Rabu, 17 Februari 2021

DONGENG GOLA GONG

Haris Firdaus
 
Seorang anak kecil pergi ke alun-alun. Di sana, ia melihat seorang prajurit TNI yang terjun menggunakan parasut. Hatinya berdebar, matanya berdecak. Anak kecil itu mungkin kagum dengan peristiwa yang baru saja dilihatnya. Keinginan pun muncul. Lalu ia pulang ke kampungnya. Di sana, ia temui anak-anak sebayanya. Mereka ia ajak bermain perang-perangan. Anak kecil itu ingin jadi jenderal.
 
Tapi ada anak lain yang ingin juga jadi jenderal. Setelah sempat beradu mulut, akhirnya “jabatan jenderal” akan diperebutkan dengan sebuah cara: adu keberanian melompat dari pohon. Barangkali adu keberanian model ini muncul ketika si anak melihat prajurit yang meluncur dari atas dengan sebuah parasut.Lalu adu melompat itu pun dimulai. Diawali dari pohon yang berketinggian dua meter. Rintangan awal ini, dengan mudah dilewati keduanya. Lalu ke rintangan selanjutnya: pohon yang berketinggian tiga meter. Dan rintangan ini pun dilalui oleh kedua “calon jenderal” tadi. Maka, rintangan selanjutnya disiapkan. Keduanya akan melompat dari pohon setinggi empat meter.
 
Si anak yang pergi ke alun-alun tadi, mendapat giliran pertama. Ia pun memanjat pohon itu. Sampai di atas, ketika berdiri di atas sebuah dahan dan memandang ke bawah, si anak tiba-tiba takut. Lalu ia terpeleset, dan jatuh. Sialnya, posisi tangan kiri si anak dalam sebuah posisi yang tak menguntungkan. Tangan kirinya kemudian patah.
 
Karena di desanya belum ada dokter, ia pun dibawa ke dukun. Tapi bukan kesembuhan yang terjadi. Justru pembusukan. Tangan kirinya tak sembuh dan malah mengalami pembusukan. Sampai suatu titik, tangan kiri si anak harus diamputasi. Sejak itu, si anak mesti menjalani hidup dengan satu tangan.
 
Cerita ini bukan sebuah khayalan, atau ringkasan sebuah film atau novel. Ini cerita sungguhan. Cerita ini, saya dengar langsung dari si anak yang akhirnya harus hidup dengan satu tangan itu. Saat anak itu bercerita, ia bukan lagi anak-anak. Kini, ia telah dewasa dan sudah bisa punya anak. Nama anak itu sekarang: Gola Gong.
 
Mendengar nama itu, kita tentu ingat tentang “Balada Si Roy”. Sebuah cerita petualangan yang ditulis oleh Gola Gong dan kemudian melambungkan namanya. Saya ketemu Gong ketika ia meluncurkan novelnya “Labirin Lazuardi” di Gramedia Solo, (21/6) lalu. Novel yang direncanakan terbit dalam bentuk trilogi ini, sudah sampai pada buku kedua. Sayangnya, saya datang dengan agak terlambat. Jadi, tak sepenuhnya bisa menyimak acara itu.
 
Tapi, saya masih bisa “mengambil” beberapa cerita menarik. Cerita yang saya tulis di atas adalah salah satu cerita yang saya ambil dari peluncuran “Labirin Lazuardi” kemarin. Ketika itu, Gong ditanya oleh seorang penulis lain, Langit Kresna Hariadi: “Kenapa tangan kiri Mas Gong sampai ‘hilang’?” Saya tak tahu, apakah pertanyaan ini pantas diajukan dalam sebuah peluncuran novel yang disaksikan begitu banyak orang. Cuma, Gong agaknya tak terkejut mendengar pertanyaan itu.
 
Ia pun menjawab dengan ekspresi yang biasa saja, tidak sedih, apalagi minta dikasihani. Dengan semangat ia bercerita kenapa ia mesti hidup dengan satu tangan kini. Seolah persoalan itu bukanlah persoalan yang berat buat diceritakan. Maka, cerita seperti yang saya tulis di awal tulisan ini, meluncur dari mulut lelaki yang berambut gondrong itu, tanpa ragu-ragu.
 
Sebab, mungkin kehilangan sebuah tangan bagi Gola Gong tak sama artinya dengan “akhir hidup”. Ia bahkan sama sekali tidak minder berhadapan dengan orang “normal”. Yang lebih mengejutkan, Gong tak pernah merasa dirinya seorang “penyandang cacat”. “Saya cuma kehilangan satu tangan saja,” ungkapnya dengan tenang.
 
Barangkali keputusan Tuhan sudah demikian. Dan Gola Gong pun menerima keputusan itu tidak dengan hati berat. Ia lanjutkan hidup dengan sebuah semangat yang jarang dimiliki. Bayangkan, Gong memilih meninggalkan kuliahnya dan berkelana untuk menjadi penulis!
 
Cerita ini tentu seperti cerita dalam dongeng saja. Tapi, ini bukan dongeng. Dan anak kecil yang bertangan satu itu, yang kemudian tidak lulus kuliah itu, akhirnya menjadi seorang penulis hebat negeri ini. Cuma, bukan itu saja: Gong juga mengelola sebuah taman baca bagi anak-anak dan remaja yang ingin belajar menulis. Ah, makin mirip saja kisah hidup Gong dengan sebuah dongeng yang memberi inspirasi bagi kita semua.
 
Agaknya, Gong adalah contoh betapa kerja keras adalah sebuah hal yang paling perlu ketika kita ingin jadi penulis. Sebab, Gong yang mengaku “tak berbakat menulis” itu akhirnya harus bekerja keras berkelana kian kemari untuk menghasilkan sebuah tulisan yang bagus. “Balada Si Roy” adalah contoh tulisan Gong yang ditulis dengan sebuah observasi pasrtisipan yang panjang. Dan hasilnya, bisa kita lihat.
 
Yah, mungkin, pendapat Nasirun Purwokartun (yang menjadi moderator acara dalam peluncuran “Labirin Lazuardi” kemarin) benar: kisah hidup Gong mungkin lebih menarik dan memberi inspirasi daripada novelnya.

Sukoharjo, 22 Juni 2007 http://sastra-indonesia.com/2012/05/dongeng-gola-gong/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar