Senin, 31 Agustus 2020

'Ruang Kebebasan' Dalam Novel Kontemporer

Hudan Hidayat *

Republika, 24 Juni 2007 

NOVEL, sebagai karya sastra, harus diletakkan dalam hubungan antara Tuhan, alam dan manusia. Tuhan, sebagai Maha Kesadaran yang tak berbentuk, memerlukan semesta untuk menampakkan kehadiran-Nya. Kita bisa menandai kehadiran Tuhan melalui bentuk ciptaan-Nya. Yakni dunia dan manusia.

Tuhan memang bisa membuat apa saja, tetapi bentuk yang dibuat-Nya itu tetap mengandaikan waktu. Waktu yang memuat tahapan dalam proses yang kita nikmati atau sesali. Begitulah manusia menikmati proses terbentuknya alam dengan mengeluarkan teori Big Bang atau Statemen Evolusi. Proses dan bentuk yang terikat dalam hukum-hukumnya sendiri. Proses dan bentuk yang menimbulkan keindahan dan kecemasan, ketakutan dan harapan -- seperti bentuk janin dalam perut ibu. Bentuk yang menginginkan kekekalan dalam nilai-nilainya. Proses dan bentuk adalah novel itu sendiri. Proses dan bentuk adalah penceritaan itu sendiri.

Seperti Tuhan mencipta semesta yang menjadi latar bagi manusia, demikian juga manusia mencipta karya sastra yang menjadikan alam sebagai latar bagi tokohnya. Kehadiran tokoh dalam karya sastra adalah turunan langsung dari kehadiran manusia di tengah semesta. Tanpa manusia yang mengalami peristiwa, semesta tak mempunyai arti. Hanya alam yang membisu: ada, tapi tak bisa dimaknai. Karena hanya manusialah yang bisa membuat makna dengan kesadarannya.

Demikian juga dengan tokoh dalam karya sastra. Latar, alur, tema, ada dalam sebuah novel. Tanpa tokoh yang bermain di latar, alur dan tema, maka novel itu hanya membisu bagi pembaca. Dengan hadirnya tokoh, maka segenap unsur 'semesta' dalam novel tiba-tiba membentuk jalinan makna bagi pembaca.

Itulah gejala 'kesadaran' yang memerlukan 'tubuh'nya. Seperti Tuhan memerlukan semesta untuk memperlihatkan kebesaran-Nya. Begitu juga manusia memerlukan tubuhnya untuk menampakkan roh kesadarannya. Maka prinsip penciptaan adalah bagaimana mengkonkretkan dunia yang abstrak. Konkretisasi inilah kerja sang pengarang. Maka novel adalah tubuh pengarang, tempat gejala kesadarannya mewujud. Dalam wujud novel.

Dalam elemen-elemen novel, sang pengarang berdiam. Masa lalunya mengendap di situ. Tokoh dalam novel menjadi alter-ego sang pengarang. Dengan tokoh-nya, sang pengarang memberantakkan dirinya. Membongkar gudang jiwanya. Gudang jiwanya yang terhubung dengan alam dan Tuhan. Sang pengarang membuat semacam terowongan untuk sampai ke alam dan Tuhan. Terowongan yang bercabang di mana di dalamnya sang pengarang berjalan bolak balik antara manusia, alam dan Tuhan.

Tentu saja sang pengarang boleh membuat terowongan jiwanya sendiri, tanpa terhubung dengan alam dan Tuhan. Tekanan diberikan pengarang kepada relasi antara tokohnya dengan manusia lain. Sesekali saja dia menyentuh alam dan Tuhan. Sikap seperti ini sikap yang sah. Sebab novel sebagai bagian bentuk seni tidak bisa dibakukan. Membakukan novel sama dengan menindas sang pengarang untuk menghayati alam dan Tuhan, sementara sang pengarang ogah menyentuh kedua bidang ini.

Tetapi, bila sikap ini yang ditempuh, maka dunia yang dibangun pengarang dalam novelnya akan kekurangan bahan renungan. Sebab hidup ibarat jalannya mobil: seseorang tertarik pada rodanya atau pintilnya, orang lain tertarik pada warna dan bentuknya. Baik roda atau pintil ban bukanlah mobil itu sendiri. Juga warna dan bentuk mobil. Mereka hanya elemen mobil. Elemen yang penting, tapi bukan mobil itu sendiri. Maka datang orang lain lagi yang terpikat dengan keseluruhan mobil, sambil kemudian mulai menanyakan hakekat mobil: darimana mobil itu memperoleh tenaganya. Hendak kemanakah mobil itu dibawa oleh pengemudinya. Singkat kata, kenyataan mobil ditransenden ke dalam makna yang lebih luas.

Tanpa terowongan yang menghubungkan dengan alam dan Tuhan, maka sebuah novel akan bertaruh dengan kedalaman jiwa sang tokoh. Tentu, tokoh yang ditempatkan dalam bingkai relasi dengan manusia lain. Tokoh yang karena lakunya atau laku orang lain pada dirinya, telah membuat manusia fiksi itu menembus kedalaman dirinya sendiri. Ia memamerkan lukanya, ke dalam suatu kengerian psikologis karena luka jiwanya. Ia memburaikan jiwanya. Ia meninggi. Ia menjauh dari dunia sehari-hari.

Tokoh seperti ini biasanya memiliki keunikan dan ketinggian baik pikiran maupun lakunya. Sebuah penceritaan yang penuh talenta, akan menghidupkan tokoh yang unik ini ke dalam simbol dan metapor. Ia bukan penceritaan yang hanya memusat pada hasrat tubuh. Penceritaan yang hanya tubuh, akan meringkus novel ke dalam kekeringan makna. Novel menjadi dunia yang sempit. Tak bisa menjadi kaca banding bagi pembaca.

Sebab hidup penuh lapisan dan tarikan. Seolah lapisan dan tarikan hati. Seolah lapisan dan tarikan bumi. Tarikan Tuhan juga. Lapisan dan tarikan yang seolah arus sungai menarik diri-diri pembaca. Diri pengarang juga.

Sering dikatakan orang, dunia yang begitu kompleks ini telah membuat seluruh relasi menjadi nisbi. Hidup menjadi serba permisif. Dan dalam kenisbian itu relasi lelaki dan perempuan menjadi medan yang penuh ujian: nilai-nilai terguncang. Manusia kini boleh melakukan apa saja. Bahkan seorang perempuan boleh meniru lebah. Di mana sang ratu lebah dikelilingi dan dicicipi banyak lelaki.

Sudah demikian jauh hidup berjalan, meninggalkan jaman Siti Nurbaya. Tetapi soalnya, "kebebasan tubuh", harusnya hanya menjadi sampiran, bukan isi, dari perjuangan memuliakan manusia. Manusia (tokoh novel) boleh terjatuh, tetapi sang pengarang menariknya untuk tegak kembali. Memberinya sayap pikiran untuk menjangkau dunia.

Ledakan kehidupan, tarikan kematian, lintasan hati, dalam bentuk varian keanehan dan ketinggian pikiran dan perasaan, yang memendar dalam sekian banyak tindakan aneh dan gila, harusnya menjadi harga yang pantas bagi novel yang mengusung kebebasan. Bukan hanya berhenti pada tubuh. Mengerucut hanya hasrat pada tubuh. Tetapi ia bergerak liar menjangkau dunia. Novel menjadi tandingan dunia dalam bingkai kata-kata. Tempat di mana manusia dapat menyimak dan memetik kabajikan darinya.

Sejak Iwan Simatupang, Budi Darma, Mangunwijaya, Kuntowijaya atau Putu Wijaya misalnya, berhenti menulis, saya merasa dunia novel sudah lama mengusir alam dan Tuhan dari kisahnya. Juga mengusir disiplin psikologi.

Novelis kita (terutama perempuan), banyak yang hanya bertumpu pada kisah tubuh. Seolah patriarki benar-benar mengungkung dan hendak mereka rubuhkan. Tak ada salahnya. Tapi kebebasan itu, tak menjadikan tubuh terangkat, atau tubuh dipandang, sebagai sesuatu yang lebih tinggi. Tubuh tak menjadi keping alam dan Tuhan. Tempat dimana renungan dunia ditegakkan.

Tubuh adalah segala-galanya, membuat novel seolah dunia tak lengkap. Kalaupun ada luka, kesakitan, kegilaan, aspirasi, maka luka, kesakitan, kegilaan, dan aspirasi itu tidak bisa naik. Karena tubuh bukan sampiran tapi isi. Sastra kehilangan nilai transendennya.

Fasilitas yang diberikan oleh novel, semangat kebaruan yang hendak diusung dalam fasilitas itu, tak mengangkat novel. Kecuali pameran hasrat akan tubuh. Pembaruan yang menyempit pada tubuh, bukan membuka pada dunia, tapi tak akan sampai kemana-mana.

*) Hudan Hidayat, Cerpenis dan pekerja sastra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar