Senin, 25 Januari 2021

DERITA

Taufiq Wr. Hidayat *
 
Dalam sebuah lagu dangdut lama, dijeritkan suara hati yang terluka. Yang menderita karena rindu, dan karena cinta.
 
...
Mengapa kau tak merasa
Yang aku derita?
Dalam aku termenung
Hidupku tersiksa
 
Tak dapat kulupakan
Meskipun kau jauh
Bilakah engkau datang
Hai kekasihku
...
 
Begitu lirik dangdut berjudul “Termenung”, dinyanyikan Ida Laela, si pemilik suara merana yang melegenda melalui “Keagungan Tuhan” karya A. Malik BZ (1965), menyanyikan dangdut pertamanya dalam Orkes Musik (OM) Sinar Kumala Surabaya. Tak hanya dalam sebuah kisah asmara, manusia menderita, terluka, merana, terlunta-lunta. Tetapi sesungguhnya dalam segenap perjalanan hidupnya, manusia menderita. Terlunta dalam belantara kefanaan. Meskipun toh manusia itu sendirilah yang menertawakan penderitaannya sebagai komedi tragis bagai dalam kisah-kisah Shakespeare, absurditas seolah lakon-lakon Beckett, atau kepahitan dalam film-film bisu Charlie Chaplin yang kelam dan lucu. Dari kepahitan demi kepahitan itu, manusia memikirkan cara untuk menyiasati kefanaan. Bagi kaum beragama, begitu kiranya “akal ilahi” bekerja dalam diri manusia. Hasrat kekal dalam diri manusia, membuatnya menciptakan aneka upaya mengatasi segenap kepahitan dan kesulitan hidupnya. Apa yang disebut sebagai sumber peradaban oleh Arnold J Toynbee dalam teori peradabannya.
 
Namun siapakah yang sesungguhnya menderita? Dan siapa pemilik penderitaan sejati? Jika pertanyaan ini kita arifi dengan pandangan kemanusiaan, maka tak lain yang menderita sesungguhnya jiwa sebagai si empunya kehidupan. Bagi Ibn Arabi, sejatinya Tuhanlah sang maha-menderita dan sang maha-pemilik-segala-derita. Bahwa segala duka-derita manusia, toh kembali kepada-Nya jua. Duka-derita itu bersujud sebagai hamba, Tuhan menerimanya dengan ampunan dan kasih-sayang-Nya yang tak terjelaskan. Dengan begitu, sejatinya Tuhan berkorban buat makhluk-Nya yang paling berharga, yakni manusia. Tanpa berkorban, betapa sudah layak Tuhan menghancurkan manusia karena kekejian dan kelalaiannya. Karena Dia berkorban buat segala ciptaan-Nya, maka kehidupan terus berlanjut sampai entah. Itulah agaknya yang diyakini Isa al-Masih, mengorbankan diri bagi penebusan dosa. Demi menjelma Tuhan ke dalam sejarah. Apa yang pernah diajarkan Nabi Ibrahim, yakni dengan pengorbanannya untuk menebus derita dosa manusia yang tak berdaya dan dilemahkan dunia. Bahwa sejatinya manusia seperti Tuhan, tetapi ia bukan Tuhan. Melainkan manusia yang berperilaku meneladani Tuhan melalui segala gambaran teladan para utusan, ialah manusia yang sesungguhnya menderita, berduka lara. Sehingga dengan begitu, ia sanggup merasakan lezatnya kebahagiaan. Apa yang sesungguhnya tak mudah ditirukan, tapi yang selalu melekat sebagai takdir dalam diri manusia. Dalam istilah ajaran Islam disebut “takhallaqu bi akhlaqillah”. Berakhlak dengan akhlak ketuhanan. Sebuah pandangan dan sikap humanis yang membuat manusia sanggup melewati kesulitan, derita, dan malapetaka dengan harapan dan keyakinan, ialah dengan menginternalisasi sifat dan nama-nama Tuhan yang mulia dalam jiwa-raga. Memelihara diri dan sesamanya ke dalam sebuah ruang abadi, yang disebut para penyair sebagai “ruang cinta”. Rupa-rupanya itu barangkali yang menggerakkan Sapardi Djoko Damono menulis “Duka-Mu Abadi” (1969).
 
Atas keberadaan manusia yang menakjubkan, tetapi yang ganjil dan seringkali gagal dijelaskan itu, malaikat dan iblis pun iri. Iblis yang selamanya melanggar, iri melihat manusia yang dapat taat. Malaikat yang selamanya taat, iri melihat manusia melakukan kesalahan dan pelanggaran. Kenyataan unik dan sering bikin ribut ini, terjadi dalam film “Constantine” (2005) garapan Francis Lawrence dengan cerita Kevin Brodbin. Constantine adalah tokoh dalam komik Hellblazer karya Alan Moore. John Constantine mempunyai keahlian alamiah dapat melihat dan merasakan kedatangan malaikat atau iblis yang menjelma manusia. John Constantine yang perokok berat itu dimainkan oleh Keanu Reaves, yang dikenal karib sebagai si John Wick yang dingin, nekat, dan tak punya sopan santun. Tetapi dalam film ini, ia ditemani si cantik Rachel Weisz, perempuan berbibir mungil yang seakan pasrah dilumatkan selumat-lumatnya.
 
Gabriel sebagai malaikat melakukan pengkhianatan kepada Tuhan guna meloloskan iblis ke bumi. John Constantine menghalanginya. John Constantine adalah manusia yang pernah ke neraka karena bunuh diri oleh keputus-asaan, sebelumnya telah divonis Gabriel masuk neraka. Tapi bukan wewenang malaikat menentukan nasib surga dan nasib neraka manusia. Pada akhir film, Constantine ternyata mampu diterima Tuhan ke surga. Constantine sanggup membuktikan keimanannya kepada Tuhan dengan pengorbanan. Ia melakukan bunuh diri kedua kali, tapi kali ini bukan karena keputus-asaan, melainkan pengorbanan diri demi menyelamatkan manusia lain. Ia meniru Tuhan!
 
Gabriel merasa iri kepada manusia, sehingga ia membantu meloloskan iblis ke dunia agar menyiksa manusia, menjadikan dunia neraka semata. Dalam pandangan Gabriel, alangkah beruntungnya manusia. Mereka melakukan kekejian, pembunuhan, pemerkosaan, penindasan, atau kejahatan yang melampaui batas dan menjijikkan sepanjang sejarah. Bahkan manusia telah menghina-Nya dengan menyia-nyiakan hidupnya, menganiaya dirinya sendiri, melanggar-Nya bertubi-tubi, ada yang bahkan terang-terangan tidak memercayai keberadaan-Nya. Namun tatkala manusia tersungkur akibat perbuatan jahatnya sendiri yang menimbulkan malapetaka di hadapan Tuhan, mengiba, menyesal, dan sekarat berharap pada-Nya, amat sangat singkat sekali dan dengan suka rela Tuhan mengampuninya, menerimanya dengan sepenuh rindu dan cinta. Sedangkan malaikat yang tak pernah sekali pun melanggar-Nya seumur hidup---berabad-abad dalam sejarah hanyalah kepatuhan totalitas pada-Nya meski beban-beban berat dipikulkan padanya, tak mendapatkan perlakuan istimewa sebagaimana yang didapatkan manusia-manusia berdosa yang tersungkur penuh kehinaan itu. Ini tidak adil, pikir Gabriel.
 
Setelah selesai menonton film “Constantine” itu, hujan turun ringan di bulan Januari. Di dalam film tersebut barangkali Gabriel lupa, ia tak mungkin bisa merasakan penderitaan seperti manusia yang menyadari kekeliruan lalu kembali pada-Nya dalam ketakberdayaan, lantaran segenap hidupnya hanyalah kepatuhan belaka. Sedang manusia, tidak demikian adanya. Iblis pun tak sadar, ia tak mungkin merasakan penyesalan seperti yang dirasakan manusia yang selalu ingin lepas dari penderitaan, lantaran seluruh hidupnya hanyalah pelanggaran belaka. Manusia tidak begitu. Manusia adalah iblis dan malaikat sekaligus. Tetapi juga bukan kedua-duanya.
 
Manusia memang makhluk yang menderita. Ia sangat lemah. Tetapi ia yang paling sempurna. Ia dapat menemukan batas dan beda antara yang nyata dan yang tak nyata. Atau menguraikan alasan dari segala peristiwa. Seorang manusia tiba-tiba terperanjat ketika mendapati dirinya bangun di pagi hari telah berubah menjadi seekor kecoak dalam cerita Frans Kafka. Betapa absurd sesungguhnya. Tetapi segala dalam diri manusia dan hidupnya, orang bukan yang tak pernah bisa menerima kenyataan sebagaimana iblis dan malaikat. Dengan deritanya, ia menemukan kebahagiaan. Itulah barangkali sebabnya, utusan-utusan Tuhan selalu mengutuk mereka yang melimpah, namun tak peduli dan membiarkan penderitaan sesamanya. Mereka yang bahagia sendiri, mengasihani dirinya sendiri, dan menutup diri pada penderitaan. Sehingga derita tanpa cinta, membuat ketimpangan yang curam dalam kehidupan. Hingga pada suatu ketika, penderitaan melumatkan dunia dengan kegelapan dan rasa dendam.
 
Tembokrejo, 2021

*) Taufiq Wr. Hidayat dilahirkan di Dusun Sempi, Desa Rogojampi, Kab. Banyuwangi. Taufiq dibesarkan di Desa Wongsorejo Banyuwangi. Menempuh pendidikan di UNEJ pada fakultas Sastra Indonesia. Karya-karyanya yang telah terbit adalah kumpulan puisi “Suluk Rindu” (YMAB, 2003), “Muncar Senjakala” [PSBB (Pusat Studi Budaya Banyuwangi), 2009], kumpulan cerita “Kisah-kisah dari Timur” (PSBB, 2010), “Catatan” (PSBB, 2013), “Sepotong Senja, Sepotong Malam, Sepotong Roti” (PSBB, 2014), “Dan Badut Pun Pasti Berlalu” (PSBB, 2017), “Serat Kiai Sutara” (PSBB, 2018). “Kitab Iblis” (PSBB, 2018), “Agama Para Bajingan” (PSBB, 2019), dan Buku terbarunya “Kitab Kelamin” (PSBB, 2019). Tinggal di Banyuwangi, Sekarang Sebagai Ketua Lesbumi PCNU Banyuwangi. http://sastra-indonesia.com/2021/01/derita/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar