Rabu, 26 Februari 2020

Bertualang Bersama Puisi Nezar Patria

Arif Saifudin Yudistira *

Menulis puisi adalah cara kita bertahan untuk tak selalu masuk dalam lorong gelap kehidupan. Puisi adalah jalan untuk mengambil jarak. Jarak antara kehidupan dengan imajinasi, gagasan, atau pikiran kreatif. Seorang penyair mengambil jarak itu untuk mengendapkan apa yang ia sentuh, dan rasakan ke dalam puisi. Afrizal Malna menyebut proses berpuisi seperti melarikan diri dari kenyataan. Ia menulis dalam esai panjang berjudul Rasionalisasi Atas Pengalaman Kreatif (1999) : Kesunyian itu adalah puitik, adalah pemberontakan, sebab saya melarikan diri dari kenyataan sehari-hari saya. Saya tidak bisa mengingatnya lagi dengan pasti, gejolak seperti apa yang terjadi saat itu.

Meskipun puisi mengambil jarak dari realitas. Kita perlu mengingat kata-kata Goenawan Mohamad di bukunya Kesusasteraan dan Kekuasaan (2003) : persyaratan puisi yang paling esensial ialah kenyataan. Tak ada puisi tanpa realitas. Tak ada kesusasteraan, dan bentuk seni apa pun, apabila ia bertolak dari sana, karena kita tidak bisa berseru, seperti Tuhan, “Kunfayakun!”.

Puisi, meski tercipta dari ruang yang berjarak antara realitas, ia juga merupakan proses dialektik. Di saat itulah, puisi merupakan sebuah saripati daripada sebuah permenungan, pemikiran, dan gagasan penyair. Di puisi, kita menemukan emosi pula yang membawa kita hanyut, tercenung, diam, serta hanyut dalam hening tak berkesudahan. Mungkin karena itulah, puisi selalu menarik untuk dibaca ketimbang slogan. Puisi memiliki misteri, kadang juga menyimpan kejutan. Ada yang tak terduga, dan membuat kita (pembaca) takjub seketika setelah usai membacanya.

Buku puisi Di Kedai Ah Mei (2018) dari Nezar Patria mengajak kita (pembaca) untuk bertualang ke dalam dunia yang tak terduga. Dari perasaan bahagia ke duka, dari ramai ke sunyi, dari terang ke gelap yang kedap. Hal ini bisa kita lihat dari halaman-halaman di buku puisi ini yang disusun secara tak runtut, tertib dan satu tema.

Kita kutip saja bait yang ditulis oleh penyair yang sedang khusyuk memanggil Tuhannya : Ya Rabb, jangan tinggalkan aku/ sendiri di gurun sunyi/ terbenam di laut berkalang lumut/ terapung abadi di tepi galaksi (Di Bentangan Gurun). Di puisi ini, kita melihat diksi tak sekadar estetis, romantik, tapi juga mampu menghadirkan nuansa religius.

Pada puisi lain kita diajak untuk ikut merasakan pilu, atas luka dan sejarah masa lalu. Kita tahu, orde baru menyisakan trauma, luka. Penyair menghadirkan ingatan akan kekejaman, luka melalui adegan keseharian : menyeduh kopi. Dia menyeduh kopi/ di sebuah kedai/ dilepaskannya dekap/ dari luka yang kedap. Puisi ditutup dengan kesimpulan yang membuat pembaca tercenung. Di parak cahaya pagi/ ada sebuah koor/ dan arak-arakan si dictator/ yang ingin kembali (Dia Menyeduh Kopi).

Kita juga bakal menemu puisi sejenis yang menyoroti bagaimana luka dilukiskan dengan adegan yang sederhana dan mengena. Kalau di puisi sebelumnya kita akrab dengan kopi, kini kita beralih pada teh. Seceret teh menyeduh apa saja yang pahit : /bebunga krisan dan pucuk lotus/ aku meneguknya, menebus semua rindu/ dan dosa yang tak terhitung sempoa (Di Kedai Teh Ah Mei). Puisi ini menyiratkan dua hal sekaligus. Pelaku kejahatan yang sedang menikmati hari senggangnya. Sekaligus perasaan si penjahat yang dipaksa mengingat kejahatannya melalui momen minum teh. Nama Ah Mei tentu mengajak imaji pembaca menengok masa lalu orde baru yang mendiskreditkan, membantai, kaum Tionghoa. Hingga akhir 98 pun kita masih melihat perlakuan, bahkan kejahatan pada warga negara Indonesia yang berasal dari etnis Cina.

Perjumpaan

Puisi-puisi Nezar Patria diakui tak lahir dari ruang hampa. Ia lahir dari kontemplasi serta realitas kesehariannya. Di tempat-tempat seperti kafe, kedai teh, bioskop, selembar kartu pos, sepotong berita di meja kerja membuat batin penyair ikut berdesir. Tak ingin lekas menghilang, Nezar mengabadikan momen-momen itu ke dalam puisi.

Pembaca bisa lekas tahu bahwa penyair singgah, hadir, dan intim mengunjungi tempat-tempat yang hadir dalam bait, maupun judul puisi yang diciptakannya. Pada akhirnya meski tak sepenuhnya menyembunyikan jejak-jejak dari petualangan batinnya, penyair mampu mengemas puisinya menjadi bertenaga. Hidup hanya sehimpun piksel/baik dan jahat bertukar tempat/ dengan akhir tak minta dikenang (Di Video Game). Deskripsi video game menjadi menarik saat ia bisa berhubungan jauh keluar dari kotak kecil, sempit. Penyair membawa pembaca masuk jauh ke dalam dunia yang bisa melompat dari imaji ke kenyataan. Dari kenyataan ke relung imajinasi. Di puisi ini, penyair tak hanya membawa diksi di sekitar tempat video game, tapi membawa suasana trenyuh (prihatin) saat video game jadi ruang alienasi.

Jokpin dalam pengantar buku puisi ini memberikan gambaran buku puisi ini melalui kalimat singkat : Di balik sajak-sajak yang terkumpul secara acak, sesungguhnya ada benang merah imajinasi yang-disadari atau tidak oleh penulisnya- mempertautkan sajak “ini”dengan sajak “itu”. Pada buku puisi ini, pembaca bakal menemukan puisi politik yang dikemas romantik yang disinggung pula oleh penyair pada kata pembuka. Pembaca bisa menyimak kutipan berikut : apa beda hijau, kuning, biru/ dan dusta hitam mascara/ di bulu matamu? (Di Musim Pemilu). Ada upaya untuk mengkritik tapi tak lugas, ada satire, tapi tak gamblang. Melalui nukilan puisi ini pembaca diajak untuk merenung kembali betapa dusta dan tipu daya harus selalu diwaspadai saat pemilu. Yang unik saat penyair menyindir kita dengan bait penutup berikut : Di musim pemilu/ ada pesan hujan yang tak terlihat/ dan kita tak juga pulih/ dari sebuah pingsan purba.

Buku puisi Di Kedai Ah Mei (2018) mengajak kita bertualang ke tempat-tempat tak terduga di setiap halamannya.  Puisi-puisi Nezar Patria bukan hanya kuat secara diksi maupun tema, ia juga mampu menyentuh emosi dan mengaduk-aduk batin kita. Bersama puisinya, batin kita seolah diajak ke dalam dunia yang luas dan tak terduga.

Judul Buku: Di Kedai Teh Ah Mei
Penulis: Nezar Patria
Penerbit: Diva Press
Tahun: Juli 2018
Halaman: 68 Halaman
ISBN: 978-602-391-584-2
___________________
*) Arif Saifudin Yudistira, Alumnus UMS. Pegiat Bilik Literasi SOLO. Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com, Pengasuh MIM PK Kartasura, tuan rumah Pondok Filsafat Solo. Tulisan-tulisannya termuat di pelbagai media. Solo Pos, Koran Jakarta, Jawa Pos, Suara Merdeka, Media Indonesia, Joglosemar, Radar Surabaya, Lampung Pos, Majalah Bhinneka, Suara Muhammadiyah dan lain-lain.
https://bukuonlinestore.com/bertualang-bersama-puisi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar