Gandra Gupta
jawapos.co.id
Penilaian Bali sebagai gudangnya seniman nampaknya tak berlebihan. Dari seniman tradisional hingga kontemporer semua ada. Pun dengan penyairnya, yang leluasa beraktivitas, berkarya, tanpa terkotak-kotak kepentingan duniawi industri pariwisatanya.
Sebut saja nama I Gusti Ngurah Putu Wijaya atau yang dikenal dengan sebutan Putu Wijaya, tak pelak orang pun taka sing dengannya. Pria kelahiran Puri Anom, Tabanan, 11 April 1944 silam, ini adalah sosok seniman serba bias, yang melahirkan banyak karya fenomenal. Di antaranya novel Putri. Di khasanah puisi, dia sempat meraih gelar juara lomba puisi Suluh Indonesia Bali, beberapa tahun silam.
Seniman yang diakrabi dengan topi khasnya ini juga peshor dalam penulisan skenario film, juga drama. Karya-karyanya banyak jadi rujukan dan panduan sastrawan di tanah air.
Atau almarhum I Made Sanggra, tokoh sastra Bali modern yang dikenal lewat cerpen Ketemu Ring Tampaksiring yang berbahasa Bali. Sosok yang satu ini di tahun 1988 dikenal lewat buku puisinya Kidung Republik dan berhasil jadi yang terbaik dan meraih penghargaan Rancage. Penghargan prestisius jagat sastra nasional, yang dimotori budayawan, Ayip Rosidi.
Perkembangan sastra khususnya puisi di pulau Seribu Pura ini terus tumbuh dan berkembang. Salah satu yang "episentrum" dari "kawah sastra" angkatan muda itu adalah Umbu Landu Paranggi. Pria kelahiran Kananggar, Paberiwai, Sumba Timur, NTT, 10 Agustus 1943 silam, ini sangat memberi warna. Pendiri komunitas penyair Malioboro, Jogjakarta, di tahun 1970-an, ini punya andil spesial.
Penyair "mistis" ini setelah hijrah ke Bali, di era 1980-an. Dia pun dipercaya mengasuh rubrik di harian Bali Post, koran lokal tertua di pulau ini. Berkat asuhan mantan guru budayawan mbeling asal Jombang, Jatim, Emha Ainun Nadjib dan mendiang Linus Suryadi itulah, gairah perpuisian di pulau wisata ini makin menggeliat.
Apalagi setelah itu bermunculan sanggar sastra. Macam Sanggar Minum Kopi (SMP). Sejumlah nama penyair bermunculan dari sini. Di antaranya Warih Wisatsana, Tan Lioe Ie, Nuryana Asmaudi, Wayan "Jengki" Sunarta, Putu Fajar Arcana, Cok Sawitri, Raudal Tanjung Banua, Pranita Dewi, Putu Vivi Lestari, Komang Ira Puspitaningsih dan lainnya."Saya banyak belajar juga dengan Pak Umbu (Umbu Landu Paranggi). Kami dulu bergerilya ke sekolah-sekolah dan sanggar, untuk pembinaan dan memberi motivasi, " kata Asmaudi, murid sekaligus sahabat Umbu."Dia itu sosok motivator bagi penyair muda di Bali," aku Tan Lio Ie.
Begitu menggeliatnya perkembangan sastra khususnya puisi di Bali, tentulah menarik. Kenapa? Karena tak ada masa depan jelas bagi para penyair itu bila dihitung dari sisi materi duniawi, sebagaimana pariwisata yang telah menjadi industri.
Mengapa mereka bertahan? Asmaudi punya cerita tersendiri. Pria kelahiran Jepara, Jateng, 10 Maret 1965 silam, ini terlahir sebagai anak ketiga dari 12 bersaudara. Itu belum anak dari istri dari sang ayah dulu, yang punya anak dua orang." Saya yang "tersesat" (sebagai penyair) hehehehe," katanya, terkekeh.
Maksudnya, orang tuanya almarhum Amuin dan Maimunah, tidak ada yang jadi seorang seniman. Ayahnya sendiri adalah seorang veteran. Sementara sang ibu adalah pensiunan guru di Departemen Agama.
Saat sekolah, dia memilih sekolah teknik negeri (STN) jurusan ukir. Di sekolah yang setingkat SMP itu, dia memang memiliki kecenderungan untuk belajar menulis. "Tapi, saya tidak pernah merencanakan kelak jadi seorang penyair," ucapnya.
Itu dibuktikan dengan kelanjutan sekolahnya, Sekolah Menengah Industri Kerajinan (SMIK) masih di kota kelahiranya. Dengan mengambil jurusan lukis batik. Itu dia ambil, melihat persaingan di ukir yang begitu sengit. "Saya setelah tamat malah pindah ke Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Walisongo di Kudus. Ngambil jurusan ushuluddin, aqidah dan filsafat. Itu kan makin tidak nyambung, ya?" sekenanya.
Tapi, di sekolah tinggi ini. Untuk beberapa saat. Dia menemukan atmosfer lain. Ada pers kampus. Asmaudi pun kembali berkutat ke tulis menulis. Dan mulai ada pilihan, untuk terjun ke bidang tersebut."Mungkin ( baru di Kudus dunia tulis menulisnya berkembang), karena di Jepara, pergaulan sastra saya belum bertemu. Kalau ada pun penyair di sana (Jepara), saya belum ketemu. Jadi waktu kuliah saya putuskan di sastra," katanya.
Di Kudus, selain mendirikan komunitas sastra. Dia juga bergabung dalam teater. Kerap kali, karyanya disiarkan di radio manggala, yang fokus ke sastra. Di tahun 1990, salah satu puisinya masuk 10 Terbaik, lomba cipta puisi nasional, yang diselenggarakan Sanggar Minum Kopi.
Tapi, saat itu karena sedang mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN), dia tak berangkat ke pulau ini. Dan baru di tahun 1996, kesempatan ke Bali ada. Dia pun tinggal dan bergabung bersama Umbu.
Alur hidup yang menarik, juga diungkap Warih Wisatsana. Lelaki yang kumpulan puisinya Ikan TerbangTak Berkawan diterbitkan tahun 2003 ini, saat duduk di bangku SMP, sudah kepincut dengan puisi. "Saya waktu itu di Klaten dan Salatiga. Dalam puisi, saya lama kelamaan saat mencoba mengembangkan pertanyaan mendasar dari hidup. Dari mana dan mau ke mana hidup ini. Apakah sebenarnya keberadaan kita dalam hidup ini? Timbullah satu kegelisahaan yang lambat laun, menemukan bentuk kreatifnya dalam seni bahasa, seni puisi," paparnya.
Wisatsana pun merantau ke Bali, sebelum akhirnya bertemu dengan Umbu juga. "Saya tidak diajarkan menulis (oleh Umbu), tapi melihat keindahan dan kesadaran terutama dalam olah kata," ungkapnya.
Ada lagi cerita lagi dari Tan Lioe Ie. Dia juga memiliki jalan nasib yang hampir sama. Sewaktu kecil suka menggambar, dan untuk selanjutnya pindah jalur ke musik. Sebelum akhirnya memilih puisi sebagai jalan hidup.
Awalnya semacam outlet psikologis dalam kesenian yang bagus. Dan, untuk selanjutnya layaknya candu untuk kepuasan batinnya. "Saya justru begini, tidak melahirkan puisi saya bingung," tandas seniman yang menyayangi rambutnya untuk dipotong itu.
Bicara tentang penampilan, ada penyerataan menarik diungkap Asmaudi, yang terkesan rapi, dengan baju dimasukkan ke celana panjang, bak pegawai kantoran."Kalau saya ya begini ini, dalam hidup sehari-hari perilaku pikiran dan ucapan harus tertib dan normal. Kalau bicara imajinasi, misalnya karya liar kita harus liar juga. Imajinasi liar boleh. Nulis tentang mati, kita harus mati juga. Saya selalu rapi, pakai sepatu dan kemeja," ungkapnya.
Di bagian lain, Wayan "Jengki" Sunarta. Seniman muda asal Kesiman, Denpasar, ini tertarik puisi setelah melihat rangkaian indah kata-kata yang di susun teman satu bangkunya, di SMPN 8 Denpasar. Padahal, dia sempat bercita-cita ingin jadi tentara atau dokter, sebagaimana umumnya anak-anak.
Tapi Jengki telah "tertular" seiring bertambahnya umur, dia berkenalan dengan Wayan Langgeng alias Mangku Bajra. Omnya, yang juga seorang seniman. Ternyata kawan dekat Umbu. Saling tukar pikiran pun terjadi, mengalir begitu saja. Hingga akhirnya, Jengki eksis sampai sekarang. "Bakat saya betul-betul digempleng di Sanggar Minum Kopi," jelasnya.
Ditambah, saat kuliah di Fakutas Sastra Universitas Udayana (FS-Unud), jurusan Antropologi. Jengki pun aktif setelah sanggar yang dimaksud bubar. Dari diskusi teater dan lainnya." Terus terang saya sebenarnya pecinta semua seni. Termasuk seni tradisional. Cuma, karena saya tidak bisa menari, saya lebih intens ke sastra modern, " kata penggemar batu permata tersebut. "Kalau dandan, saya memang lebih senang pakai sandal jepit. Baju dikeluarin, lebih enjoy rasanya. Lebih nyaman saja," ungkapnya.
***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Jalal
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Abdoel Moeis
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdullah Harahap
Acep Zamzam Noor
Achi Breyvi Talanggai
Achiar M Permana
Aditya Ardi N
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Gaus
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Fatoni
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akrom Hazami
Al Azhar Riau
Alang Khoiruddin
Albert Camus
Albertus Prasetyo Heru Nugroho
Aldika Restu Pramuli
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alia Swastika
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aming Aminoedhin
An. Ismanto
Ana Mustamin
Andhika Dinata
Andong Buku #3
Andong Buku 3
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardi Wina Saputra
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asrul Sani
Astrikusuma
Ayung Notonegoro
Azizah Hefni
Badrul Munir Chair
Bahrum Rangkuti
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin
Benee Santoso
Beni Setia
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hatees
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Cak Sariban
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chusnul Cahyadi
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Damiri Mahmud
Danang Ari
Danarto
Daoed Joesoef
Darju Prasetya
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
di Bentara Budaya Yogyakarta
Dian Sukarno
Dick Hartoko
Didin Tulus
Din Saja
Diskusi
Djohar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dodit Setiawan Santoso
Donny Anggoro
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Tunas
Emha Ainun Nadjib
Erik Purnama Putra
Esai
Evan Ys
F. Aziz Manna
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Alayubi
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gusti Eka
H.A. Karomani
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Happy Widiamoko
Hardy Hermawan
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Haris Firdaus
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hazwan Iskandar Jaya
HB Jassin
Helvy Tiana Rosa
Hendri R.H
Herry Lamongan
Herta Muller
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Gusti Ngurah Parthama
I Nyoman Tingkat
I Putu Sudibawa
IBM Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Ika Feni Setiyaningrum
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Nawawi
Iman Budhi Santosa
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Ipik Tanoyo
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iva Titin Shovia
Iwan Simatupang
J Anto
Jefrianto
Jhumpa Lahiri
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Junaidi Khab
Jurnalisme Sastrawi
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardi Asih
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kiki Astrea
Koesalah Soebagyo Toer
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kuntowijoyo
Kurnia Effendi
Kurniasih
Kurniawan
Kuswaidi Syafi’ie
Kuswinarto
L.K. Ara
Laila Putri Rizalia
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Linus Suryadi
Literasi
LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu)
M Fadjroel Rachman
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
Mahbib
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mariana A Sardino
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Masuki M. Astro
Matdon
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Moh Khairul Anwar
Moh. Husen
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Ali
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Rasyid Ridho
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musfeptial Musa
Muslim Basyar
Mustafa ismail
Mustakim
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Neli Triana
Nelson Alwi
Nezar Patria
Ni Made Purnama Sari
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Nobel Sastra
Noor H. Dee
Nur St. Iskandar
Nur Taufik
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Pagelaran Musim Tandur
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Penerbit Pelangi Sastra
Pentigraf
Pidato Kebudayaan
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Politik
Pramoedya Ananta Toer
Priska
Priyo
Prosa
Puisi
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qomarul Adib
R. M. Sutjipto Wiryosuparto
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahadian Bagus
Rahmadi Usman
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Ridwan
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Rodli TL
Ronny Agustinus
Rosidi
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini K.M.
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sanusi Pane
Sapardi Djoko Damono
Sastra dan Kuasa Simbolik
Satu Jam Sastra
Saut Situmorang
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Indonesia
Sergi Sutanto
Shella
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sides Sudyarto DS
Sigit Sugito
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siti
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Hadi Purnomo
Soe Hok Gie
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sri Harjanto Sahid
St. Takdir Alisjahbana
Subagio Sastrowardoyo
Sumargono SN
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaifuddin Gani
Syamsudin Walad
T Agus Khaidir
Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thomas Ekafitrianus
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Pustaka Pujangga
Toto Sudarto Bachtiar
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Umar Kayam
Umbu landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Universitas Jember (UNEJ)
Veven Sp Wardhana
Veven Sp. Wardhana
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Triono KS
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widodo DS
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wizna Hidayati Umam
Wuryanti Puspitasari
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yok's Slice Priyo
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yos Rizal S
Yudha Manggala P Putra
Yudhi Fachrudin
Yulhasni
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Zadie Smith
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar