Senin, 25 Mei 2020

Peta Perkembangan Komunitas Sastra di Lamongan dan Sekitarnya *

Alang Khoiruddin **

Pembicaraan terkait dengan peta perkembangan komunitas sastra Indonesia di Jawa Timur sebenarnya telah lama dilakukan dan diupayakan oleh para pemerhati, terutama oleh para peneliti Balai Bahasa Jawa Timur. Dari hasil pembicaraan dan sejumlah penelitian tersebut barangkali dapat disimpulkan bahwa perkembangan sastra di suatu daerah memang tidak dapat dilepaskan dari peran komunitas sastra yang ada di masing-masing daerah. Tak terkecuali di Lamongan.

Lamongan yang secara geografis sebagai kabupaten kecil, agaknya perlu bersyukur dalam hal gerakan kebangkitan sastra dan kehidupan literasinya. Dibandingkan dengan daerah sekitarnya: Tuban, Bojonegoro, Gresik, Jombang dan Mojokerto, boleh dibilang Lamongan memiliki infrastruktur kesastraan yang lebih memadai. Selain ditunjang oleh beberapa komunitas sastra dengan cakupan wilayah kerja yang berbeda, Lamongan juga diuntung-kuatkan oleh banyaknya penerbit buku sastra. Dua hal itulah yang barangkali dapat digunakan sebagai alat untuk melihat peta perkembangan komunitas sastra di Lamongan maupun di sekitarnya.

Komunitas Sastra-Teater Lamongan (Kostela)

Membicarakan geliat-kehidupan kesusastraan Lamongan hari ini tentu saja tidak dapat dilepaskan dari peran yang dimainkan oleh Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan). Kostela menjadi motor penggerak kehidupan sastra di Lamongan. Komunitas yang berdiri di penghujung tahun 1999 ini awalnya bergerak dalam bidang teater namun di kemudian hari lebih dikenal aktivitas kesusastraannya setelah bergabungnya Herry Lamongan. Lahirnya Kostela menandai babak baru perkembangan sastra Lamongan.

Setelah lahirnya Kostela, kehidupan sastra di Lamongan benar-benar tampak hidup dan dinamis. Sebagai ikon kebangkitan sastra Lamongan, setidaknya kehadiran Kostela dapat dicirikan ke dalam beberapa hal. Pertama, Kostela merupakan komunitas sastra Lamongan  yang lahir saat kegelisahan dan kelesuhan luar biasa. Belum adanya komunitas yang menjadi wadah berkumpul antar sesama orang yang telah melakukan proses kreatif. Masa sebelum ini yang ada hanya laku personal penulis, belum ada bimbingan, pergesekan pemikiran dalam komunitas yang memberikan wawasan bagi para penulis yang terlibat di dalamnya. Setelah lahirnya Kostela kecakapan menulis ditularkan saling belajar, berbagi dan memberi apresiasi.

Kedua, Kostela-lah yang mulai membangun pondasi kreativitas dan apresiatif secara terstruktur. Meskipun Kostela adalah organisasi yang ‘tak jelas’, dalam arti organisasi yang tanpa ketua namun hampir seluruh kegiatan Kostela terstruktur rapi. Harus diakui komunitas ini mempunyai prestasi yang luar biasa dalam membangkitkan kreativitas, pengkaderan serta membangun wacana diskusi lewat Candrakirana  yang sampai hari ini telah lebih dari 150 purnama diadakan. Ketiga, Kostela memiliki jelajah yang lebih jauh dibanding komunitas-komunitas yang lain. Dalam istilah yang sering saya katakan, Kostela dapat dianggap sebagai ‘poros’ atau induk komunitas sastra yang ada di Lamongan.

Lahirnya Kostela membawa perubahan besar bagi perkembangan sastra di Lamongan. Tidak hanya pada aspek kreativitas, kekaryaan, discoursus kesastraan tapi juga pada aspek emosional. Sejumlah kegiatan yang  pernah diadakan secara rutin oleh Kostela seperti Candrakirana, Safari Sastra, penerbitan majalah sastra Indupati, dan penerbitan buku menjadi semacam ‘pupuk’  yang mampu menumbuhkembangkan kehidupan sastra di Lamongan menjadi lebih subur. Setidaknya melalui kegiatan-kegiatan tersebut, sastra Lamongan mulai menggeliat, hidup, berkembang dan dikenal oleh publik sastra di luar Lamongan.

Setidaknya tercatat beberapa nama pesohor sastrawan yang pernah muncul dan terlibat dalam diskusi sastra Candrakirana di antaranya: Herry Lamongan, Cak Sariban, Nurel Javissyarqi, Syarifuddin Deha, Timur Budi Raja, Mardi Luhung, Gampang Prawoto dan baru-baru ini S. Jai. Dari Kostela pula lahir nama seperti Pringgo Hr, Sutardi, Bambang Kempling, Alang Khoiruddin, Ahmad Syauqi Sumbawi, Ahmad Zaini, Saiful Anam Assaibani, Imamuddin SA, Rodli Tl, A. Rodhi Murtadlo, Haris Del Hakim, Heri Listianto dan lain-lain.

Peta Perkembangan Komunitas Sastra Lamongan Mutakhir

Kiprah Kostela sebagai penggerak sastra di Lamongan sampai hari ini belum tergantikan. Meski sempat beberapa kali mandeg dalam menjalankan aktivitas berkeseniannya, namun komunitas ini tetap melakukan aktivitas-aktivitas dalam ruang yang terbatas. Setelah tahun 2009 para anggotanya lebih banyak melakukan aktivitas kreatifnya dengan membentuk komunitas baru dan menjadi pendorong-penggerak sastra di ‘ruang’ barunya masing-masing. Misalnya, Rodli Tl yang kemudian memfokuskan kegiatannya di Sanggar Bahasa Kampung ‘Sangbala’, Nurel Javissyarqi dengan Penerbit Pustaka Pujangga, Forum Sastra Lamongan (FSL) dan beberapa blog sastranya, Ahmad Sauqi Sumbawi dengan Rumah baca-belajar Semesta Hikmah, Alang Khoiruddin dengan Forum Penulis dan Pegiat Literasi (FP2L) Lamongan dan penerbit Pustaka Ilalang-nya, Saiful Anam dengan sanggar LA Ros dan Literacy Institut-nya dan lain-lain.

Selain beberapa komunitas sastra di atas, terdapat juga komunitas yang secara spesifik memfokuskan kerjanya pada ruang terbatas yaitu Komunitas GU yang dimotori oleh Nur Kholis Huda dan Indie Literary Club (ILC) yang didirikan oleh Iva Titin Shovia dan Fatimah Kimora. Komunitas GU berdiri pada tahun 2016, beranggotakan para guru Sekolah Dasar yang memiliki hobi menulis. Oleh karena itu tak heran jika Komunitas ini memfokuskan kerjanya pada pendokumentasian karya-karya sastra maupun esai pendidikan karya para guru di tingkatan Sekolah Dasar terutama sekolah negeri. Sedangkan Indie Literary Club (berdiri tahun 2018) memulai kegiatannya dengan mengadakan diskusi dan pelatihan menulis melalui media online. Komunitas yang kebanyakan beranggotakan kaum perempuan ini sudah beberapa kali menerbitkan buku hasil dari diskusi dan pelatihan menulis via online.

Perkembangan komunitas sastra di Lamongan tidak hanya menyasar pada penulis yang tinggal di jalur pertengahan kota tapi juga merata penyebarannya di Lamongan bagian utara-pantura. Tahun 2018 lahir komunitas Rumah Budaya Pantura (RBP) yang dibina oleh Hari Nugroho. Salah satu pegiat komunitas ini adalah Deni Jazuli seorang seniman jebolan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Komunitas seni, budaya dan literasi ini diinisiasi oleh Japfa Foundation, sebagai bentuk kepedulian terhadap pengembangan SDM dari aspek budaya dan seni terutama yang ada di daerah pantura-Paciran Lamongan.

<a href="http://sastra-indonesia.com/wp-content/uploads/2020/01/Peta-Perkembangan-Komunitas-Sastra-di-Lamongan-Sekitarnya.jpg"><img src="http://sastra-indonesia.com/wp-content/uploads/2020/01/Peta-Perkembangan-Komunitas-Sastra-di-Lamongan-Sekitarnya-236x375.jpg" alt="" width="236" height="375" class="alignnone size-medium wp-image-31740" /></a>

Komunitas Penerbit Buku Sastra di Lamongan

Fenomena unik dan menarik yang terjadi di Lamongan bersamaan dengan munculnya komunitas sastra adalah juga munculnya komunitas penerbit buku-buku sastra. Saya katakan komunitas penerbit sastra karena sebuah komunitas sastra tidak harus memiliki struktur organisasi yang jelas, jika ada lebih dari satu orang melakukan satu aktivitas rutin bersama dengan minat yang sama yaitu sastra, maka dapat dikatakan itulah komunitas sastra. Bahkan jika itu hanya dilakukan oleh seorang diri, maka tetap dapat dikatakan sebagai komunitas. Hal ini pernah dilakukan oleh  Afrizal Malna, ia membentuk Komunitas Sepatu Biru yang hanya beranggotakan dirinya sendiri. Sebuah komunitas akan terus hidup jika ada individu yang suka rela menggerakkan komunitasnnya. Inilah ciri utama sebuah komunitas.

Pada awal tahun 2000-an, komunitas Kostela dan sejumlah individu di Lamongan, seperti Nurel Javissyarqi, Alang Khoiruddin, Sauqi Sumbawi dengan berani dan suka rela menggerakkan dunia penerbitan yang ada di Lamongan. Mereka menulis karya sendiri, memfoto copy buku sendiri, menyablon sampul, menjilid dengan lem rajawali, memotong dengan carter dan memasarkan buku-buku mereka sendiri. Sebuah kerja sulit pada waktu itu untuk bisa menerbitkan buku dan membuat penerbit sendiri.

Fenomena penerbitan di Lamongan yang demikian pernah mendapatkan perhatian banyak pihak, termasuk oleh almarhum Fahrudin Nasrulloh seorang pegiat Komunitas Lembah Pring Jombang. Dalam makalahnya yang berjudul Dewan Kesenian dan Problematik Sastra Jatim pada sub judul Penggerak Sastra Lokal, Ia mengatakan bahwa “Lamongan adalah gudangnya sejumlah penulis yang berkarya dan menerbitkan karya dengan koceknya sendiri. Kita bisa menyebut Nurel Javissyarqi dengan Penerbit Pustaka Pujangga-nya, Alang Khoiruddin (Penerbit Pustaka Ilalang), AS Sumbawi (Penerbit Sastranesia), dll. Puluhan karya sastra baik dari penulis Lamongan sendiri maupun dari luar banyak yang mereka terbitkan.”

Selain komunitas sastra Kostela, penerbit-penerbit sastra lokal ini diakui atau tidak telah memberikan kontribusi yang tak kalah besarnya dalam menggerakkan sastra di Lamongan. Hanya saja memang tidak semua penerbit itu dapat terus eksis. Namun dengan munculnya penerbit-penerbit tersebut sejumlah teks-teks sastra dari Lamongan bisa terdokumentasikan dan dibaca oleh banyak orang. Sampai hari ini setidaknya tercatat beberapa penerbit yang ikut berkontribusi dalam mengembangkan dunia kesusastraan di Lamongan seperti Pustaka Pujangga, Pustaka Ilalang, Sastranesia, Mitra Kreatif, Pagan Press, Pustaka Djati, Pustaka Wacana, Pustaka Progresif, Penerbit Nun, Pustaka GU, dan lain-lain.

Keberadaan Komunitas Sastra di Sekitar Lamongan

Komunitas-komunitas sastra di sekitar Lamongan yang saya maksudkan dalam tulisan ini adalah komunitas-komunitas sastra yang ada di wilayah kabupaten Tuban, Gresik, Bojonegoro, Jombang dan Mojokerto. Hal ini dikarenakan sejumlah kabupaten tersebut secara geografis bersebelahan dengan kabupaten Lamongan. Keberadaan komunitas sastra di Tuban jika diamati baru menampakkan geliatnya pada sekitar tahun 2009-an dengan lahirnya Komunitas Sanggar Sastra (KOSTRA) Unirow Tuban. Komunitas ini dibina oleh Suhariadi seorang dosen sastra dan budayawan Tuban yang cukup berpengaruh. Keberadaan komunitas ini seolah kehilangan gaungnya tatkala ditinggal anggota generasi awalnya seperti Ahmad Moehdor al-Farisy, Aksin Taqwan Embe, dan meninggalnya Suhariadi selaku pembina. Meski telah ada beberapa komunitas sastra yang lain semisal Komunitas Langit Tuban, Komunitas Kali Kening di Bangil Tuban dengan pegiatnya Joyo Juwoto, Komunitas Sastra Pesisir, Komunitas Pelopor Dongeng Anak Tuban (Kompor Donat), Gerakan Tuban Menulis, TIK Tuban, namun dalam hal perkembangan kehidupan sastranya boleh dibilang masih kalah cepat dengan daerah sekitarnya seperti Lamongan, Bojonegoro dan Gresik. Hal ini diakui oleh Dr. Sariban, seorang akademisi, pegiat dan kurator sastra Tuban. Menurutnya: “Tuban sebagai kabupaten pesisir dalam gerakan sastra pantura agaknya boleh dibilang berlari estafet dalam takdir urutan belum terdepan. Ini jika dibandingkan dengan Gresik, Lamongan dan Bojonegoro.”

Komunitas Sastra Gresik

Sastra Gresik sebenarnya diuntungkan dengan adanya sastrawan terkenal Mardi Luhung yang karya-karyanya sering dimuat di Kompas. Namun gerakan personal Mardi Luhung saja tidak cukup untuk menghidup kembangkan kesusastraan di Gresik. Nafas Kehidupan sastra Gresik tetap bergantung pada peran komunitas-komunitas sastra semisal: komunitas Sanggar Seni Cager atau Cakrawala Gresik yang dipelopori oleh Lenon Machali Dewi Musdalifah. Ada juga komunitas pegiat budaya Mata Seger yang kemudian berkembang menjadi Yayasan Mataseger (Masyarakat Pecinta Budaya Gresik, 2014) yang diketuai Kris Adji yang berkonsentrasi terhadap persoal budaya di Gresik, terutama budaya masa lampu, Sanggar Pasir beralamat di Mulyosari Ujung Pangkah Gresik, Teater Ndrinding Zuhdi swt, dan Kajian Sastra Samrotul Fuadah (KASADA) Sedayu Gresik yang dimotori Yusak.

Komunitas Sastra Bojonegoro

Geliat sastra Bojonegoro selama beberapa dasawarsa lebih dikenal dengan sastra Jawa-nya. Hal ini dikarenakan konsistensi komunitas Pamarsudi Sastra Jawa Bojonegoro (PSJB) yang sejak 6 Juli 1982 sampai sekarang tak henti-hentinya menjaga, mempertahankan sekaligus mengembangkan bahasa Jawa di Bojonegoro dan sekitarnya. Oleh karenanya tak keran Bojonegoro dibilang sebagai gudangnya sastrawan Jawa. Di sana ada JFX Hoery, Djayus Pete, Nono Warnono hingga Gampang Prawoto. Terkait dengan keberadaan komunitas sastra yang lain, beberapa tahun belakangan ini muncul komunitas-komunitas sastra berbahasa Indonesia, di antaranya Komunitas Sastra Bojonegoro (PSB), Komunitas Sastra Etnik juga komunitas-komunitas rumah baca masyarakat. Setidaknya sampai hari ini terdapat 154 rumah baca di Bojonegoro. Ada Rumah Baca Kinanthi yang didirikan Emi Sudarwati, Rumah Litersi KBM (Kita Belajar Menulis) di Kepohbaru yang dimotori oleh Selamet Widodo dan lain-lain. Selain beberapa komunitas dan rumah baca masyarakat, perkembangan kehidupan sastra Bojonegoro juga tidak lepas dari peran serta penerbit yang ada di sana seperti kelompok penerbit Majas Group milik Jonatyhan Raharja dan Pustaka Intermedia yang dipimpin Amin Mustofa.

Komunitas Sastra Jombang

“Wajah Komunitas Jombang” tulisan Purwanto dan Siti Sa’adah yang termuat di website sastra-indonesia.com setidaknya dapat kita gunakan untuk melihat keberadaan komunitas-komunitas sastra yang ada di Jombang. Menurut keduanya, sastra Jombang belum dapat dikatakan mengalami perkembangan yang signifikan. Meski demikian, ada hal yang membanggakan yaitu munculnya banyak komunitas sastra. Di antara komunitas sastra yang paling menonjol di Jombang adalah Komunitas Lembah Pring (2010) yang dimotori oleh Jabbar Abdullah dan alm. Fahrudin Nasrullah. Ada juga komunitas LISWAS (Lingkar Studi Warung Sastra) dengan ketuanya Aditya Ardhi Nugroho-Genjus, Sanggar Kata yang dikelolah Fathoni Mahsun, Luthfi Aziz, Budi Mardiono, Sanggar Belajar Bareng Gubuk Liat –yang digerakkan oleh Rahmat Sularso, M Rifqi Rahman, Komunitas Pena (Koma, 2007) yang lahir di ponpes Bahrul Ulum, Sanggar Sinau Lentera (SSL, 2010) yang diketuai Hadi Sutarno alias Wong Wingking. Selain beberapa komunitas di atas, ada juga Komunitas Alif yang diasuh Edi Hasoyo, kelompok Alifna Qolba sebuah komunitas pelajar siswa SMA 1 Muhamadiyah diinisiasi oleh remaja bernama Mahendra,  Komunitas Lembah Pena Endhut Ireng (2009) - Aang Fatihul Islam, Komunitas Bunga Kecil-nya Andhi Setya Wibowo.

Komunitas Sastra Mojokerto

Aming Aminoedhin, presiden penyair Jawa Timur yang mengaku juga orang Mojokerto pernah membuat sepenggal catatan Sejarah Sastra Mojokerto. Dalam catatan singkat tersebut terekam geliat komunitas dan perkembangan sastra Mojokerto. Dimulai dengan terbentuknya Forasamo (Forum Apresiasi Sastra Mojokerto,1996) yang meleganda sampai pada komunitas-komunitas sastra mutakhir.

Perkembangan komunitas sastra Mojokerto boleh dibilang dinamis. Setelah Forasamo beberapa komunitas sastra dan musik bermunculan. Misalnya Forum Sebrang Dalan, GePapat, Girilaya, Komunitas Arek Japan yang dimotori oleh Ahmad Fatoni, Komunitas Sastra Pondok Kopi yang digeliatkan oleh Kiki Efendi, Dadang Ali Murtono. Belum lagi munculnya Lingkar Studi Sastra Setrawulan dan Penerbit Temalitera milik Muhamad Asrori menjadikan geliat sastra di Mojokerto semakin hidup. Lebih semarak dan hidup lagi ketika para sastrawan mudanya mengemas kegiatan sastranya dengan tajuk yang menarik: Terminal Sastra kerjasama dengan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Mojokerto, Serikat Buku, Kelir (Kelas Literasi Remaja), Kelana (Kelas Litersi Anak), Kemecer (Kelas Menulis Cerpen), Ronda Sastra dan lain-lain.

Lamongan, 24 November 2019
____________________
Catatan:
 
*) Disampaikan pada acara Diskusi Kelompok Terpumpun Penguatan Program Kerja Balai Bahasa Jawa Timur untuk Perlindungan Bahasa dan Sastra Indonesia. Balai bahasa Jawa Timur,  Senin 6 November 2019.
 
**) Lahir tanggal 17 Agustus 1978 di sebuah desa terpencil Kepudi Bener Turi Lamongan. Belajar menulis pada Komunitas Sastra Teater Lamongan (Kostela, 1999).  Sehari-hari menjadi Cantrik Kostela dan koordinator Forum Penulis dan Pegiat Literasi Lamongan (FP2L).  Direktur Pustaka Ilalang Group.
http://sastra-indonesia.com/2020/01/peta-perkembangan-komunitas-sastra-di-lamongan-dan-sekitarnya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar