melanjutkan, ia sebenarnya sudah mengenal Kaspar-nya Peter Handke sejak 1989. Dari teman-teman teaternya, ia lebih banyak mendapatkan tanggapan: Kaspar sebagai naskah, kurang menarik. Tapi Rahman justru tertantang. Ia terus mengeksplorasinya bersama KPH, lima sampai enam jam per hari, selama delapan bulan. Ia memasukkan idiom-idiom sirkus ke dalam penyutradaraannya.
 
Rahman tercatat sebagai pengarang, dosen, aktor dan sutradara penting Indonesia. Ia lahir pada 12 September 1957 di Bandung, Jawa Barat. Mengajar di almamaternya, jurusan Teater STSI Bandung. Sampai sekarang masih menulis cerita pendek, puisi, dan naskah teater. Ia telah menyutradarai 45 lakon karya sendiri dan karya dramawan dalam dan luar negeri yang dimainkan KPH.
 
“Kelompok Payung Hitam, merupakan salah satu kelompok teater di Bandung yang potensial setelah STB. KPH merupakan kelompok teater serius yang bekerja dengan persiapan dan tanggung jawab kesenian yang cukup sehat,” kata Jakob Sumardjo, ketika mengulas kiprah KPH di sebuah koran Bandung.
 
Kreativitas penyutradaraan Rahman, selain diekspresikan bersama KPH, juga dilakukan dengan menyutradarai berbagai pertunjukan produksi Studio Teater STSI Bandung. Pada 1993 ia mengikuti Festival Teater ASEAN di Bangkok, Thailand. Pada 1997 memberikan workshop Kaspar di Perth, Australia.
 
Pada 1997 Rahman bersama kelompoknya mengikuti kolaborasi Teater Indonesia – Filipina – Jepang, di Sibuya, Jepang. Pada 2003 mengikuti Festival Laokoon/Spring Festival di Hamburg, Jerman. Pada 2005 mengikuti kolaborasi teater di Belanda, bekerja sama dengan Hogeweg dari The Lunatic Theatre, Belanda dan pada 2006 ikut serta dalam Oerol Festival and Therschelling Holland.
 
Pada 1995, sebagai sutradara sempat lebih memilih memproduksi lakon karangan sendiri. Tapi dalam perkembangannya, KPH kemudian kembali pada lakon Kaspar yang mereka pentaskan pertama kali pada 1994. Kaspar, si manusia terpilih yang mengalami pengayaan dan rekontekstualisasi makna itu, selanjutnya bahkan seperti menjadi paradigma berteater KPH.
 
Berbagai kalangan kemudian mengenali KPH sebagai kelompok teater yang mengarah ke teater nonverbal, dengan tema-tema sosial-politik. Bersama Kaspar, Rahman dan KPH memaksimalkan bahasa tubuh sebagai alat komunikasi dengan penonton. Para aktor KPH tidak “bekerja” membangun karakterisasi manusia nyata. Mereka bergerak dan hidup di panggung secara konseptual, tanpa dialog verbal sebagaimana teater konvensional.
 
Ini tidak membuat Kaspar “gagal” ditampilkan sebagai teater. Sebaliknya, Kaspar justru hadir sebagai representasi teater dengan cakrawala bersih dari dialog mubajir. Tubuh-tubuh dengan gestur dan gerak provokatif, jadi medan komunikasi secara segar dan semiotik. KPH mengoperasikan ruang dan waktu pertunjukan secara padat dan maksimal. Seolah menutup komunikasi, tapi menguakkan berbagai peluang pemaknaan.
 
Kaspar menokohkan seorang Kaspar yang gagu, dewasa tapi berpandangan seperti anak kecil. Ekstremnya, ia hanya bisa mengucapkan satu kalimat. Itu pun hasil belajar dari pengeras suara yang menjejali telinga dan kesadarannya dengan bahasa kekuasaan anonim. Kaspar meronta sebagai kegigihan kemanusiaan untuk membebaskan diri dari kontrol.
 
Pada 1994 itu, ketika Rahman dan KPH memperkenalkan Kaspar, dunia sosial-politik Indonesia sedang tercekam oleh pemberedelan tiga media nasional: Tempo, Editor, dan Detik. Secara cerdik, Rahman mempersoalkan kasus pembelengguan kebebasan berpikir dan berbicara itu melalui pertunjukan Kaspar. Kaspar pun bergerak sebagai perlambang perlawanan atas ketertindasan.
 
Uniknya, “Ketika kami mainkan di Tasikmalaya, kami mementaskannya di sebuah ruang bekas pabrik, dan para penonton begitu akrab dengan Kaspar. Sementara, di Hamburg, kami juga memanggungkannya di sebuah gedung teater bekas pabrik. Dan penonton di sana secara antusias berkomentar, ‘banyak Kaspar ya di Indonesia’,” kata Rahman berkisah.
***

http://sastra-indonesia.com/2008/11/kaspar/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar