Priska
jurnalnasional.com
Dalam ranah sastrawan Melayu, terselip salah satu nama Taufik Ikram Jamil.
Figur yang sangat giat mengangkat kebudayaan Melayu mulai dari mendirikan
Yayasan Membaca hingga mendirikan dan mengetuai Akademi Kesenian Melayu Riau
(AKMR).
Taufik, demikian dia biasa disapa, sempat “melenceng” menjadi wartawan pada
1983. Namun pada 2002, kecintaannya pada dunia kesenian Melayu mengembalikan
Taufik pada jalan yang telah membentuk darah dan dagingnya.
Ini terbukti dengan diangkatnya menjadi Ketua Umum Dewan Kesenian Riau pada
periode 2002-2007. Dan seperti dilansir dari website Dunia Melayu Se-Dunia,
ketika mendirikan AKMR, pria bersahaja itu menghibahkan uang pribadinya sebesar
Rp 2,5 Juta kepada yayasan tersebut.
Proses yang cepat berhasil direngut Taufik karena baru tiga tahun berdiri,
akademi tersebut telah memiliki aset lebih dari Rp 1.5 Miliar dengan 120
mahasiswa. Lalu bagaimana Taufik mengisi hari-harinya saat ini. Dan mengapa
sudah lama tidak menghasilkan karya baru. Berikut 9 pertanyaan untuk dirinya.
Apa kegiatan Anda sekarang?
(Sebelum menjawab pertanyaan, Taufik terlihat tertegun dan berpikir
sejenak) Aku sedang sibuk dengan diriku sendiri. Karena sudah satu setengah
tahun ini aku tidak menulis, baru menulis lagi ketika diminta untuk menjadi
pembicara dalam Pekan Presiden Penyair.
Itu juga bentuknya makalah, membahas mengenai keberadaan sastra Melayu saat
ini. Sedikit sedih memang, diusia saat ini banyak karya yang belum aku
hasilkan. Terlalu banyak waktu terbuang sia-sia. Banyak dosa, bahkan kalau dihitung
satu hari saja bisa sampai ribuan dosa.
Kalau begitu berapa lama rencananya perenungan itu akan berlangsung ?
Aku tidak tahu apakah ini proses merenung atau bukan. Hahaha. Dan berapa
lama waktunya, itu juga masih belum jelas. Makanya ketika ada teman dekat yang
menyarankan untuk menulis buku sebagai peralihan, aku justru bilang, tidak ada
yang bisa aku tulis.
Karena aku sibuk dengan diri sendiri. Tapi sekarang ini, keinginan untuk
menulis lagi mulai timbul. Hanya saja prosesnya saat ini berbeda dengan dulu,
ketika masih muda. Saat ini, sebelum menulis aku bertanya pada diriku sendiri
apakah tulisan ini bermanfaat bagi orang lain atau tidak. Kalau dulu, yang aku
kejar dan pertanyakan hanya kepuasan diri. Jadi sekarang sedang mempersiapkan
diri untuk menulis yang bermanfaat bagi orang lain.
Apa yang paling ditakutkan dari seorang sastrawan ?
Ketika kita tidak punya ide untuk melakukan sesuatu dan merenungkannya
sebagai proses penghasilan karya. Bahkan membayangkannya saja saya sudah
menyeramkan. Karena ketika kita tidak bisa lagi mengkritiki sekitar atau tidak
memiliki kegelisahan-kegelisahan, maka itu artinya sudah sangat bahaya. Pasti
akan sangat menderita sekali jika seorang sastrawan harus merasakan itu.
Jika kita memutar waktu ke belakang sejenak, apa yang menyebabkan Anda
kembali memilih menjadi sastrawan ?
Itu memang tidak disengaja. Karena dari kecil sudah akrab dengan lingkungan
kesenian. Mulai dari kakek saya, meskipun terpencil dan susah, sudah dibiasakan
untuk membaca karya sastra. Bapak ku juga seorang penulis, di Majalah Waktu
Medan. Ibuku seorang penari.
Jadi sepertinya lingkungan ini membuat saya akan selalu kembali menggeluti
dunia kesenian, termasuk menjadi sastrawan. Dan sampai saat ini saya belum
pernah menemukan kepuasan menjadi sastrawan.
Memang definisi kepuasan menjadi sastrawan seperti apa ?
Aku rasa, tidak ada satu pun sastrawan yang merasa puas dengan apa yang
telah dihasilkannya. Karena ketika mereka telah puas, berarti maka habislah
dia. Kalau aku ini, baru koma-lah. Hahaha.
Makanya ketika aku bilang aku sibuk dengan diri sendiri, aku sedang menjaga
bagaimana caranya agar tidak menjadi titik. Karena apa yang aku lakukan
nantinya, janganlah mengecewakan orang lain. Walaupun saat ini banyak yang
dicemaskan, tapi tidak mau terlalu terburu-buru juga beraksi. Agar semuanya
maksimal dan mendatangkan faedah bagi banyak orang.
Lalu mengapa dulu terpikirkan untuk menjadi wartawan ?
Dengan menjadi wartawan, ada ideologi yang hendak aku perjuangkan. Harus
selalu menyuarakan apa yang diinginkan oleh rakyat. Waktu itu, aku dapat dua
tawaran pekerjaan. Pertama, sebagai dosen Universitas Riau dan wartawan. Tapi
jauh sebelum tawaran itu datang, dari mahasiswa banyak tulisanku yang sudah
dimuat berbagai media.
Saat itu saya hanya berpikir, kalau orang Riau itu banyak yang jadi dosen
tapi belum ada yang jadi wartawan. Hanya saja, tidak semua hal yang aku lihat
di lapangan bisa dijadikan bahan tulisan. Jadi pada dunia wartawan, ada
imajinasi yang tidak tersalurkan. Makanya saya kembali ke dunia asal.
Dari tiga orang anak Anda, apakah ada yang menunjukkan keinginan untuk
menjadi sastrawan ?
Pada dasarnya aku dan istri tidak pernah memaksakan mereka harus jadi apa.
Karena buat kami, semua jenis pekerjaan itu baik. Hanya saja dari dua orang
yang sudah bersekolah, belakangan ini nilai Bahasa Indonesia mereka selalu
baik. Walaupun mereka dua tahun lalu suka fisika, sekarang ini seperti ada
pergeseran. Ya bagus saja untuk modal menjadi penulis, hahahaha.
Lalu apa obsesi yang belum tercapai hingga saat ini ?
Menjadi pujangga. Karena dari kecil, cita-citaku ingin jadi pujangga. Tapi
memang berat menjadi pujangga. Seorang pujangga bukan hanya menggeluti sastra
saja, dia juga harus bisa mengekspresikan diri dalam berbagai kegiatan seni.
Dan karena pujangga adalah panutan, maka apa yang dikatakan haruslah sesuai dengan
yang dilakukan. Maka buat saya menjadi pujangga itu juga sebuah anugerah.
Apa yang membuat Anda tertarik untuk menjadi pujangga ?
Karena pada hakikatnya, menjadi pujangga tidak hanya melakukan sesuatu yang
bermanfaat untuk diri sendiri tapi juga buat orang lain. Jadi memang bukan
sebuah profesi tapi juga suatu karakter diri yang matang. Dan aku pernah
membaca sebuah hadis, bahwa lelaki yang bahagia adalah lelaki yang dia tidak
terkenal, tidak membebani anak dan istrinya.
Dimana semua itu disempurnakan dengan dapat melakukan ibadah
sebanyak-banyaknya. Tapi tidak terkenal bukan berarti dia tidak berkarya,
karena pada intinya tujuan dari kita berkarya bukan untuk dikenal.
***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Jalal
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Abdoel Moeis
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdullah Harahap
Acep Zamzam Noor
Achi Breyvi Talanggai
Achiar M Permana
Aditya Ardi N
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Gaus
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Fatoni
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akrom Hazami
Al Azhar Riau
Alang Khoiruddin
Albert Camus
Albertus Prasetyo Heru Nugroho
Aldika Restu Pramuli
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alia Swastika
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aming Aminoedhin
An. Ismanto
Ana Mustamin
Andhika Dinata
Andong Buku #3
Andong Buku 3
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardi Wina Saputra
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asrul Sani
Astrikusuma
Ayung Notonegoro
Azizah Hefni
Badrul Munir Chair
Bahrum Rangkuti
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin
Benee Santoso
Beni Setia
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hatees
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Cak Sariban
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chusnul Cahyadi
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Damiri Mahmud
Danang Ari
Danarto
Daoed Joesoef
Darju Prasetya
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
di Bentara Budaya Yogyakarta
Dian Sukarno
Dick Hartoko
Didin Tulus
Din Saja
Diskusi
Djohar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dodit Setiawan Santoso
Donny Anggoro
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Tunas
Emha Ainun Nadjib
Erik Purnama Putra
Esai
Evan Ys
F. Aziz Manna
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Alayubi
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gusti Eka
H.A. Karomani
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Happy Widiamoko
Hardy Hermawan
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Haris Firdaus
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hazwan Iskandar Jaya
HB Jassin
Helvy Tiana Rosa
Hendri R.H
Herry Lamongan
Herta Muller
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Gusti Ngurah Parthama
I Nyoman Tingkat
I Putu Sudibawa
IBM Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Ika Feni Setiyaningrum
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Nawawi
Iman Budhi Santosa
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Ipik Tanoyo
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iva Titin Shovia
Iwan Simatupang
J Anto
Jefrianto
Jhumpa Lahiri
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Junaidi Khab
Jurnalisme Sastrawi
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardi Asih
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kiki Astrea
Koesalah Soebagyo Toer
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kuntowijoyo
Kurnia Effendi
Kurniasih
Kurniawan
Kuswaidi Syafi’ie
Kuswinarto
L.K. Ara
Laila Putri Rizalia
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Linus Suryadi
Literasi
LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu)
M Fadjroel Rachman
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
Mahbib
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mariana A Sardino
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Masuki M. Astro
Matdon
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Moh Khairul Anwar
Moh. Husen
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Ali
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Rasyid Ridho
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musfeptial Musa
Muslim Basyar
Mustafa ismail
Mustakim
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Neli Triana
Nelson Alwi
Nezar Patria
Ni Made Purnama Sari
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Nobel Sastra
Noor H. Dee
Nur St. Iskandar
Nur Taufik
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Pagelaran Musim Tandur
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Penerbit Pelangi Sastra
Pentigraf
Pidato Kebudayaan
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Politik
Pramoedya Ananta Toer
Priska
Priyo
Prosa
Puisi
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qomarul Adib
R. M. Sutjipto Wiryosuparto
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahadian Bagus
Rahmadi Usman
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Ridwan
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Rodli TL
Ronny Agustinus
Rosidi
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini K.M.
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sanusi Pane
Sapardi Djoko Damono
Sastra dan Kuasa Simbolik
Satu Jam Sastra
Saut Situmorang
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Indonesia
Sergi Sutanto
Shella
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sides Sudyarto DS
Sigit Sugito
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siti
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Hadi Purnomo
Soe Hok Gie
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sri Harjanto Sahid
St. Takdir Alisjahbana
Subagio Sastrowardoyo
Sumargono SN
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaifuddin Gani
Syamsudin Walad
T Agus Khaidir
Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thomas Ekafitrianus
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Pustaka Pujangga
Toto Sudarto Bachtiar
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Umar Kayam
Umbu landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Universitas Jember (UNEJ)
Veven Sp Wardhana
Veven Sp. Wardhana
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Triono KS
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widodo DS
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wizna Hidayati Umam
Wuryanti Puspitasari
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yok's Slice Priyo
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yos Rizal S
Yudha Manggala P Putra
Yudhi Fachrudin
Yulhasni
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Zadie Smith
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar