Selasa, 20 Juli 2021

Sastra Gagal Dalam Pemberadaban

Putu Wijaya: Seperti Benda Asing di Awang-awang
 
Ipik Tanoyo
balipost.co.id
 
KEBANGKITAN sastra pada hakikatnya adalah kebangkitan masyarakatnya. Dalam kesusastraan dunia, karya-karya sastra monumental secara legendaris memberikan pengaruh dan tuntunan kepada peradaban. Bahkan, boleh dibilang dunia berubah oleh sastra. Moral dan citra manusia terarah oleh sastra. Demikian sastrawan Putu Wijaya mengutarakan pendapatnya dalam diskusi sastra di Bentara Budaya, Jakarta, Kamis (26/2).
 
Susastra adalah sastra yang memiliki kelebihan gengsi karena muatannya mengandung kegunaan untuk meningkatkan peradaban manusia. Meski hiburan atau klangenan adalah bagian dari potensi sastra, tetapi sasaran sastra yang utama adalah peningkatan buah budi kemanusiaan.
 
“Banyak bukti bahwa sastra bahkan mendahului pencapaian ilmu pengetahuan untuk membuka adab manusia ke depan. Jika sejarah secara rinci adalah saksi peradaban manusia ke belakang, ilmu pengetahuan potret manusia masa kini, maka sastra eksistensi manusia dalam seluruh dimensinya,” papar Putu Wijaya yang juga sutradara, pemain drama, sinetron dan film ini.
 
Dikatakannya, ketika seorang pengarang mulai menulis kesadaran bahwa dia akan menyentuh adab dunia, mungkin belum penuh bahkan bisa tak ada. Seorang pengarang bukan seorang ilmuwan yang menulis. “Sastra bukan risalah ilmiah walau memiliki kandungan pengetahuan. Sastra lebih banyak didorong oleh kebangkitan estetika secara personal di dalam diri seorang pengarang untuk mempergunakan bahasa sebagai senjata menumpahkan lintasan perasaan dan pikirannya,” urai Putu Wijaya.
 
Belakangan, mungkin saja ekspresi artistik yang personal dari seorang pengarang akan dirumuskan oleh para kritisi. Di situ kemudian seorang pengarang akan dinobatkan atau disulap menjadi seorang pemikir, pengamat dan pemikul beban dunia untuk memasuki masa (adab) yang lebih baik.
 
Di sisi lain, Putu juga menggarisbawahi ihwal sastra populer atau sastra pop. Sebuah karya yang hubungannya hanya sesaat dengan massa dan orang lain, mungkin akan menjadi karya populer. Digandrungi tetapi dalam waktu yang terbatas. Karya yang lain, yang menyangkut hal-hal yang lebih umum dan fundamental kemanusiaan, akan awet. Meski ada kemungkinan karya awet kurang populer, karena membahas masa yang belum ada dan membicarakan yang tidak kasat mata bagi setiap orang, tapi keawetannya akan menyebabkan dia menjadi panutan. Di situ sastra punya kesempatan mengompori adab.
 
Namun yang jelas, karya populer maupun karya yang awet, keduanya akan memiliki pengaruh kepada kehidupan dan manusia pembacanya. Apalagi kalau kehadiran itu disertai iklim yang membuat masyarakat percaya bahwa karya sastra bukan hanya hiburan (klangenan) tetapi juga pengetahuan. Sastra adalah ilmu yang disampaikan dengan cara bertutur, seperti nenek-nenek menitipkan kearifan lokal kepada cucu-cucunya lewat dongeng.
 
Media Massa
 
Banyak keluhan mengatakan sastra sudah ditinggalkan dalam kurikulum sekolah, tapi masih punya tempat di media massa meskipun cenderung berebut dengan berita-berita politik dan ekonomi yang lebih membius pembaca. Sastra masih dibaca, tetapi dalam jarak yang sedemikian rupa, sehingga ia tersisih dari kehidupan nyata. “Sastra seperti benda asing yang melayang di awang-awang. Tidak ada perasaan tertinggal pada masyarakat kalau tidak membaca sebuah karya baru. Berbeda dengan film dan musik yang sudah mulai merupakan kebutuhan masyarakat,” tegas Putu Wijaya.
 
Para sastrawan kondang seperti Hamka, Pramudya Ananta Toer, Chairil Anwar, Mangunwijaya, Umar Khayam, WS Rendra, Linus Suryadi, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Ayu Utami, Seno Gumira Ajidarma dan lain-lain sudah memberikan sumbangan yang nyata pada pemberadaban di Indonesia. Tapi segelintir nama itu saja masih belum dapat mengangkat bahwa sastra Indonesia sudah memberikan sumbangan pemberadaban. Sebab, kalau betul sudah, sastra Indonesia tidak akan terpuruk hanya sebagai pengemis dalam pembangunan, seperti adanya kini.
 
Dengan tegas Putu Wijaya mengemukakan bahwa sastra Indonesia umumnya masih dikategorikan sebagai hanya klangenan (hiburan). Tidak digubris apalagi dianggap sebagai ilmu oleh para pemimpin dan intelektual. Jadi, kalau mereka buta sastra, itu sah. “Sastra Indonesia tanpa pembelaan ketika terdepak dari kurikulum. Ditolak oleh beberapa sekolah ketika ada kesempatan bertemu dengan para sastrawan, karena jam untuk kelas matematika masih kurang atau ada tamu yang lebih penting akan datang (maksudnya bintang film),” kata Putu Wijaya.
 
Pada akhirnya, Putu menyimpulkan bahwa pemberadaban dengan sangat potensial bisa disumbangkan oleh agama, pendidikan, ilmu pengetahuan dan sesungguhnya sastra. Kita tidak akan membuka polemik dengan mengatakan keempatnya sudah gagal. Atau lebih baik dikatakan, belum terjadi sebagaimana seharusnya. “Saat ini, sesudah reformasi, kita merasakan pemberadaban tak berjalan. Berbagai kejadian yang mengejutkan terus mengucur setiap hari menyebabkan kita malah cenderung mengatakan yang ada sekarang adalah pemunduran peradaban,” papar Putu sembari menambahkan, tak semua sastrawan bersalah atas kenyataan bahwa pemberadaban oleh sastra tidak berjalan sebagaimana mestinya.
 
Tidak Serius
 
Pendapat senada dilontarkan oleh pengamat sastra Jakob Sumardjo dari STSI Bandung mengungkapkan bahwa kebutuhan sastra tentu masih tetap dibutuhkan oleh masyarakat modern Indonesia, terutama kaum terpelajarnya yang jumlahnya mencapai 20 persen jumlah penduduk. Kini kaum elit Indonesia tak kenal lagi sastra dunia atau sastra bangsa sendiri. Sastra tidak lagi menjadi kebutuhan nilai bagi hidup mereka. Sudan tentu mereka mengenal apa yang disebut sastra, dengan merujuk pada sastra populer yang memang berkembang sejak zaman kolonial.
 
“Sastra semacam ini mengandung nilai-nilai afirmatif yang tidak usah terlalu serius dibaca dari sastra tetapi langsung pada sumber-sumber ilmunya. Bagi mereka, sastra jenis ini adalah bagian dari pemenuhan kebutuhan klangenan atau relaksasi. Sastra sebagai bagian pembentuk peradaban tidak dikenal di kalangan kaum terpelajar sesudah kemerdekaan,” kata Jakob Sumardjo.
 
Sastra adalah kerja penafsiran realitas, menemukan sistem hubungan yang bermakna, dan mengaktualisasikannya dalam bentuk-bentuk simbol, karena hanya melalui simbol-simbol saja hakikat realitas yang tak tampak oleh sembarang orang diperlihatkan sastrawannya demi realitas itu kembali. “Orang-orang sastra tidak dapat berbuat banyak kecuali dapat mengubah kebutuhan nilai-nilai hedonistik menjadi kreatif pada masyarakat Indonesia,” tegas Jakob Sumardjo.
 
Ihwal nama-nama pengarang sastra populer dunia macam JK Rowling pengarang cerita “Harry Potter” maupun Habiburahman El Shirazi pengarang novel “Ayat-ayat Cinta” dan Andrea Hirata pengarang novel “Laskar Pelangi” tentu saja tidak dapat disejajarkan dan dibandingkan dengan pengarang-pengarang seperti Pramudya Ananta Toer, NH Dini, Chairil Anwar maupun WS Rendra. Pengarang-pengarang sastra populer namanya melejit, dielu-elukan massa, karyanya dicetak sampai 30 kali dan kaya raya. “Tapi harap dicatat, Pramudya bisa masuk nominasi hadiah Nobel, tapi Habiburahman maupun Andrea Hirata tidak mungkin dan tidak bisa,” pungkas Jakob Sumardjo.

01 Maret 2009 | BP http://sastra-indonesia.com/2011/10/sastra-gagal-dalam-pemberadaban/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar