Senin, 28 Juni 2021

Pos Kambing Ti-Ji Ti-Beh

Akhmad Sekhu
Kompas, 19 Juni 2021
 
Lebaran Haji sebentar lagi. Banyak orang yang menjadi juragan kambing dadakan. Terutama di desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, yang banyak orang sontak menjadi aktif sekali mencari kambing kesana-kemari untuk dibeli dan kemudian akan dijual di Hari Raya Idul Adha. Keuntungannya lumayan, meski mereka harus bersaing dengan juragan-juragan kambing yang sudah bangkotan, sudah sangat pengalaman, yang pekerjaannya jual-beli kambing.
 
Bejo dan Sugeng juga ikut-ikutan jadi juragan kambing dadakan. Si kembar yang biasanya kerja serabutan, tak menentu, kadang jadi petani penggarap mengerjakan sawah orang, kadang pula jadi belantik motor, tapi kini beralih profesi sebagai juragan kambing dadakan. Dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan, mereka berdua termasuk yang paling aktif mencari kambing kesana-kemari.
 
Modal kembar yang memungkinkan Bejo dan Sugeng dapat menguasai pembelian kambing ke berbagai penjuru kampung Jatibogor, bahkan sampai ke tetangga-tetangga kampung, hingga sekecamatan Suradadi, bahkan sekabupaten Tegal. Si kembar yang terkenal cerdik seperti Kancil itu menjadi juragan kambing dadakan akan mampu mengalahkan persaingan dengan juragan-juragan kambing yang sudah bangkotan.
 
Salah seorang juragan bangkotan, yakni Juragan Roji, yang sudah sangat terkenal kebangkotannya sampai kalah dalam penguasaan kambing.
 
“Maaf, Gan, tadi kambing-kambing saya sudah dipesan Mas Bejo,” ucap Pak Sanali pemilik kambing.
 
“Lho, bukannya tadi saya lihat Mas Sugeng yang kesini?” Juragan Roji serta-merta mempertanyakan.
 
Pak Sanali tentu jadi bingung dibuatnya dan hanya bisa garuk-garuk kepala karena memang tidak titen, tidak tahu persis, pada duo kembar, apakah tadi yang datang memesan kambing itu Bejo atau Sugeng? “Maaf Pak, saya tidak tahu persis yang datang kesini tadi Bejo atau Sugeng? Karena orang kembar memang sulit dibedakan,” kata Pak Sanali.
 
“Saya sangat senang kambing-kambing saya diborong semua,” imbuh Pak Sanali memperlihatkan wajahnya yang begitu cerah berseri-seri.
 
“Wah kok diborong semua?” Juragan Roji kembali mempertanyakan, kemudian protes, “Nanti Lebaran Hari saya jualan apa?”
 
“Pak Sanali terlambat datangnya sih!” Pak Sanali menyalahkan.
 
“Bukan saya yang terlambat, tapi si kembar itu yang licik,”
 
“Licik bagaimana?”
 
 “Saya dan juragan-juragan kambing lainnya ke tempat orang yang punya kambing selalu saja keduluan dengan si kembar, apakah itu Bejo atau Sugeng, orang yang punya kambing mengaku tak tahu persis karena yang penting kambingnya diborong semua,” papar Juragan Roji. “Kalau begini, nanti Lebaran Haji kita jualan apa?”
 
“O,” Pak Sanali hanya bisa melongo.
 
“Atau, begini saja, bagaimana kambing-kambingnya dibagi dua?” usul Juragan Roji.
 
“Maaf tidak bisa, Gan, karena siapa cepat dia yang dapat,” Pak Sanali mengelak.
 
“Tapi saya kan sudah puluhan tahun langganan beli kambingmu,” Juragan Roji mendesakkan pendapatnya. “Jangan karena ulah juragan kambing dadakan yang sok borong kambing sana-sini membuat pasaran kambing jadi gonjang-ganjing…”
 
“Iya tapi sudah duluan si Kembar yang beli,” Pak Sanali kekeh, “Saya sudah pegang janji kalau kambing-kambing ini sudah diborong semua si kembar.”
 
Kalau diplomasi dalam transaksi sudah mentok begini Juragan Roji tahu sekali “syarat” sebagai tanda untuk menutup mulut dan dengan tanpa basa-basi lagi langsung ia selipkan beberapa lembar ratusan ribu ke saku baju Pak Sanali, “Sudahlah, kita tahu sama tahu.”
 
“Iya dah,” ucap Pak Sanali tampaknya tak bisa mengelak, apalagi saku bajunya tersisi, setengah pasrah dengan senyum cerah, buru-buru langsung serahkan sebagian kambing miliknya pada Juragan Roji.
 
“Kali ini saya minta Juragan Roji pegang janji, jangan bilang siapa-siapa ya,” imbuh Pak Sanali memohon pengertian,
 
“Tenang saja!” tegas Juragan Roji sambil kembali menyelipkan selembar ratusan ribu ke saku ke Pak Sanali untuk lebih memuluskan sebagai bentuk terima kasih.
***
           
Besoknya, salah seorang kembar mendatangi Pak Sanali, kedatangannya memang mengecek borongan pembelian kambingnya, tapi masih tetap menyembunyikan jati dirinya, apakah Bejo atau Sugeng, karena memang siasatnya sengaja dibuat demikian. Tapi sebagai juragan kambing dadakan terpaksa harus mengaku kalah siasat dengan juragan kambng bangkotan yang punya 1001 cara dalam transaksi pembeliannya.
 
“Wah, waha, Pak Sanali, kenapa kambing pesanan saya kok jadi berkurang?” ucap Sugeng tampak mencak-mencak tak terima melihat kambing yang sudah dipesan berkurang. Mata dan tangannya jelalatan menghitung kambing-kambing yang berjejalan tak tenang di kandang yang sangat sempit.   
Pak Sanali tentu saja jadi kalang kabut dan sekenanya langsung mempertanyakan. “Pesanan kapan?”
 
“Ya, pesanan yang kemarin.”
 
“Sepertinya kemarin bukan kamu yang datang kesini,” selidik Pak Sanali dengan mata berkenyit-kenyit, “Tapi saudara kembarmu…”
 
“Kok Pak Sanali bicara begitu? Masa tidak mengenali saya?”
 
“Saya tidak tahu persis situ Mas Bejo atau Mas Sugeng.”
 
“Tapi saya masih ingat kalau saya pesan sebelas kambing tapi kok tinggal enam kambing, yang lima kambing lagi kemana?”
 
“Maaf, kambing milik saya hanya enam. Lainnya titipan orang.”
 
“Kemarin katanya semua kambing milik Pak Sanali.”
 
“Kambing saya memang hanya enam saja.”
 
“Ah, Pak Sanali tidak bisa dipercaya.”
***
 
Untuk tempat penjualan kambing juga si kembar lebih dulu mendapatkan tempatnya, yang paling strategis dekat sekali dengan pasar. Juragan Roji tentu jadi mencak-mencak lagi karena kembali didahului si kembar lagi.
 
Sayangnya sejak wabah Pandemi Covid-19 daya beli masyarakat berkurang sehingga beberapa hari menjelang hari H Lebaran Haji masih banyak kambing yang belum bisa terjual. Si kembar jadinya kebingungan dan sangat kewalahan untuk tempat  penampungan kambingnya karena halaman rumahnya yang tak seberapa lebar sudah penuh dengan kambing, bahkan masih banyak kambing yang tidak tertampung.
 
“Kamu sih beli kambing banyak-banyak jadinya begini,” Sugeng menyalahkan.
 
“Ah, kau ini, kalau rugi sukanya menyalahkan aku, tapi kalau untung mana pernah mau memuji aku,” Bejo tak terima disalahkan.
 
“Mestinya kita lihat kondisi, pandemi Covid sekarang ini, orang-orang jangankan beli kambing, karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sekarang ini sudah sangat susah,” Sugeng semakin memojokkan.
 
Bejo tentu saja tidak terima, “Mana saya tahu keadaannya jadi seperti ini?!”
 
“Kalau sudah begini, mau ditaruh dimana kambing-kambingnya?”
 
Kening Bejo berkerut tampak berpikir keras untuk secepatnya harus dapat menyelesaikan masalah tempat penampungan kambing-kambingnya.
 
“Bagaimana kalau kambingnya ditampung di pos kamling?” Bejo mengusulkan.
 
“Pos kamling? Apakah boleh untuk menampung kambing?” Sugeng berulangkali memberondong pertanyaan karena ia sudah dibuat pusing dengan kambing-kambing jualannya yang harus secepatnya ditampung.
 
“Namanya saja kita dalam keadaan darurat jadi bisalah dimaklumi pos kamling untuk menampung kambing,” papar Bejo tampak berusaha keras meyakinkan saudara kembarnya. Untuk urusan berpikir, Bejo memang yang selalu diandalkan. Meski kembar tak selalu sama, masing-masing punya keahlian dan spesialisasi sendiri-sendiri.
 
“Okelah kalau begitu!” Sungeng kini terpaksa setuju, meski hatinya masih diayun keraguan.
***
           
Tak lama setelah diputuskan untuk menampung kambing di pos kamling, si Kembar cepat-cepat mengecek pos kamling. tapi ternyata sudah keduluan dengan Juragan Roji yang menambatkan kambing-kambing jualannya. Si Kembar kini kembali harus mengakui kekalahan dengan juragan bangkotan itu.
 
“Kamu sih yang beli kambing banyak-banyak jadinya begini,” Sugeng kembali menyalahkan saudara kembarnya. Tapi Bejo kini tak lagi terpancing emosi karena ia sudah punya rencana untuk bisa mengusir kambing-kambing milik juragan bangkotan itu. Bejo punya banyak plan, banyak rencana, kalau plan A gagal, maka secepatnya harus move on untuk menjalankan plan B, otaknya memang encer.
 
“Tenang saja, semua masalah serahkan sama aku, pasti beres semua,” bisik Bejo mendekat ke telinga saudara kembarnya yang tampak mengangguk-angguk langsung setuju-setuju saja.   
***
 
Malamnya, Bejo segera menjalankan plan B dengan mengendap-ngendap di balik semak-semak dan tatapan tak lepas ke arah pos kamling untuk menunggu saat yang tepat langsung melancarkan aksinya. Anak buah Juragan Roji yang menjaga kambing di pos kamling tampak sedari tadi sudah mulai menguap-nguap terus diserang rasa kantuk yang amat sangat. Tinggal tunggu tidurnya barulah aksi plan B dieksekusi.
 
Dalam menjalankan plan B, Bejo memang tak hanya harus ekstra sabar menunggu orang yang jaga kambing di pos kamling itu tidur, tapi juga harus tahan menghadapi nyamuk-nyamuk liar yang begitu sangat banyak di semak-semak, meski sudah diolesi obat anti-nyamuk, tapi tampaknya masih ada juga nyamuk yang digdaya bisa menggigitnya.
 
Untuk mengeksekusi plan B, Bejo cukup dengan membawa cat pilox. Begitu orang yang jaga kambing di pos kamling itu tidur, Bejo buru-buru mencoret tulisan “Pos Kamling” dan kemudian langsung diganti menjadi tulisan “Pos Kambing”.
***
 
Besoknya, saat Juragan Roji ke pos kamling untuk memantau kambing yang akan dijual ke pasar, wajahnya tampak cerah, tapi begitu melihat papan yang bertuliskan “Pos Kamling”  berubah menjadi “Pos Kambing” sontak ia jadi marah-marah.
 
“Siapa yang bikin ulah itu?” tanya Juragan Roji dengan nada suara meninggi tampak begitu sangat marah, tapi anak buahnya yang menjaga kambing di pos kamling itu diam saja.
 
Juragan Roji memang sangat tersinggung pada tulisan pos kamling yang diubah jadi pos kambing dan serta-merta hari itu juga langsung memutuskan untuk memindahkan kambingnya dari pos kamling.
 
Melihat kenyataan demikian, tampak dari kejauhan, Bejo yang merasa menang itu buru-buru memberitahukan kepada Sugeng. Tapi saudara kembarnya bukannya menyambut kemenangannya, melainkan malah kembali menyalahkan.
 
“Bejo, Bejo, memangnya dengan kamu bisa membuat Juragan Roji langsung memindahkan kambingnya dari pos kamling, kita bisa menampung kambing-kambing kita disitu?”
 
“Ya kan pos kamlingnya sekarang sudah kosong jadi tinggal kita isi dengan kambing-kambing milik kita.”
 
“Hahaha, Bejo, Bejo,” Sugeng tergelak menertawakan, kemudian menerangkan, “Memangnya kamu tidak malu dengan tulisan pos kamling berubah menjadi pos kambing?”
 
“Oh, iya,” Bejo menepuk keningnya menyadari diri.
 
“Apa yang kamu lakukan itu namanya ti-ji ti-beh, mati sji mati kabeh, mati satu, mati semuanya,” Sugeng menyimpulkan, kemudian langsung memberikan hukuman, “Beberapa kambing yang tidak tertampung di halaman rumah harus kau masukkan ke kamarmu sendiri.”
 
Bejo kini hanya bisa pasrah harus menanggung hukuman atas kesalahan yang diperbuatnya dan membayangkan bagaimana rasanya harus tidur bersama kambing-kambing yang akan membuat badannya bau sekali seperti orang yang tidak mandi berhari-hari.
***
 
Desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, 2021

http://sastra-indonesia.com/2021/06/pos-kambing-ti-ji-ti-beh/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar