Kamis, 21 Januari 2021

Bermula dari Sriwijaya

Beni Setia *
suarakarya-online.com
 
AWAL dari fiksi berlatar Sriwijaya setebal xiv + 454 halaman ini, lihat Yudhi Herwibowo, Pandaya Sriwijaya TTK2 Dendam dan Prahara di Bhumi Sriwijaya, Sebuah Novel, Bentang Pustaka, September 2009-adalah cinta buta Pramodawardhani, putri pewaris tahta Samaratungga dan keponakan Balaputradewa, si pemangku estafet trah Sailendra. Yang memutuskan menikah dengan Jatiningrat, keturunan Sanjaya, hingga kuasa atas Mataram kuno dan Sriwijaya akan jatuh ke tangan trah Sanjaya, spontan patriarki bukan milik trah Sailendra lagi.
 
Dan krisis legitimasi kuasa trah memuncak saat Samaratungga wapat dan tahta jatuh pada Pramodawardhani tak peduli Jayaningrat bernadar hanya akan konsentrasi pada meditasi mencari pembebasan duniawi. Dan atas pertimbangan mempertahankan kuasa tetap di garis patriarki trah Sailendra Balaputradewa adik Samaratungga serta paman Pramodawardhabi “berontak” dan “ditumpas” di Desa Iwung. Sebuah momen kekalahan dan pembantaian yang jadi trauma, terutama setelah ia “dihukum buang”, dengan jadi raja Sriwijaya di Sumatra selatan, nun di seberang Bhumijawa.
 
Keberkuasaan di pengasingan yang selalu dianggap sebagai kekalahan total trah Sailendra, yang memicu obsesi pribadi ingin menyerang dan menaklukkan Mataram Sanjaya. Ide penaklukan yang tidak pernah kesampaian karena beberapa datu (negara) jajahan Sriwijaya di Sumatra, beberapa anak-anak trah penguasa setempat di Sumatra terusik kelemahan hegemoni penguasa Sriwijaya, bermimpi bebas, dan berkonspirasi memberontak. Itu latar, konteks dan titik tolak novel Yudhi Herwibowo, fakta krisis hegemoni Sriwijaya, datu Telaga Batu, sekaligus nostalgia kejayaan masa lalu yang ingin dibangkitkan lagi saat melihat pelemahan hegemoni datu Telaga Batu.
***
 
IDE makro itu dikongkritkan di tingkat mikro dengan cerita tentang Biksu Wang Hoi di Sumatra, yang tersisa dari si sepasang pendekar Liang Qiang. Pasangan yang cape mengarungi kang-ouw, lembah air mata dan darah, dengan memilih mundur dari keramaian. Sayang niat itu gagal karena seluruh musuh bersatu, mengeroyok mereka. Si istri mati, sang suami memutuskan jadi biksu dan mengembara sebagai pendakwah ajaran Buddha. Bersua Tunggasamudra, anak dengan kelainan fisik, lahir dengan tiga buah tangan, dan selamat dari hanyut disapu banjir, yang diangkatnya jadi murid.
 
Yang menarik, semua tokoh kunci novel memiliki pertanda alam dan fisik yang luar biasa. Wantra Santra, kepala pasukan rahasia (intel) Sriwijaya adalah anak yang lahir saat letusan gunung berapi dan selamat sehingga diangkat anak oleh Mahak Ilir. Penguasa datu Minanga Tanwa. Keturunan sah Kerajaan Melayu yang memberontak, dikalahkan, dan minta imbalan balas budi untuk menuntaskan dendamnya kepada si penakluk: Abdibawasepa.
 
Panglima Sriwijaya yang difitnah Wantra Sentra, yang lari dan menjadi bajak laut. Kara Baday, anak Abdibawasepa, si pewaris Abdibawasepa, yang ditarik jadi panglima muda Sriwijaya setelah mencari jasa memusnahkan bajak laut yang lain, sebelum dikorbankan Jaraq Sinya, penglima angkatan laut Sriwijaya.
 
Lantas Agiriya dan kemudian Sangda Alin, putri Ih Yatra, penguasa datu Muara Jambi yang berontak, gadis tomb boy dan tubuhnya meruapkan wangi bunga. Magra Sekta yang dikutuk memiliki kemampuan clairvoyance bisa melihat nasib orang lain dengan memandang.
 
Cahyadawasuna, anak penguasa Talang Bantas yang meninggal karena sakit dan kadatuannya musnah ditimbun debu gunung meletus, seperti nasib Mataram kuno. Tokoh ini meminum air rendaman Bunga Sukmajiwa, dan ia selamat dari bencana tertimbun lava dingindengan bersemedi 13 hari, kemudian ia diangkat jadi penasehat Balaputradewa.
 
Dan cerita berkelindanan di antara mereka. Balaputradewa, sebagai si penerima tongkat estafet trah Sailendra,yang merasa dikalahkan secara halus oleh trah Sanjata, dan ingin memerangi Mataram kuno di Jawa. Kara Baday yang ingin membersihkan nama baik ayahnya, yang difitnah berontak pada Sriwijaya sehingga mau melakukan apa saja, dan mati sia-sia di tangan Tunggasamudra setelah ia merasa dikhianati oleh Jara Sinya. Jara Sinya yang melakukan apa saja demi keagungan Sriwijaya, seperti Wantra Sentra khilaf mengiyakan tuntutan balas budi Mahak Ilik, dengan memfitnah Abdibawasepa. Atau Agiriya yang dendam sebab keluarga dan perguruannya dibantai kelompok Wantra Sentra. Dan tentu saja ambisi Mahak Ilik, Ih Yatra dan Panglima Tambu Karen yang berilusi ingin jadi penguasa dengan berontak KRGpadaKRG Sriwijaya.
***
 
SEMUA kait berkait, meski buku tebal ini mengesankan hanya satu penggalan dari sebuah serial, yang seharusnya ada awalan dan ada akhirannya, tak bisa ditutup dengan kesadaran Budhis Balaputradewa yang kembali terkenang kepada banjir darah pembantaian dari pemberontakannya yang kalah, sekaligus perasaan sedang berkukuh dengan harga diri semu duniawi karena Pramorawardhani itu telah menyerahkan tahta Mataram dan Sriwijaya padanya supaya bisa bebas bermeditasi. Apa yang sebenarnya dicari dalam hidup ini? Apakah tidak ada cara hidup lain, yang lebih sederhana tetapi tentram tanpa ilusi kekuasaan dan keberkuasaan?
 
Semua berkelindan, sekaligus membelit serta menjerat seperti jaring laba-laba, sebagaimana Tunggasamudra yang tiba-tiba ada dalam gebalau dendam, prahara dan cinta. Di penghujung cerita, setelah menyampaikan berita kematian Kara baday pada kekasihnya, Aulan Rema, ia memilih terlepas dari kilau dunia dan sekaligus terbebas dari gebalau duniawi, memilih jalan sunyi yang damai dan mensejahterakan orang lain. Sebuah pencerahan Budhistik yang sangat indah, dengan latar Sriwijaya tapi ada banyak jurus Mandarin yang tidak bersipat Sriwijaya tapi, hal yang tak terhindarkan karena kita terbiasa dengan teks dan budaya silat China dan Jepang. Sekaligus sebuah janji: akan ada cerita petualang Tunggasamudra berikutnya. Karena, konteks kejiwaan yang sudah terbentuk sayang kalau tak dilanjutkan.
***
 
*) Beni Setia, lahir di Bandung 1 Januari 1954. Tahun 1974 lulus SPMA di Bandung dan sejak itu belajar sastra secara otodidak. Ia menulis dalam bahasa Sunda dan terutama dalam bahasa Indonesia, tersebar di berbagai media cetak terbitan Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogjakarta. Buku antologi puisinya: Legiun Asing (1983), Dinamika Gerak (1987), Harendong (1993). Kini ia tinggal bersama keluarganya di Madiun, dan tulisan-tulisannya, terutama cerpen dan kolomnya, terus mengalir. Beberapa esainya dimasukkan ke dalam Inul (Bentang, 2003). Beni memilih menulis sebagai profesi tunggalnya. http://sastra-indonesia.com/2010/04/bermula-dari-sriwijaya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar