Selasa, 29 Januari 2019

Senja Kala Ruang Sastra di Media?

Ni Made Purnama Sari 
Kompas, 14 Mei 2016

Sejak akhir abad ke-19, hadirnya ruang-ruang sastra di media massa cetak Indonesia telah membuka kemungkinan interaksi yang unik antara penulis dan pembaca. Hubungan keduanya bukan hanya sekadar berkreasi dan mengapresiasi, namun lebih jauh terbukti meregenerasi pengarang, yang muncul justru dari pengalaman mencermati karya-karya yang dimuat pada koran atau majalah. Kecenderungan ini pun mentradisi yang—sebagaimana kita tahu—turut membentuk pergaulan kreatif dan karakter kesusastraan di negeri ini.

Maka, ketika arus perubahan digital mulai mengepung, kita lantas mencemaskan, setidak-tidaknya oleh publik sastra Indonesia, apakah mungkin suatu tradisi susastra ini, yang memang telah melahirkan sederetan nama-nama cerpenis, novelis, kritikus, serta penyair ternama kita, akan tetap bertahan?

Berikutnya berlanjut pada pertanyaan: mungkinkah ruang-ruang digital, termasuk sosial media di dalamnya, dengan segala kebebasan dan keterbukaan berekspresinya, mampu merekahkan tulisan-tulisan sastrawi yang bernas dan berkualitas sebagaimana selalu dijaga para redaktur media massa yang secara hati-hati mengkurasi pemuatan karya para pengarang?

Diskusi “Senjakala Ruang Sastra di Media” yang digelar di Gedung OLVEH, Jakarta (28/04) membedah masalah-masalah tersebut. Keempat pembicara, antara lain Agus Noor (sastrawan), Djenar Maesa Ayu (novelis), Putu Fajar Arcana (redaktur budaya Kompas, sastrawan) dan Triyanto Triwikromo (cerpenis dan penyair yang juga redaktur pelaksana Harian Suara Merdeka), dalam argumentasinya masing-masing sepakat bahwa ruang sastra di media telah berpengaruh signifikan bagi bersemainya budaya bersastra di Indonesia.

Sastra Koran vs Laman Digital?

Tatkala peran media massa sebagai ruang berkarya sekaligus “patron” susastra terancam oleh tutupnya halaman prosa, puisi maupun esai-kritik, sebagian dari khalayak kita rupanya masih ragu-ragu memandang dunia digital sebagai wadah baru penciptaan. Alam sosial media dan internet dipandang terlalu memberikan “kemerdekaan”, di mana seseorang dapat dengan mudah memuatkan cerita ataupun puisinya dalam aneka motivasi—meliputi di antaranya apa yang oleh Triyanto disebut sebagai sastra-selfie, yakni sastra cenderung asyik-asyik sendiri.

Triyanto mencermati bahwa seolah ada dikotomi antara media cetak dan digital. Pemuatan karya cetak dipandang mencerminkan kualitas sementara postingan di sosial media, blog, atau situs media online hanyalah sebagai media berekspresi—yang nyaris tanpa kurasi. Dia menegaskan, perubahan menuju zaman digital tidaklah terelakkan. Pengarang, tambahnya selaras dengan pendapat Djenar, harus berani masuk ke dalam dunia baru ini seraya secara kreatif memanfaatkan kemungkinan intertekstualitas tak tepermanai.

Pandangan Triyanto bukannya tanpa alasan. Berbeda dengan laman internet, frekuensi pemuatan karya di ruang sastra media massa memang terbatas. Terbit seminggu sekali dengan maksimal 52 edisi dalam setahun menimbulkan kompetisi tingkat tinggi. Tulisan yang berhasil lolos tak ayal dianggap sebagai kelas tersendiri, yang oleh Agus Noor dinilai sebagai semacam legitimasi kehadiran seseorang sebagai sastrawan—kendati Putu Fajar Arcana kemudian mengingatkan, bahwa keberadaan ruang sastra di sebagian besar surat kabar setiap hari Minggu awalnya adalah memberikan nuansa berbeda dari pemberitaan koran yang menyampaikan fakta-fakta setiap harinya.

Ruang sastra di koran mulai dianggap serius justru akibat kian redupnya majalah-majalah yang memuat sastra dan budaya, sebut saja Poedjangga Baroe, Budaya, Prosa, termasuk Horison. “Apalagi ketika Kompas menerbitkan buku Cerpen Pilihan Kompas tahun 1992, sastra koran tidak bisa lagi dianggap sepele. Pertumbuhan dan perkembangan sastra dilihat dari koran-koran,” tambah Putu Fajar Arcana.

Bila penulis berebut laman pemuatan, maka ruang-ruang sastra di media belakangan berkompetisi dengan berita, atau bahkan promosi iklan. Kepentingan finansial acap menjadi pertimbangan atas pengurangan halaman sastra, sebagaimana pengalaman Triyanto dalam mengelola Harian Suara Merdeka. Dari yang semula bertujuan memberikan selingan mingguan, halaman sastra kemudian terancam ditiadakan lantaran tidak signifikan membuahkan iklan—yang membuat beberapa koran terpaksa bernegoisasi mengubah waktu terbit bagi kolom puisi maupun prosa. Lainnya bahkan harus menutup halaman sastranya, atau berhenti melanjutkan terbitan medianya sebagaimana yang terjadi pada Sinar Harapan belum lama kemarin.

Menyaksikan semua ini, senjakala ruang sastra di media massa sungguhkah memang seakan suatu keniscayaan: tradisi kepengarangan yang tergerus akibat perubahan di segala lini?

Masalah Sastra

Ekspresi dan apresiasi atas kebahasaan, khususnya kesusastraan di media massa, belumlah panjang umurnya dan itu pun terjadi dalam konteks yang seolah patah-tumbuh hilang-berganti: dari satu surat kabar ke koran lain, dari sebuah majalah ke terbitan berikutnya. Keberadaan ruang-ruang sastra selama ini tidak berjalan berkesinambungan atau secara kontinyu lagi konsisten memberikan ruang sastra demi menghargai capaian karya penulis-penulis kita, yang selama bertahun-tahun terus bersetia berkarya.

Baik Triyanto maupun Fajar Arcana sama-sama menegaskan bahwa kelangsungan ruang-ruang sastra di media sangat bergantung pada sosok-sosok sastrawan pengampunya, yang secara ideologis menumbuhkan semangat bersastra kepada lapis penerusnya atas nama kesadaran literasi. “Ruang sastra hampir tidak pernah menjadi keputusan sistemik dari sebuah penerbitan umum,” ujar Fajar Arcana.

Peran utama ruang sastra di media dalam melestarikan budaya literasi memang tidak terbantahkan. Kehadirannya tetap perlu dipertahankan bukan semata atas pertimbangan kesejarahan ataupun tradisi interaksi penulis dan pembaca, melainkan lebih sebagai daya dukung sekaligus perjuangan bahwa sastra masih dipandang penting maknanya.

Dalam dunia kini yang menawarkan kemudahan secara segera, ringkas dan hampir serba ‘instan’, seyogyanya media massa tetap tampil sebagai lembaga yang benar-benar menghargai intensitas kebahasaan dalam aneka wujud pengungkapannya, termasuk di dalamnya susastra. Apalagi kiranya semangat dan hakikat idealisme susastra dengan esensi media massa tidaklah berseberangan, sebagaimana pendapat Adinegoro sang pionir jurnalistik, bahwa berita merupakan pernyataan antarmanusia yang dikabarkan seluas-luasnya demi aneka tujuan penting bagi masyarakat. Keduanya terbukti dapat saling menyempurnakan, seperti yang dicerminkan dalam penganugerahan Nobel Sastra 2015 kepada penulis perempuan Svetlana Alexievich atas karya-karyanya yang menuturkan kenyataan penuh empati, paduan antara jurnalisme dan sastrawi.

Selanjutnya, persoalan senjakala ruang-ruang sastra di media massa jangan hanya berhenti menjadi permasalahan publik sastra semata. Sebab tentulah kita sama memahami, bahwa upaya memuliakan bahasa melalui susastra sejalan pula dengan niatan kita dalam merawat nilai-nilai besar dan esensial, sebutlah kemanusiaan, kebangsaan, kebudayaan atau bahkan keberpihakan kepada yang terpinggirkan—suatu hal yang senantiasa hidup penuh harap dalam diri setiap manusia, sebuah impian yang dipersembahkan menjadi karya, entah apapun wujudnya. Sastra, dengan ekspresinya yang bebas, mencerminkan tradisi panjang nusantara yang telah teruji, dan menyiratkan amanat hati nurani rakyat, adalah salah satunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar