Beni Setia *
suarakarya-online.com
AWAL dari fiksi berlatar
Sriwijaya setebal xiv + 454 halaman ini, lihat Yudhi Herwibowo, Pandaya
Sriwijaya TTK2 Dendam dan Prahara di Bhumi Sriwijaya, Sebuah Novel, Bentang
Pustaka, September 2009-adalah cinta buta Pramodawardhani, putri pewaris tahta
Samaratungga dan keponakan Balaputradewa, si pemangku estafet trah Sailendra.
Yang memutuskan menikah dengan Jatiningrat, keturunan Sanjaya, hingga kuasa
atas Mataram kuno dan Sriwijaya akan jatuh ke tangan trah Sanjaya, spontan
patriarki bukan milik trah Sailendra lagi.
Dan krisis legitimasi
kuasa trah memuncak saat Samaratungga wapat dan tahta jatuh pada
Pramodawardhani tak peduli Jayaningrat bernadar hanya akan konsentrasi pada
meditasi mencari pembebasan duniawi. Dan atas pertimbangan mempertahankan kuasa
tetap di garis patriarki trah Sailendra Balaputradewa adik Samaratungga serta
paman Pramodawardhabi “berontak” dan “ditumpas” di Desa Iwung. Sebuah momen
kekalahan dan pembantaian yang jadi trauma, terutama setelah ia “dihukum
buang”, dengan jadi raja Sriwijaya di Sumatra selatan, nun di seberang
Bhumijawa.
Keberkuasaan di
pengasingan yang selalu dianggap sebagai kekalahan total trah Sailendra, yang memicu
obsesi pribadi ingin menyerang dan menaklukkan Mataram Sanjaya. Ide penaklukan
yang tidak pernah kesampaian karena beberapa datu (negara) jajahan Sriwijaya di
Sumatra, beberapa anak-anak trah penguasa setempat di Sumatra terusik kelemahan
hegemoni penguasa Sriwijaya, bermimpi bebas, dan berkonspirasi memberontak. Itu
latar, konteks dan titik tolak novel Yudhi Herwibowo, fakta krisis hegemoni
Sriwijaya, datu Telaga Batu, sekaligus nostalgia kejayaan masa lalu yang ingin
dibangkitkan lagi saat melihat pelemahan hegemoni datu Telaga Batu.
***
IDE makro itu
dikongkritkan di tingkat mikro dengan cerita tentang Biksu Wang Hoi di Sumatra,
yang tersisa dari si sepasang pendekar Liang Qiang. Pasangan yang cape
mengarungi kang-ouw, lembah air mata dan darah, dengan memilih mundur dari
keramaian. Sayang niat itu gagal karena seluruh musuh bersatu, mengeroyok
mereka. Si istri mati, sang suami memutuskan jadi biksu dan mengembara sebagai
pendakwah ajaran Buddha. Bersua Tunggasamudra, anak dengan kelainan fisik, lahir
dengan tiga buah tangan, dan selamat dari hanyut disapu banjir, yang
diangkatnya jadi murid.
Yang menarik, semua tokoh
kunci novel memiliki pertanda alam dan fisik yang luar biasa. Wantra Santra,
kepala pasukan rahasia (intel) Sriwijaya adalah anak yang lahir saat letusan
gunung berapi dan selamat sehingga diangkat anak oleh Mahak Ilir. Penguasa datu
Minanga Tanwa. Keturunan sah Kerajaan Melayu yang memberontak, dikalahkan, dan
minta imbalan balas budi untuk menuntaskan dendamnya kepada si penakluk: Abdibawasepa.
Panglima Sriwijaya yang
difitnah Wantra Sentra, yang lari dan menjadi bajak laut. Kara Baday, anak
Abdibawasepa, si pewaris Abdibawasepa, yang ditarik jadi panglima muda
Sriwijaya setelah mencari jasa memusnahkan bajak laut yang lain, sebelum dikorbankan
Jaraq Sinya, penglima angkatan laut Sriwijaya.
Lantas Agiriya dan
kemudian Sangda Alin, putri Ih Yatra, penguasa datu Muara Jambi yang berontak,
gadis tomb boy dan tubuhnya meruapkan wangi bunga. Magra Sekta yang dikutuk
memiliki kemampuan clairvoyance bisa melihat nasib orang lain dengan memandang.
Cahyadawasuna, anak
penguasa Talang Bantas yang meninggal karena sakit dan kadatuannya musnah
ditimbun debu gunung meletus, seperti nasib Mataram kuno. Tokoh ini meminum air
rendaman Bunga Sukmajiwa, dan ia selamat dari bencana tertimbun lava
dingindengan bersemedi 13 hari, kemudian ia diangkat jadi penasehat
Balaputradewa.
Dan cerita berkelindanan
di antara mereka. Balaputradewa, sebagai si penerima tongkat estafet trah
Sailendra,yang merasa dikalahkan secara halus oleh trah Sanjata, dan ingin
memerangi Mataram kuno di Jawa. Kara Baday yang ingin membersihkan nama baik
ayahnya, yang difitnah berontak pada Sriwijaya sehingga mau melakukan apa saja,
dan mati sia-sia di tangan Tunggasamudra setelah ia merasa dikhianati oleh Jara
Sinya. Jara Sinya yang melakukan apa saja demi keagungan Sriwijaya, seperti
Wantra Sentra khilaf mengiyakan tuntutan balas budi Mahak Ilik, dengan
memfitnah Abdibawasepa. Atau Agiriya yang dendam sebab keluarga dan perguruannya
dibantai kelompok Wantra Sentra. Dan tentu saja ambisi Mahak Ilik, Ih Yatra dan
Panglima Tambu Karen yang berilusi ingin jadi penguasa dengan berontak
KRGpadaKRG Sriwijaya.
***
SEMUA kait berkait, meski
buku tebal ini mengesankan hanya satu penggalan dari sebuah serial, yang
seharusnya ada awalan dan ada akhirannya, tak bisa ditutup dengan kesadaran
Budhis Balaputradewa yang kembali terkenang kepada banjir darah pembantaian
dari pemberontakannya yang kalah, sekaligus perasaan sedang berkukuh dengan
harga diri semu duniawi karena Pramorawardhani itu telah menyerahkan tahta
Mataram dan Sriwijaya padanya supaya bisa bebas bermeditasi. Apa yang
sebenarnya dicari dalam hidup ini? Apakah tidak ada cara hidup lain, yang lebih
sederhana tetapi tentram tanpa ilusi kekuasaan dan keberkuasaan?
Semua berkelindan,
sekaligus membelit serta menjerat seperti jaring laba-laba, sebagaimana
Tunggasamudra yang tiba-tiba ada dalam gebalau dendam, prahara dan cinta. Di
penghujung cerita, setelah menyampaikan berita kematian Kara baday pada
kekasihnya, Aulan Rema, ia memilih terlepas dari kilau dunia dan sekaligus
terbebas dari gebalau duniawi, memilih jalan sunyi yang damai dan
mensejahterakan orang lain. Sebuah pencerahan Budhistik yang sangat indah,
dengan latar Sriwijaya tapi ada banyak jurus Mandarin yang tidak bersipat
Sriwijaya tapi, hal yang tak terhindarkan karena kita terbiasa dengan teks dan
budaya silat China dan Jepang. Sekaligus sebuah janji: akan ada cerita
petualang Tunggasamudra berikutnya. Karena, konteks kejiwaan yang sudah
terbentuk sayang kalau tak dilanjutkan.
***
*) Beni Setia, lahir di
Bandung 1 Januari 1954. Tahun 1974 lulus SPMA di Bandung dan sejak itu belajar
sastra secara otodidak. Ia menulis dalam bahasa Sunda dan terutama dalam bahasa
Indonesia, tersebar di berbagai media cetak terbitan Jakarta, Bandung,
Surabaya, Jogjakarta. Buku antologi puisinya: Legiun Asing (1983), Dinamika
Gerak (1987), Harendong (1993). Kini ia tinggal bersama keluarganya di Madiun,
dan tulisan-tulisannya, terutama cerpen dan kolomnya, terus mengalir. Beberapa
esainya dimasukkan ke dalam Inul (Bentang, 2003). Beni memilih menulis sebagai
profesi tunggalnya. http://sastra-indonesia.com/2010/04/bermula-dari-sriwijaya/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Jalal
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Abdoel Moeis
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdullah Harahap
Acep Zamzam Noor
Achi Breyvi Talanggai
Achiar M Permana
Aditya Ardi N
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Gaus
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Fatoni
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akrom Hazami
Al Azhar Riau
Alang Khoiruddin
Albert Camus
Albertus Prasetyo Heru Nugroho
Aldika Restu Pramuli
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alia Swastika
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aming Aminoedhin
An. Ismanto
Ana Mustamin
Andhika Dinata
Andong Buku #3
Andong Buku 3
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardi Wina Saputra
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asrul Sani
Astrikusuma
Ayung Notonegoro
Azizah Hefni
Badrul Munir Chair
Bahrum Rangkuti
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin
Benee Santoso
Beni Setia
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hatees
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Cak Sariban
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chusnul Cahyadi
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Damiri Mahmud
Danang Ari
Danarto
Daoed Joesoef
Darju Prasetya
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
di Bentara Budaya Yogyakarta
Dian Sukarno
Dick Hartoko
Didin Tulus
Din Saja
Diskusi
Djohar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dodit Setiawan Santoso
Donny Anggoro
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Tunas
Emha Ainun Nadjib
Erik Purnama Putra
Esai
Evan Ys
F. Aziz Manna
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Alayubi
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gusti Eka
H.A. Karomani
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Happy Widiamoko
Hardy Hermawan
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Haris Firdaus
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hazwan Iskandar Jaya
HB Jassin
Helvy Tiana Rosa
Hendri R.H
Herry Lamongan
Herta Muller
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Gusti Ngurah Parthama
I Nyoman Tingkat
I Putu Sudibawa
IBM Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Ika Feni Setiyaningrum
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Nawawi
Iman Budhi Santosa
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Ipik Tanoyo
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iva Titin Shovia
Iwan Simatupang
J Anto
Jefrianto
Jhumpa Lahiri
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Junaidi Khab
Jurnalisme Sastrawi
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardi Asih
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kiki Astrea
Koesalah Soebagyo Toer
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kuntowijoyo
Kurnia Effendi
Kurniasih
Kurniawan
Kuswaidi Syafi’ie
Kuswinarto
L.K. Ara
Laila Putri Rizalia
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Linus Suryadi
Literasi
LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu)
M Fadjroel Rachman
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
Mahbib
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mariana A Sardino
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Masuki M. Astro
Matdon
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Moh Khairul Anwar
Moh. Husen
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Ali
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Rasyid Ridho
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musfeptial Musa
Muslim Basyar
Mustafa ismail
Mustakim
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Neli Triana
Nelson Alwi
Nezar Patria
Ni Made Purnama Sari
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Nobel Sastra
Noor H. Dee
Nur St. Iskandar
Nur Taufik
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Pagelaran Musim Tandur
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Penerbit Pelangi Sastra
Pentigraf
Pidato Kebudayaan
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Politik
Pramoedya Ananta Toer
Priska
Priyo
Prosa
Puisi
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qomarul Adib
R. M. Sutjipto Wiryosuparto
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahadian Bagus
Rahmadi Usman
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Ridwan
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Rodli TL
Ronny Agustinus
Rosidi
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini K.M.
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sanusi Pane
Sapardi Djoko Damono
Sastra dan Kuasa Simbolik
Satu Jam Sastra
Saut Situmorang
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Indonesia
Sergi Sutanto
Shella
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sides Sudyarto DS
Sigit Sugito
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siti
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Hadi Purnomo
Soe Hok Gie
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Sofyan RH. Zaid
Sosiawan Leak
Sri Harjanto Sahid
St. Takdir Alisjahbana
Subagio Sastrowardoyo
Sumargono SN
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaifuddin Gani
Syamsudin Walad
T Agus Khaidir
Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thomas Ekafitrianus
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Pustaka Pujangga
Toto Sudarto Bachtiar
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Umar Kayam
Umbu landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Universitas Jember (UNEJ)
Veven Sp Wardhana
Veven Sp. Wardhana
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Triono KS
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widodo DS
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wizna Hidayati Umam
Wuryanti Puspitasari
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yok's Slice Priyo
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yos Rizal S
Yudha Manggala P Putra
Yudhi Fachrudin
Yulhasni
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Zadie Smith
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar