Minggu, 27 Juni 2021

Pendidikan Sastra

Prof. Djohar
harianjogja.com
 
Pendidikan sastra dalam konteks ini tidak akan mempersoalkan bagaimana pendidikan sastra di sekolah. Fokus persoalannya adalah sastra sebagai produk kreativitas dan imajinasi yang dapat membangkitkan semangat pembacanya terhadap sesuatu interes kehidupan.
 
Sehingga masalahnya difokuskan kepada hal-hal berikut: Bagaimana karya sastra dapat digunakan untuk membangkitkan patriotisme dan nasionalisme atau kebangsaan? Bagimana karya sastra dapat digunakan membangkitkan empati? Bagaimana karya sastra dapat digunakan untuk membangkitkan kebersamaan? Bagimana karya sastra dapat digunakan membangkitkan rasa percaya diri, dan rasa harga diri? Bagaimana karya sastra dapat menimbulkan kerusakan dan kebaikan masyarakat?.
 
Saya rasa, hal ini dapat diangkat ke permukaan karena karya fi ksi dominan disenangi generasi kita, dibandingkan dengan karya berupa fakta. Fakta dapat juga disajikan dalam bentuk karya fi ksi ilustratif yang kreatif dan imajinatif. misalnya masalah fenomena keindahan. Fiksi dapat disajikan melalui berbagai bentuk ungkapan, termasuk melalui karya sastra.
 
Untuk itu dalam mewujudkan karya sastra diperlukan kreativitas, pemikiran imaginatif, dan pemikiran ke depan sehingga mampu membawa fikiran pembaca ke masa depan, yang berarti memerlukan fl eksibilitas berpikir para pencipta sastra. Pendidikan sastra justru sangat dibutuhkan dalam arti mengembangkan potensi membangun bangsa. Sehingga karya-karya sastra diarahkan tidak hanya menyampaikan pesan-pesan kosong, tidak punya arti, akan tetapi justru untuk mengisi pesan-pesan kebangsaan yang baru memudar.
 
Rasa kebangsaan semakin lama dirasa semakin pudar, akibat pengaruh globalisasi. Indikator kebangsaan semakin pudar ini ditunjukkan oleh rasa patriotisme yang menghilang. Patriotisme justru mengarah kepada perbuatan menyimpang. Kita merasa bangga apabila berhasil berbuat menyimpang, berhasil melanggar aturan.
 
Kita merasa bangga bila berhasil malanggar peraturan lalu lintas. Bahkan bisa dilihat kebanggaan seorang remaja di rumah sakit yang tubuhnya penuh gibs karena kecelakaan lalu lintas. Berhasil tidak mematuhi aturan sekolah, juga menjadi kebanggaan siswa. Apabila kita berani melawan orangtua, menjadi bagian dari kebanggaan remaja, dll.
 
Melalui karya sastra, baik rasa kebangsaan dan rasa patriotisme dapat dibangkitkan kembali secara wajar. Untuk itu para sastrawan diharapkan banyak menulis karyanya yang mampu membangkitkan jiwa itu pada pembacanya. Memang jiwa itu harus pertama dimiliki dulu oleh sastrawan.
 
Tidak seperti pentas seni saat ini yang hanya mampu menampilkan tontonan, tapi kurang memikirkan tuntunan. Dari tontonan seni, anak-anak terdidik ke arah negatif. Seorang anak TK yang kalah berkelahi pergi ke dapur ambil pisau, perbuatan itu bukan hasil pendidikannya yang diperoleh dari TK tetapi hasil pendidikan (kondisi yang diciptakan) dari hasil tontonan lewat TV. Saya belum meneliti banyaknya buku yang memuat cerita yang membangkitkan rasa kebangsaan dan patriotisme ini.
 
Kebanyakan buku yang diutamakan adalah buku pelajaran. Padahal buku pelajaran maknanya tidak lebih baik dari pada buku-buku yang mampu membangkitkan rasa kebangsaan dan patriotisme dan solidarisme bangsa itu, dalam upaya membangun bangsa.
 
Pada saat ini pendidikan di sekolah tidak menyentuh halhal yang sifatnya kepribadian. Yang disentuh hanyalah pelajaran dan pengetahuan. Dan dalam sistem pendidikan kita tidak ada lembaga yang mengurus soal kebangsaan dan patriotisme. Bahkan keduanya mengalami pemudaran pun tidak ada yang peduli.
 
Oleh karena itu, menurut saya, karya sastra harus jadikan media sebagai karya yang memiliki semangat membangun bangsa untuk disajikan dalam membangun rasa kebangsaan dan patriotisme. Empati juga termasuk kebutuhan manusia yang tidak pernah ditumbuhkan melalui pendidikan di sekolah.
 
Padahal empati merupakan perasaan yang sangat berguna bagi hidup bersama, membagi rasa kebahagiaan dan kesusahan. Apabila dapat ikut serta merasakan beban penderitaan orang lain, rasa susah dan rasa gembiranya orang lain, maka orang lain akan semakin merasa enak hidup bersama kita.
 
Empati dapat dibangkitkan melalui sentuhan- sentuhan karya sastra. Menggunakan cerita-cerita yang menarik yang melibatkan perasaan pembaca, maka sentuhan empati itu dapat dibangkitkan. Manusia yang memiliki empati memiliki kepedulian sosial tinggi, sehingga apabila ia orang kaya ia dapat menyalurkan kekayaannya kepada orang-orang miskin.
 
Ia dapat merasakan bagaimana orang lain sengsara dan orang lain bahagia. Ia merasa memiliki kebutuhan membahagiakan orang lain dengan menutup kesengsaraannya. Rasa kebersamaan dapat juga ditumbuhkan melalui bacaan fiktif. Bila karya sastra dapat mengisi sumber bacaan ini, maka karya sastra juga dapat membangkitkan rasa kebersamaan.
 
Hidup bermasyarakat pada hakikatnya adalah kebersamaan dalam suatu komunitas. Di dalamnya diatur bersama aturan-aturan hidup bersama. Apabila di antara kita tidak ada rasa kebersamaan, maka aturan-atutan yang kita buat itu cenderung lebih senang untuk dilanggar, tidak memiliki beban moral untuk saling menjaga.
 
Keadaan sekarang ini rasa- rasanya telah berada pada keadaan ini. Pelanggaran terjadi di mana-mana seakan menjadi manusia rimba tanpa aturan. Berbuat semau sendiri. Terhadap aturan, tidak patuh walaupun mencelakakan orang lain. Lebih patuh kepada pengawasnya dari pada kepada aturannya, sehingga apabila tidak diawasi maka berbuat seenaknya sendiri.
 
Rasa percaya diri yang mempunyai makna penting bagi keberhasilan seseorang dalam menempuh kehidupan juga tidak menjadi objek sentuhan dalam kehidupan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu seharusnya menjadi sentuhan para sastrawan untuk menjamahnya, melalui pendidikan informal.
 
Ada orang berhasil dari katakata mutiara. Maka akan ada orang tumbuh rasa percaya diri dan jati dirinya dari membaca karya sastra. Bila para siswa mampu memperoleh rasa percaya diri dan jati diri dari karya sastra berarti siswa itu telah mampu memperoleh nila-nilai dari pelajaran sastra, Kerusakan masyarakat bisa juga terjadi akibat pengaruh dari karya sastra yang dapat membangkitkan pikiran orang ke arah pemikiran dan perbuatan negatif.
 
Hal ini mestinya tidak boleh terjadi, karena dapat menimbulkan kerusakan masyarakat. Pendidikan sastra substansinya harus diarahkan kepada kebaikan. Fenomena masyarakat dapat digunakan sebagai acuan.
 
Sastrawan dapat memilih substansi mana yang pantas diangkat sebagai karya sastra, dan karya mana yang tidak digunakan menjadi sentuhan sastrawan. Bisa juga sastrawan mengungkapkan karya sastranya terbatas pada sentuhan-sentuhan perasaan, misalnya keindahan, kebesaran, kehormatan, dan lain sebagainya, yang sifatnya untuk menumbuhkan dimensi afektif siswa.
 
Bila hal-hal semacam ini diperoleh siswa, maka mereka memperoleh nilai yang berguna bagi kemanusiaan, mereka tidak akan berbuat terhadap hal menyimpang tetapi justru memilih perbuatan bermanfaat.
***

http://sastra-indonesia.com/2010/06/pendidikan-sastra/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar