Minggu, 27 Juni 2021

Ketakutan Sastrawan di Mata Taufik Ikram Jamil

Priska
jurnalnasional.com
 
Dalam ranah sastrawan Melayu, terselip salah satu nama Taufik Ikram Jamil. Figur yang sangat giat mengangkat kebudayaan Melayu mulai dari mendirikan Yayasan Membaca hingga mendirikan dan mengetuai Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR).
 
Taufik, demikian dia biasa disapa, sempat “melenceng” menjadi wartawan pada 1983. Namun pada 2002, kecintaannya pada dunia kesenian Melayu mengembalikan Taufik pada jalan yang telah membentuk darah dan dagingnya.
 
Ini terbukti dengan diangkatnya menjadi Ketua Umum Dewan Kesenian Riau pada periode 2002-2007. Dan seperti dilansir dari website Dunia Melayu Se-Dunia, ketika mendirikan AKMR, pria bersahaja itu menghibahkan uang pribadinya sebesar Rp 2,5 Juta kepada yayasan tersebut.
 
Proses yang cepat berhasil direngut Taufik karena baru tiga tahun berdiri, akademi tersebut telah memiliki aset lebih dari Rp 1.5 Miliar dengan 120 mahasiswa. Lalu bagaimana Taufik mengisi hari-harinya saat ini. Dan mengapa sudah lama tidak menghasilkan karya baru. Berikut 9 pertanyaan untuk dirinya.
 
Apa kegiatan Anda sekarang?
 
(Sebelum menjawab pertanyaan, Taufik terlihat tertegun dan berpikir sejenak) Aku sedang sibuk dengan diriku sendiri. Karena sudah satu setengah tahun ini aku tidak menulis, baru menulis lagi ketika diminta untuk menjadi pembicara dalam Pekan Presiden Penyair.
 
Itu juga bentuknya makalah, membahas mengenai keberadaan sastra Melayu saat ini. Sedikit sedih memang, diusia saat ini banyak karya yang belum aku hasilkan. Terlalu banyak waktu terbuang sia-sia. Banyak dosa, bahkan kalau dihitung satu hari saja bisa sampai ribuan dosa.
 
Kalau begitu berapa lama rencananya perenungan itu akan berlangsung ?
 
Aku tidak tahu apakah ini proses merenung atau bukan. Hahaha. Dan berapa lama waktunya, itu juga masih belum jelas. Makanya ketika ada teman dekat yang menyarankan untuk menulis buku sebagai peralihan, aku justru bilang, tidak ada yang bisa aku tulis.
 
Karena aku sibuk dengan diri sendiri. Tapi sekarang ini, keinginan untuk menulis lagi mulai timbul. Hanya saja prosesnya saat ini berbeda dengan dulu, ketika masih muda. Saat ini, sebelum menulis aku bertanya pada diriku sendiri apakah tulisan ini bermanfaat bagi orang lain atau tidak. Kalau dulu, yang aku kejar dan pertanyakan hanya kepuasan diri. Jadi sekarang sedang mempersiapkan diri untuk menulis yang bermanfaat bagi orang lain.
 
Apa yang paling ditakutkan dari seorang sastrawan ?
 
Ketika kita tidak punya ide untuk melakukan sesuatu dan merenungkannya sebagai proses penghasilan karya. Bahkan membayangkannya saja saya sudah menyeramkan. Karena ketika kita tidak bisa lagi mengkritiki sekitar atau tidak memiliki kegelisahan-kegelisahan, maka itu artinya sudah sangat bahaya. Pasti akan sangat menderita sekali jika seorang sastrawan harus merasakan itu.
 
Jika kita memutar waktu ke belakang sejenak, apa yang menyebabkan Anda kembali memilih menjadi sastrawan ?
 
Itu memang tidak disengaja. Karena dari kecil sudah akrab dengan lingkungan kesenian. Mulai dari kakek saya, meskipun terpencil dan susah, sudah dibiasakan untuk membaca karya sastra. Bapak ku juga seorang penulis, di Majalah Waktu Medan. Ibuku seorang penari.
 
Jadi sepertinya lingkungan ini membuat saya akan selalu kembali menggeluti dunia kesenian, termasuk menjadi sastrawan. Dan sampai saat ini saya belum pernah menemukan kepuasan menjadi sastrawan.
 
Memang definisi kepuasan menjadi sastrawan seperti apa ?
 
Aku rasa, tidak ada satu pun sastrawan yang merasa puas dengan apa yang telah dihasilkannya. Karena ketika mereka telah puas, berarti maka habislah dia. Kalau aku ini, baru koma-lah. Hahaha.
 
Makanya ketika aku bilang aku sibuk dengan diri sendiri, aku sedang menjaga bagaimana caranya agar tidak menjadi titik. Karena apa yang aku lakukan nantinya, janganlah mengecewakan orang lain. Walaupun saat ini banyak yang dicemaskan, tapi tidak mau terlalu terburu-buru juga beraksi. Agar semuanya maksimal dan mendatangkan faedah bagi banyak orang.
 
Lalu mengapa dulu terpikirkan untuk menjadi wartawan ?
 
Dengan menjadi wartawan, ada ideologi yang hendak aku perjuangkan. Harus selalu menyuarakan apa yang diinginkan oleh rakyat. Waktu itu, aku dapat dua tawaran pekerjaan. Pertama, sebagai dosen Universitas Riau dan wartawan. Tapi jauh sebelum tawaran itu datang, dari mahasiswa banyak tulisanku yang sudah dimuat berbagai media.
 
Saat itu saya hanya berpikir, kalau orang Riau itu banyak yang jadi dosen tapi belum ada yang jadi wartawan. Hanya saja, tidak semua hal yang aku lihat di lapangan bisa dijadikan bahan tulisan. Jadi pada dunia wartawan, ada imajinasi yang tidak tersalurkan. Makanya saya kembali ke dunia asal.
 
Dari tiga orang anak Anda, apakah ada yang menunjukkan keinginan untuk menjadi sastrawan ?
 
Pada dasarnya aku dan istri tidak pernah memaksakan mereka harus jadi apa. Karena buat kami, semua jenis pekerjaan itu baik. Hanya saja dari dua orang yang sudah bersekolah, belakangan ini nilai Bahasa Indonesia mereka selalu baik. Walaupun mereka dua tahun lalu suka fisika, sekarang ini seperti ada pergeseran. Ya bagus saja untuk modal menjadi penulis, hahahaha.
 
Lalu apa obsesi yang belum tercapai hingga saat ini ?
 
Menjadi pujangga. Karena dari kecil, cita-citaku ingin jadi pujangga. Tapi memang berat menjadi pujangga. Seorang pujangga bukan hanya menggeluti sastra saja, dia juga harus bisa mengekspresikan diri dalam berbagai kegiatan seni. Dan karena pujangga adalah panutan, maka apa yang dikatakan haruslah sesuai dengan yang dilakukan. Maka buat saya menjadi pujangga itu juga sebuah anugerah.
 
Apa yang membuat Anda tertarik untuk menjadi pujangga ?
 
Karena pada hakikatnya, menjadi pujangga tidak hanya melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk diri sendiri tapi juga buat orang lain. Jadi memang bukan sebuah profesi tapi juga suatu karakter diri yang matang. Dan aku pernah membaca sebuah hadis, bahwa lelaki yang bahagia adalah lelaki yang dia tidak terkenal, tidak membebani anak dan istrinya.
 
Dimana semua itu disempurnakan dengan dapat melakukan ibadah sebanyak-banyaknya. Tapi tidak terkenal bukan berarti dia tidak berkarya, karena pada intinya tujuan dari kita berkarya bukan untuk dikenal.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar