Jumat, 17 Juli 2020

Puisi-Puisi Kedung Darma Romansha

sastrakarta.multiply.com

Pesan Kakek Untuk Cucunya

Tubuh adalah seumpama kulit gabah
Yang menutupi isi di dalamnya
Jika kau ingin mengetahui kandungannya
Kau harus mengupas kulitnya.
Semisal kau cucuku,
Kau harus telanjang untuk mengetahui isi tubuhmu
Entah itu baik atau buruknya.

Cucuku, kulit atau isinya
Sudah tentu sama-sama ada manfaatnya.
Tapi tentu saja mempunyai kadar yang berbeda-beda.
Kau harus mengenal itu cucuku
Agar kau mengenal kemampuan dalam dirimu.

Cucuku, kulit tak selamanya mampu menahan
Puluhan musim yang mematok-matok paru-paru dan jantungmu.
Lambat laun tubuhmu tak akan mampu menjagal jarum jam
Yang akan menceraikan ruh dari tubuhmu.
Kau harus ingat itu cucuku.

Cucuku, tubuh hanyalah alat,
Yang menggerakkan adalah ruh.
Ruh akan abadi, sedang tubuh akan hancur
Kelak, ruh-lah yang akan mempertanggungjawabkan
Segala perbuatan semasa hidupmu.

Cecuku, hidup di dunia ini seperti mimpi
Jangan terkejut jika sekali waktu
Kau dibangunkan oleh maut.

Sanggar Suto, 30 Mei 2007



Aku Menyerumu Darma Ayu

Akan tetapi kelak nanti Allah melimpahkan
RakhmatNya yang berlimpah
Darma Ayu kembali makmur,
Tak ada suatu hambatan,
Tandanya,
Jika ada ular menyeberangi Kali Cimanuk
Semur kejayaan mengalir deras,
Lampu menyala tanpa minyak,
Semua kembali hidup makmur,
Manunggal dengan prajurit,
Membantu penguasa,
Hidup aman dan tentram,
Semua kembali makmur,
Seluruh negara hidup makmur.

Malam mendesak pelan
Jarum jam memenggal-menggal sepi dalam dada
Di luar, angin merapat pada pohonan
Dan rumput yang berembun
Terasa hari seperti menghirup racun
Sementara malam menawarkan jejak pendapat
Tentang kota yang dibungkam masa depannya.

Pikiranku mengembara,
Menapaki kampung dan sawah-sawah,
Dan kulihat saudara-saudaraku berlari dalam lumpur,
Melewati petak-petak sawah
Seperti selembaran catatan sekolah yang lusuh
Yang dilindas mesin-mesin waktu.

Aku menyerumu, Wiralodra
Di dalam sunyi yang pengap ini
Sukmaku mengembara di jalan-jalan
Mencari-cari Nyai Endang Darma Ayu
Dan pada setiap riak Cimanuk aku panggil namamu.
Namun, di tengah jalan kembaraku
Aku disekap segerombolan perampok
Tak lain adalah prajuritmu sendiri.
Aku coba menghindari nasib,
Kembali memburu wangi Nyai Endang Darma Ayu
Berbekal luka golok di dadaku
Yang semakin malam racunnya menjalari tidurku.

Wiralodra, setelah sampai di sebuah desa
Aku mencium bau minyak dari nafas mereka
Kemudian matahari membakar ingatan dan pikiran mereka.
Mereka disekap keadaan
Kuping mereka disumpal kapas
Mulut mereka disumbat bangkai.

Hidup macam apa ini, Wirolodra?
Hidup di tengah-tengah omong kosong
Sungai Cimanuk sudah lama kering
Berganti keringat yang diperas dari kebodohan mereka
Maka, sejak saat itu tak ada ular
Yang menyeberangi sungai Cimanuk
Orang-orang saling curiga
Perempuan lupa rumahnya
Suami lupa istrinya
Anak-anak lupa orangtuanya
Orang tua lupa anaknya
Dan pemimpin lupa rakyatnya.

Wiralodra, aku menyerumu datang
Ke tanahmu yang hampir hilang.
Akan kukawin sukma Nyai Endang Darma Ayu
Kupinang setiap jerit kesakitan mereka
Agar mereka dibangunkan dari tidur panjang
Dan diangkat derajat mereka.

Sanggar Suto, 2007



Warna Senja di Pipimu

Warna senja di pipimu
Mungkin sebentar lagi akan hilang
Dari pandanganku.

Karena barangkali mengenalmu
Seperti mimpi semalam
Beruntung aku dibangunkan jam weker
Beruntung air liurku tak sampai jatuh ke sprei.

Aku sadar, warna merah di mataku
Seperti warna senja di pipimu.
Aku sadar, kesalahan terbesar setelah rindu
Adalah mencintaimu.

Sanggar Suto, 2007



Hijab Khafi

Bacalah atas nama Tuhanmu
Bacalah setiap tujuh lapis tubuhmu
Bacalah setiap tujuh lapis hatimu.

Kau pandang gugur daun yang direbahkan angin.  Dengan pelan-pelan berucap pada bumi. Kemudian cuaca mengantarkan rencana musim berikutnya. Dan matahari pun segera berkemas mengawini bulan. Sementara kita sibuk mengemasi isyarat. Bumi masih sama berucap lewat tumbuhan: tempat kita mengunyah dan menelannya kemudian membuangnya kembali ke tanah.

Pada debur gelombang yang mirip dengkur pengantin usai malam pertama, kita pun pasang pada suasana. Ah, kitakah itu yang sibuk mengkhianati kata-kata atau kata-kata cara berbohong yang sempurna?

Bacalah atas nama Tuhanmu
Bacalah setiap tujuh lapis tubuhmu
Bacalah setiap tujuh lapis hatimu.

Lalu kita sibuk membenarkan alarm. Membenahi malam yang sobek oleh hujan. Di sini kita pernah bersaksi tentang luka tentang kata-kata yang cerewet di genting rumah. kemudian puisi setengah masak kita kunyah seperti kau batalkan puasamu pada sepotong hari. Dan segenap ludah isyarat yang kita hisap kembali.

Kau bicarakan maut. Sebagaimana kebijakan dan kebajikan yang kau teriak-teriakkan. Sebagaimana kau alamatkan kuburmu pada sebilah sajak yang akan membunuhmu.

Kitalah lelucon kata-kata. Puisi yang tak pernah kenal muasalnya. Berputar dan terus berputar seperti bumi dan galaksi. Seperti saat orang terdahulu memberitakannya. Nyatanya, telinga, mata, hidung, mulut kita masih sama. Nyatanya sepeti kenyataannya.

Bacalah atas nama Tuhanmu
Bacalah setiap tujuh lapis tubuhmu
Bacalah setiap tujuh lapis hatimu.

Mata kita yang palsu menerjemahkan hidup. Sebab hati telah ingkar dari rahimnya. Sebelum tangis pertama meledak di telinga ibu mereka.

Kitakah yang sibuk mengartikan isyarat? Kata dan makna yang kita garitkan di dada telah hilang. Sebagaimana tanah yang telah melahirkan kita lewat lorong para ibu. Seperti kata-katanya yang dibahasakan tumbuhan.

Bacalah atas nama Tuhanmu
Bacalah setiap tujuh lapis tubuhmu
Bacalah setiap tujuh lapis hatimu.

Apakah yang sebenarnya membuat ke-ber-ada-an? Masih adakah ke-ber-ada-an setelah kita tiada? Kitalah saksi pertama dari kehidupan. Kitalah saksi dari keberadaan; yang tumbuh lalu menguncup, setelah kuncup lalu mekar, setelah mekar lalu gugur, setelah gugur dan menguncup lagi, mekar lagi, gugur lagi, dan seperti hari-hari yang sebenarnya membuat kita terpencil dari kenyataan.

Bacalah atas nama Tuhanmu
Bacalah setiap tujuh lapis tubuhmu
Bacalah setiap tujuh lapis hatimu.

Kemanakah hilangnya hari kemarin? Ketika pertama matahari memecah jendela matamu yang masih lekat dengan sisa-sisa mimpi semalam ? kemanakah ruh kita mengembara? Ketika kita pun mengabur pada batas ruang dan waktu.

Bacalah atas nama Tuhanmu
Bacalah setiap tujuh lapis tubuhmu
Bacalah setiap tujuh lapis hatimu.

Isyarat apa yang kau siratkan sedang kau sendiri tak kenal isyarat yang diberitakan jantung: menghiruip dan mengeluarkannya lagi. Berputar seperti bumi dan galaksi. Seperti kau putar tasbihmu.

Kau rasakan udara keluar-masuk dari tubuhmu. Meninggalkan jejak kembaramu. Kelak kau merasakannya, saat tulangmu mulai bungkuk karena banyak menampung kisah yang basah oleh hujan kemarin dengan segenap kepulangan cahaya ke barat. Dan mimpimu yang mulai pasang, ditarik ombak ke tengah laut yang fana.

Kesendirianmu di atas perahu puisi, ditemani cahaya alit bulan yang tertutup awan, melengkapkan sunyi. Kau berharap ada perahu yang menyambangi gelombang kata-katamu. Tapi semua mengapung sempurna. Pada saat seperti itu, kau ingin tambatkan perahumu ke daratan. Pada saat seperti itu semua orang sibuk dengan layang-layang di bibir pantai.

Bacalah atas nama Tuhanmu
Bacalah setiap tujuh lapis tubuhmu
Bacalah setiap tujuh lapis hatimu.

Pernahkah kau menyakini suatu kebenaran yang nyatanya salah? Mungkinkah mata mengajarkan kebohongan? Hati yang kau garitkan dalam sajakmu dari mata yang merekam kepalsuan lain pada keterbatasan jarak yang mengecil di pupil mata kita. Lalu apa yang menguak segala kebohongan ini? Maka kau baca malam dan siang pada tebaran cahaya dan kumpulan gelap adalah kita bermukim di dalamnya. Menyerupai batu yang berlumut dirayapi hujan dan udara. Dan cuaca yang mangkir dari hati kita.

Sanggar Suto, 5 Februari 2007



Telaga Menjer (sebuah catatan)
buat Mahwi Air Tawar, Muda Wijaya, dan Al-ghiffari

bau pinus merendah
mengantarkan rakit ke kaki bukit dewa-dewa
di sini, aku memandangmu jauh
dipotong jarak kesepianku yang dingin.
Gigil batu-batu, tempias air terjun
Memercik serupa debu-debu air
Yang berkilatan di rambut mimpiku.

Dan alangkah dungu kita
Menanti alamat kata
Yang dikabarkan air rumputan
Di kaki kita yang lekat akan kesilaman.

Kupu-kupu putih meninggi
Dikibaskan sayap angin
Kemudian merendah lagi
Menyerupai jam jantung kita
Mengertap sepanjang tanah-tanah merah
Tempat ketika kita setia
Membaca sehimpunan stanza
Yang bertebaran di telaga
Tempat mengalirkan bau tubuh kita
Yang kelak akan kita baca
Juga rindu yang terpencil dari kata-kata.

Dieng, 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar