Sabtu, 17 Juli 2021

Lauddin dan ‘Hikayat Nakhoda’

Arman A.Z. *
lampungpost.com
 
Dalam esai Dicari: Novelis Lampung (Lampung Post, 9 September 2007), Maman S. Mahayana pernah melontar wacana tentang langkanya novel (dan novelis) dari Lampung. Tapi tidak lama, karena masyarakat sastra Lampung terobati dengan terbitnya novel Peri Kecil Sungai Nipah (2007) karya Dyah Merta yang berdomisili beberapa tahun di Lampung dan Nafsul Muthmainnah (2008), novel berlatar Lampung yang cetak ulang tujuh kali karya Anfika Noer (nama samaran pengarang Ika Nurliana).
 
Ada pula sejumlah novel dan penulisnya yang tak tersentuh publikasi, misalnya penulis novel remaja dari Way Kanan (diterbitkan Gramedia), dari Metro (diterbitkan Katakita) yang launching di Gramedia Lampung beberapa tahun lalu, atau novel lain yang mencantumkan ihwal Lampung, entah sebagai judul atau sebagian isi dalam novelnya.
 
Terakhir, kita patut bangga dengan kehadiran novel Perempuan Penunggang Harimau karya M. Harya Ramdhoni, yang diterbitkan BE Press, Januari 2011. Novel campuran fiksi dan sejarah tentang Lampung yang diapresiasi banyak pihak ini dan novel-novel lainnya, semoga memantik penulis lainnya di Lampung untuk menerbitkan novel.
 
Riwayat penulisan novel di Lampung memang langka, termasuk informasi berharga mengenai novel berlatar Lampung yang terbit tahun 1778 (hampir tiga abad silam). Novel itu berjudul Hikayat Nakhoda Muda (HNM) karya Lauddin. Saya menduga inilah novel pertama di Lampung. Ditulis oleh orang berdarah Lampung-Minang, dalam aksara Jawi, bertema seputar perniagaan lada; hasil bumi Lampung yang pernah sohor ke penjuru dunia berabad silam, tetapi kini tinggal sejarah.
 
Lauddin dan HNM nyaris tak pernah terungkap dalam risalah sastra di Lampung, bahkan Indonesia. Ironisnya, Lauddin dan HNM acap ditemukan dalam referensi khasanah kesusastraan Malaysia. Ambil contoh, Muhammad Haji Salleh (MHS), profesor dan sastrawan Malaysia, yang tekun meneliti kesusasteraan Malaysia-Indonesia era dan pascakolonial. Dia pernah melontarkan pendapat bahwa jauh sebelum era Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, telah ada empat sastrawan lain yang layak diakui sebagai penanda sastra Melayu. Salah satunya Lauddin. Dalam buku An Introduction to Modern Malaysian Literature (2009) dan Jurnal Pengajian Media Malaysia jilid 11 No. 1 Tahun 2009, MHS menerangkan hal ini.
 
Pada tahun 1830, novel HNM diterjemahkan di London oleh William Marsden dengan judul Memoirs of a Malayan Family, written by themselves, translated from the original. Marsden menjadi salah satu tokoh penting dalam studi mengenai Indonesia (salah satu bukunya The History of Sumatera, 1784). HNM diterbitkan kembali tahun 1891 di Singapura oleh H. Muhammad Siraj, dalam huruf Jawi. Ihwal penerbitan ini bisa ditemukan dalam esai Holger Warnk, The Collection of 19th century Printed Malay Books of Emil Luring, yang dimuat dalam Sari-International Journal of the Malay World and Civilisation (2010). Kemudian HNM diterbitkan lagi di Den Haag tahun 1961 oleh GWJ Drewes dengan judul De Biografie van een Minangkabausen Peperhandelaar in de Lampongs. Tahun 2004, Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau (Sumbar) pernah menerbitkan novel ini, tapi nyaris tak terpublikasi.
 
Dalam buku Bahasa Melayu Bahasa Dunia, Sejarah Singkat (YOI, 2005), terjemahan dari buku Malay, World Language: A Short History, karya James T. Collins, terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka, Malaysia (1998) dijelaskan bahwa HNM adalah “tulisan tentang ketabahan satu keluarga dalam menghadapi sistem kolonial yang korup serta merupakan tulisan yang bercirikan bahasa yang jelas dan tidak berbunga-bunga dengan menggunakan sedikit kata pinjaman dari bahasa Portugis dan Belanda…”
 
Senasib malang dengan 600 halaman kamus bahasa Lampung yang dikumpulkan Herman Neubronner van der Tuuk pada abad 18 (dan sampai kini tak ada upaya mencari keberadaan kamus amat berharga itu), novel HNM dalam aksara Jawi pun tak jelas keberadaannya.
 
Membaca Memoirs of a Malayan Family, written by themselves, terjemahan Marsden, saya menemukan banyak hal menarik. HNM berisi biografi tiga keturunan di Lampung. Bagian awal novel ini berisi silsilah kakek Lauddin, orang Minang bernama (gelar?) Nakhoda Makuta yang meninggal di Piabong. Anaknya bernama Inchi Tayan, menikah dengan gadis dari Samangka bernama Radin Mantri, putri tunggal Nakhoda Paduka. Mereka menikah dengan cara semanda. Dari pernikahan Inchi Tayan-Radin Mantri lahir 9 anak, salah satunya adalah Lauddin. Inchi Tayan yang berjuluk Nakhoda Muda, kemudian mendapat gelar Kei Damang (Ki Demang) Perwasidana, dari kesultanan Banten dan Pemerintah Belanda. Bagian tengah novel ini terfokus pada sikap ayah Lauddin (Nakhoda Muda atau Kei Damang Perwasidana) yang mengurus perniagaan lada, menghadapi campur tangan VOC, dan pengaruh Kesultanan Banten. Peran Lauddin selaku penulis novel bisa ditemukan di tengah hingga akhir cerita. Biografi Lauddin sendiri sangat minim. Hanya ada petunjuk bahwa dia kemudian menjadi nakhoda yang bekerja untuk perwakilan Inggris di Lais (Bengkulu).
 
Di luar biografi atau memoar HNM itu, banyak hal lain yang menarik, sekaitan dengan sejarah Lampung dan khasanah sastra di Lampung. Pertama, novel ini telah ada sebelum era Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, juga sebelum Syair Lampung Karam (1883) yang ditulis Muhammad Saleh. Kedua, Lauddin berdarah Lampung (dari ibu) dan novel ini (mungkin sebagian besar) dibuat di Telukbetung. Ketiga, HNM merekam secuil sejarah Lampung masa silam, terutama resistensi penduduk lokal menghadapi kolonialisme. Keempat, selain memuat banyak lokus dalam ejaan lama, misalnya Croee (Krui), Benkunat (Bengkunat), Piabong (Piabung), Bantam (Banten), Samangka (Semaka, yang oleh Belanda kala itu disebut Teluk Keyser), proatin (perwatin), siwar (semacam keris), baju atau waju (untuk suku Bajo), Percha (Sumatera); juga bisa ditelisik aspek sejarahnya. Misal, perang antara EIC (Inggris) dan VOC (Belanda) yang berlatar Bengkulu dan Lampung. Atau eksodusnya sekitar empat ratus orang di bawah pimpinan Kei Damang Perwasidana menuju Croee yang setelah tiga hari perjalanan sampai di Benkunat. Masih ada beberapa lainnya, termasuk kebiasaan sebagian penduduk Lampung kala itu yang cukup mengerikan, meski masih bisa dikaji lagi kesahihannya.
 
Menurut saya, HNM pun layak disebut novel sejarah karena memuat banyak hal tentang Lampung di abad 17-18. Mengutip budayawan Iwan Nurdaya-Djafar (Lampung Post, 16 Januari 2011), saya berharap Lauddin dan HNM pun bisa menjadi semacam penyelamat masa depan sastra klasik Lampung.
 
Ada beberapa hal yang semestinya diupayakan bersama. Misalnya, penerbitan ulang HNM agar bisa disimak bersama bagaimana kondisi sosialkultural Lampung abad 17-18 lewat medium sastra (perniagaan, konflik horizontal, perlawanan terhadap kompeni, bahkan “budaya” korupsi dan kolusi pada masa itu). Jika memungkinkan, HNM dalam aksara Jawi bisa dilacak keberadaannya. Last, but not least, mencegah klaim bahwa Lauddin dan Hikayat Nahkoda Muda adalah milik bangsa lain. Tabik.
***

*) Arman A.Z., Penikmat sastra. http://sastra-indonesia.com/2011/03/lauddin-dan-hikayat-nakhoda/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar