Jumat, 07 Agustus 2020

PEREMPUAN, KUASA DAN MADURA

Imam Nawawi *

Berangkat dari pernyataan Huub de Jonge dalam Garam, Kekerasan dan Aduan Sapi (Yogyakarta: LKiS, 2011:9), "petani dan nelayan Madura tinggal terpencar-pencar di Tanean Lanjeng, kompleks pemukiman keluarga berbentuk persegi panjang yang dimiliki pihak perempuan secara turun-temurun."

Kekuasaan perempuan Madura bukan saja di wilayah internal pulau Madura melainkan juga lintas pulau, salah satunya di lingkaran istana keraton Jawa. Tentu saja walau harus menanggung segala konsekuensi politisnya.

Merle Ricklef dalam Soul Catcher: Java’s Fiery Prince Mangkunagara I, 1726-95 (Singapore: NUS Press, 2018:225) mengatakan:

"Pakubuawana III ingin memimpin sendiri kekuasaannya, sehingga, ia memutuskan membuang istrinya yang sangat berkuasa itu, yakni saudari tiri Panembahan Madura Cakraningrat V. Kemungkinan keterlibatan Madura dalam urusan orang Jawa tidak disukai oleh siapapun, sehingga tak sedikit pun ada penyesalan Susuhunan menceraikan istrinya itu bulan Agustus 1762. Susuhunan menuduh istrinya melakukan banyak perzinahan dan rupanya nyaris mau membunuhnya saat itu juga ketika si istri menuntut perempuan lain juga dibunuh. Saat itulah hubungan kekeluargaan keraton Surakarta-Madura ditentukan. Ada banyak kerumitan untuk memutuskan apa yang layak dijatuhkan untuk si tuan ratu ini. Sang Ratu ini pun kemudian dinikahkan dengan Gubernur Kudus dan mati di sana tahun 1788, hidup lebih lama dari mantan suaminya kisaran 6 minggu."

Diejek dan difitnah oleh Raja Jawa, bagi perempuan Madura, tidak masalah. Perempuan terhormat tetap terhormat, dan Gubernur Kudus yang terhormat itu tahu mana yang benar dan mana yang fitnah, sehingga ia menerima dengan lapang dada untuk mempersunting Ratu dari Madura itu. Selain itu, Ratu Madura itu juga memang sudah paham sejarah masa silam.

Merle Calvin Ricklefs dalam A History of Modern Indonesia, C. 1300 to the Present (Bloomington: Indiana University Press, 1981: 79) menceritakan, "pada tahun 1682, komandan garnisun VOC melaporkan bahwa tentara-tentara VOC memperkosa perempuan-perempuan Jawa di rumah-rumah mereka."

Sampai di sini, saya ingin katakan, keagungan dan kebesaran ras Madura tidak untuk dibesar-besarkan. Tidak pula untuk diremehkan dan dilecehkan. Tetapi, ini soal sejarah kebesaran ras Madura di hadapan Jawa, yang harus disampaikan apa adanya. Tanpa perlu dikurangi, tanpa perlu ditambahi.

Joshua Eliot dalam Indonesia, Malaysia and Singapore Handbook (New York: Trand & Travel Publication, 1994: 658) mengatakan, "sebelum Abad 17, Madura adalah miniatur Jawa. Banyak penguasa keraton yang fokus mengatur urusan ekonomi lokal, dan pada saat yang sama juga urusan spiritual, kebudayaan, dan kesenian di pulau Madura ini. Walaupun hari ini Madura diakui sebagai wilayah Muslim di Indonesia yang paling bersemangat, manusia pulau ini belum masuk Islam hingga abad 16. Ketika Tomé Pires mengunjungi Madura tahun 1512, ia masih Hindu, dan tradisi lokal masih bertahan."

Tentu harus digaris bawahi dan jadi penekanan utama: Ras Madura tidak ada kebencian pada Jawa. Penaklukan Madura atas Plered Mataram adalah bentuk perlawanan Madura atas kolonialisme. Bukan penaklukan Madura atas Jawa. Madura tidak punya kehendak untuk berkuasa di Jawa sejak awal pertama kali mengatur pendirian Majapahit.

Karena sejak awal, musuh Madura bukan orang Jawa, tetapi siapa saja yang menggadaikan kehormatan dan keagungan Nusantara kepada bangsa Asing. Madura "Face-to-Face" langsung dengan bangsa Asing. Termasuk dengan pasukan Kubilai Khan.

Kenapa Madura terlambat masuk Islam, seperti ucapan Joshua Eliot, hal itu karena tawar-menawar antara "yang-lama" dan "yang-baru" harus dimatangkan dan tidak boleh gegabah agar bertahan ribuan tahun. Sebab itulah, setelah Jawa remuk redam, musuh dan benteng kebudayaan terakhir yang harus dihancurkan baik oleh VOC maupun Kolonial Belanda adalah kebudayaan Madura!

Stephen C. Headley dalam From Cosmogony to Exorcism in a Javavese Genesis: The Spilt Seed (Oxford: Oxford University Press, 2004: 212) mengatakan:

"dengan mengikis habis kekuasaan raja dan wilayah kekuasaannya, VOC maupun administrasi kolonial Belanda secara bertahap juga mengurangi kepercayaan atas klaim-klaim monarki atas pengetahun yang sangat berharga. Bagi Madura, Glenn Smith (1998) membuktikan, betapa sangat bermasalah evolusi geografi spiritual dalam situasi kekuasaan raja yang merosot. Orang-orang Madura memiliki tradisi panjang dalam menjadikan kuburan-kuburan keramat sebagai titik poin muara bagi ibadah individual, identitas kultural, solidaritas lokal, interaksi sosial, dan keuntungan finansial/uang. Ketika kuburan-keburuan orang suci dan keturunan raja ini diambil alih oleh Islam, mengganti praktik yang lebih ortodok demi keyakinan-keyakinan lama di teritori-teritori spiritual, maka perempuan-perempuan petani Madura ditinggal di belakang untuk mengurusi makam-makam yang di hutan."

Sampai di sini ingin saya simpulkan, karena waktu sudah Subuh dan waktunya saya tidur. Yaitu: jangan main-main dengan orang Madura! Kehormatan bangsa dan negara seharga nyawa! Jika kau datang ke Indonesia membawa kebaruan sebagai budak-budak asing untuk mengacaukan tatanan kosmologis Nusantara ini, kau harus hadapi Madura lebih dulu!

Saya bukan tidak paham. Kau masuk diam-diam ke Madura, menghancurkan generasi muda Madura, kau tawari mereka narkoba, kau bikin mereka lupa sejarah. Saya bukan tidak tahu, jaringanmu dari Surakarta, dan kau obrak-abrik budaya Madura dengan segala alasanmu itu. Padahal kau tak sadar, semua caramu itu sudah pernah ditempuh kaum Kolonial Belanda dan VOC!!!

***

26 Juni 2020, Yogyakarta.

Keterangan foto: Perempuan Madura, dari boombastis.com

*) Imam Nawawi, lahir di Sumenep 1989. Sempat belajar di beberapa pondok pesantren seperti PP. Assubki Mandala Sumenep, PP. Nasyatul Muta'allimin Gapura Timur Sumenep, PP. Annuqayah Guluk-guluk Sumenep, PP. Hasyim Asy'ari Bantul Yogyakarta, PK. Baitul Kilmah Bantul Yogyakarta, PP. Kaliopak Bantul Yogyakarta, dan PP. Al-Qodir Sleman Yogyakarta. Kini sedang menempuh pendidikan jenjang S2 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

http://sastra-indonesia.com/2020/06/perempuan-kuasa-dan-madura/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar