Minggu, 27 Juni 2021

Sastra dalam Desain Sistem Pendidikan Nasional

Kalis Mardi Asih *
 
”Pendidikan itu tidak cuma untuk menciptakan anak pandai, tetapi juga harus membentuk warga yang berkarakter” (Nasution, 2010)
 
Beberapa hari lagi, pada tanggal 2 Mei nanti kita akan kembali memperingati Hari Pendidikan Nasional. Pada tahun- tahun lalu biasanya hari ini diwarnai dengan selebrasi meriah berupa lomba- lomba di bidang pendidikan seperti lomba siswa teladan, lomba guru teladan dan lain sebagainya. Bertolak dari kegiatan tahunan tersebut, ada baiknya kita menilik sejarah dari Hari Pendidikan Nasional itu sendiri di masa lalu. Bahwa tanggal 2 Mei 1889 adalah tanggal lahir tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro. Beliau merupakan cikal bakal lahirnya sekolah taman siswa yang memiliki basis asah, asih, asuh dan motto ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani serta menjalankan pendidikan dengan sistem among. Lalu, adakah sistem pendidikan nasional kita masih menjunjung tinggi prinsip- prinsip kearifan tersebut? Ataukah tut wuri handayani pada masa sekarang hanya menjadi slogan?
 
Sistem pendidikan nasional Indonesia telah mengindikasikan peluang terciptanya kesenjangan sosial yang semakin melebar. Acuan sistem pendidikan nasional adalah Negara- Negara maju, terutama yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development ( OECD). Acuan ini menyebabkan berbagai macam komersialisasi pendidikan yang Nampak jelas kita amati kini. Biaya pendidikan yang semakin mahal serta status sekolah mulai dari sekolah dengan pelayanan minimal hingga sekolah berstandard nasional semakin membuat jalan kesenjangan melebar. Pasalnya, masyarakat ekonomi atas akan berbuat apa saja agar anaknya mendapatkan pendidikan yang terbaik. Namun, perspektif pendidikan seperti apakah yang dimaksud? Padahal,tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam Undang- Undang telah jelas, yakni membentuk masyarakat yang cerdas, berkeadilan, serta berkarakter keindonesiaan.
 
Pendidikan yang hanya bermain pada ranah kognitif memforsir otak sebagai mesin tunggal yang harus dipekerjakan namun melupakan prinsip- prinsip paling dasar pada moral value. Akibatnya banyak kita lihat dalam berita harian televise tentang pelajar atau mahasiswa yang di usia dini telah melakukan berbagai aksi kriminalitas, seks bebas, narkotika dan perkara lain yang melanggar hukum.
 
Banyak pendapat yang berhembus, terutama dari para penggiat sastra dalam negeri sendiri, bahwa hal itu disebabkan pendidikan sekarang yang mengabaikan pembelajaran sastra. Menurut telaah penulis, hal ini dapat dibenarkan. Sastra ikut mempengaruhi pembentukan karakter siswa lewat karakter- karakter keindonesiaan yang ditanamkan dalam proses yang natural. Pada zaman penjajahan Belanda, setiap siswa harus membaca 25 buku sastra setiap tahun. Tetapi pada zaman sekarang, belum tentu siswa membaca satu buku sastra dalam setahun.
 
Karya sastra Indonesia adalah segenap cipta sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia, disertai adanya nafas dan ruh keindonesiaan, serta mengandung aspirasi dan kultur Indonesia (Mujiyanto, 2010:1). Dengan membaca karya sastra Indonesia dari berbagai periodesasinya, secara tidak langsung siswa mempelajari bab nasionalisme melalui deskripsi kisah dan latar tempat yang disajikan para sastrawan dengan indah. Bukan mempelajari nasionalisme secara teoritis, menghafal secara sistematis tentag definisi dan jenis pada saat ulangan saja.
 
Dari makna kebahasaan, sastra juga erat kaitannya dengan dunia pendidikan. Sastra berasal dari bahasa sansekerta “castra” yang artinya belajar, pembelajaran. Sastra bersifat memanusiakan manusia karena meninjau suatu kajian terhadap sesuatu secara menyeluruh, wujud sastra dalam karya sastra adalah dulce et utile yang artinya berguna dan menyenangkan. Melalui makna ini, jelas bahwa sastra berbicara lebih dari sekedar teori. Pun, setiap proses penciptaan karya sastra itu sendiri tidak lepas dari unsur intrinsik berupa amanat yang menyatu dalam karya.
 
Problematikanya adalah mengapa sastra dalam kurikulum yang harusnya menjadi bahan penyegaran otak siswa, ibarat kerupuk yang bersifat renyah tetapi terasa kurang jika tidak kita temui keberadaannya dalam makanan, justru menjadi momok bagi siswa. Jawabannya adalah tentu saja terjadi kesalahpahaman pada pendidik dalam hal pembinaan apresiasi sastra. Penyair, sastrawan sekaligus Dosen pada FKIP UNS program studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Yant Mujiyanto mengungkapkan dalam bukunya Sejarah Sastra Indonesia bahwa pembinaan apresiasi sastra bukanlah sesuatu yang bersifat kognitif, informatif dan ilmiah, melainkan bersifat intuitif, afektif, estetis dan kreatif. Lebih lanjut, Yant menjelaskan bahwa mengajarkan sastra bukan berarti mengajarkan novel/ sanjak ini dikarang oleh sastrawan A, menganut aliran X dari angkatan sekian, tetapi lebih dari itu anak diharapkan mampu memahami kedalaman makna serta merasakan keindahannya.
 
Oleh karena begitu kompleks fakta yang memojokkan kehidupan sastra di lapangan, maka kita harus kembali merestrukturisasi keberadaan sastra di tengah- tengah dunia pendidikan. Mendalami arti puisi misalnya, sama sekali tidak pernah sayadapati di sekolah formal. Bahwa jika banyak guru sastra di sekolah yang alih- alih membuat siswa pandai bersyair tetapi ujungnya malah membuat siswa alergi terhadap syair itu sendiri, maka sekali lagi sastra harus melalui pendekatan yang berbeda. Sastra harus di dekati dengan santai, jenaka tapi intens. Guru harus mengajarkan betapa karya sastra begitu bermakna dalam setiap penulisannya.
 
Mengarang, menulis puisi, seharusnya dihadapi seperti berbicara (Aspahani, 2007:1). Ya, menulis puisi bisa dianggap sama dengan berbicara karena sama- sama memberdayakan fungsi bahasa. Ketika anak- anak belajar berbicara, mereka tidak pernah diharapkan pada teori atau seperangkat aturan yang memaksa. Anak- anak hanya belajar berbicara dan mengeja makna dalam lingkungan kecil yang akrab dan mudah memahami dia. Jika di analogikan dalam dunia penulisan misalnya, sastrawan pemula tidak perlu takut terhadap seperangkat aturan misalnya, ia hanya butuh menulis apa saja yang ada dalam imajinya. Hanya saja bedanya, ketika menulis kita bukan lagi berada di lingkungan kecil yang akrab. Kita berada pada lingkungan pembaca yang lebih luas, yang memiliki hak prerogative terhadap jutifikasinya sehingga pelan- pelan sastrawan harus mempelajari strategi dan tangkisan- tangkisan kecil yang diperlukan.
 
Menyikapi hal ini, penulis tidak bermaksud merendahkan teori- teori atau kutipan- kutipan ilniah namun justru berusaha memberikan pendekatan baru dalam edukasi sastrawi. Jika 25 tahun lalu Arswendo Atmowiloto sudah menerapkan jurus yang sama melalui buku Mengarang itu Gampang (Gramedia : Jakarta, 1982). Maka karya sastra lain seperti puisi pun sah- sah saja jika didekati dengan jalan yang sama.
 
Guru masa kini rasanya tidak perlu lagi berkamuflase sebagai ahli sastra jika ia tidak menguasai. Ia tidak penting lagi untuk menyuguhkan pembacaan puisi yang membuat siswa menjadi kaku karena metode pembelajaran modern telah memfasilitasi berbagai media seperti LCD, layar, dan laptop. Maka yang perlu dilakukan hanya mencari video tentang pembacaan puisi Rendra, video- video pembelajaran sastra dan biarkan biarkan siswa mengenal lebih dekat tentang Indonesia bersama para pujangganya, menyelam ke masa lalu, masa dimana sastra berada pada tingkat kejayaannya. Selanjutnya, biarkan mereka menjadi generasi sastra masa kini yang mengejawantah menjadi pejuang degradasi moral bangsa.
 
Sastra adalah keindahan, dan segala sesuatu yang indah selalu bersumber dari hati. Salam Pendidikan Nasional, Jayalah sastra Indonesia!
 
07 July 2011

*) Mahasiswa Universitas Sebelas Maret, aktif di UKM Keilmiahan Studi Ilmiah Mahasiswa. Menyukai dunia tulis menulis dan riset. http://sastra-indonesia.com/2012/01/sastra-dalam-desain-sistem-pendidikan-nasional/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar