Minggu, 27 Juni 2021

Pendidikan Estetika yang Menghilang

Happy Widiamoko
 
Ada dua hal yang menjadi tantangan bagi para kalangan yang peduli pada perkembangan seni dan sastra saat ini. Pertama, kondisi masyarakat yang tidak kondusif bagi perkembangan seni dan sastra saat ini; Kedua, sejauh mana pendidikan seni dan sastra membumi dalam kondisi masyarakat seperti sekarang ini.
 
Yang pertama berkaitan dengan fakta bahwa basis perkembangan sosial yang ada saat ini menciptakan kondisi di mana kebutuhan masyarakat yang secara mendasar belum terpenuhi. Produk-produks seni komunitas dan kegiatan seni masyarakat tingkat basis semakin tersingkir oleh nilai-nilai estetis dan etis globalisasi kapitalisme (pasar). Selain itu, kesulitan hidup masyarakat akibat krisis ekonomi yang belum terselesaikan membuat rakyat harus sibuk mempertahankan hidup, kegiatan dan ekspresi yang bersifat estetispun tak dapat dilakukan.
 
Kurangnya peran kesenian dalam masyarakat akhir-akhir ini belum disadari sepenuhnya oleh masyarakat, pengamat, dan terutama pemerintah. Kemandulan kreativitas manusia juga tidak lepas dari perkembangan budaya pasar bebas yang membuat potensi estetika manusia terserap ke dalam budaya populer yang berbasiskan ekonomi pasar. Hal ini lah yang menjadi tantangan bagi kalangan yang meresahkan hilangnya potensi seni dan sastra dalam membentuk watak manusia dan menurunkan perannya dalam mentransformasikan masyarakat yang bermartabat dan berkebudayaan.
 
Ketertekanan ekonomi menyebabkan kebutuhan lain yang bersifat aktualisasi diri, kebutuhan akan intelektualitas dan ilmu pengetahuan, serta estetika menjadi terabaikan. Seorang ahli psikologi terkemuka Abraham Maslow memberikan gambaran berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia. Bagi Maslow kebutuhan manusia itu berjenjang yang pemenuhannya dituntut dimulai dari kebutuhan yang terendah yaitu kebutuhan jasmani seperti rasa haus dan lapar (physiological needs). Dari kebutuhan mendasar, setelah dapat dipenuhi, kebutuhan seseorang selalu meningkat menuju kebutuhan akan keamanan (safety needs), kebutuhan untuk diterima oleh lingkungan (belongingness and love needs), kebutuhan prestis (prestige needs), keberhasilan dan harga diri (esteem needs), lalu menuju kebutuhan yang tertinggi yaitu kebutuhan untuk merefleksikan diri (self-actualization).
 
Kebutuhan estetik (kesenian) dalam diri manusia sangatlah penting, bahkan hal ini bisa mencirikan kesehatan mentalnya. Ketidakmampuan untuk mengekspresikan diri dalam hal estetika ini berarti akan membuat orang frustasi. Kita bisa melihat fenomena kriminalitas dan kekerasan akhir-akhir ini. Kita dapat menyimpulkan bahwa aspek estetik masyarakat saat ini sedang tersumbat. Paling tidak kebutuhan akan keindahan bagi sementara orang sangatlah mendalam. Bahkan kita selalu merasakan dalam kehidupan sehari-hari bahwa keburukan selalu menimbulkan kejemuan serta melemahkan semangat. Abraham Maslow berani menambahkan, dalam arti biologis?sama seperti kebutuhan akan kalsium dalam makanan?setiap orang membutuhkan keindahan. Seni dan sastra membuat orang lebih sehat.
 
Dalam kondisi tersebut, peran pendidikan sangat diharapkan dalam memberikan tekanan pada pembentukan karakter estetik pada masyarakat. Dunia pendidikan harus berjalan bersama dengan para pegiat kesenian. Kerjasama ini harus ditegaskan karena di berbagai sekolah pendidikan kesenian kurang berkembang karena banyak para pendidik (guru) yang tidak berjiwa seni dan tidak memiliki kemampuan mengajarkan kesenian baik secara teknik maupun tematik. Bersama pegiat seni di luar lembaga pendidikan (sekolah), pengambil kebijakan di sekolah harus bergandeng tangan dengan pegiat dan aktivis seni untuk menciptakan gerakan yang dapat merangsang terciptanya kondisi yang memungkinkan kampanye pentingnya seni-sastra dalam kehidupan baik melalui tulisan, seminar, diskusi, acar-acara seni, dan perluasan komunitas atau sanggar-sanggar seni. Tetapi pada saat yang sama juga harus dipetegas dan diangkat muatan seni yang kritis, menguak luka masyarakat, dan mengontrol pembuat kebijakan politik.
 
Sebenarnya upaya untuk merangsang kebutuhan estetika di kalangan rakyat justru lebih cepat dan meluas jika para seniman dan peminat seni menegaskan komitmen sosial yang kuat, juga berpihak secara tegas kepada suara rakyat yang terkena kontradiksi dalam struktur kekuasaan. Memang masih banyak kelemahan-kelemahan tentang keterlibatan seniman dalam politik. Namun fakta sejarah menunjukkan bahwa keterlibatan mereka dalam politik masih lebih baik, dibanding seniman yang tidak mau paham sama sekali tentang politik yang dalam pemilu 2009 yang lalu bukan bermodalkan konsepsi seni dan komitmen sosial, tetapi hanya jual tampang, keseksian, popularitas, jual dandanan menor, dan lain sebagainya.
 
Sejak hilangnya Widji Tukul, meninggalnya Pramoedya Ananta Toer dan rendra praktis Indonesia kehilangan seniman dan sastrawan yang progresif. Dalam hal ini juga berarti bahwa hilangnya suara melalui kesenian yang keras, tegas, dan berpihak, ternyata juga diiringi dengan hilangnya kesadaran seni dan sastra di masyarakat. Artinya, kalau saat ini seni dan sastra kelihatan mundur, maka bisa jadi hal itu disebabkan oleh tidak adanya simbol kesenian yang secara personal kreatif dan vokal terhadap kondisi sosial, yang akan membawa kesadaran masyarakat bahwa seni adalah suara yang cukup signifikan untuk meneriakkan tuntutan mayoritas rakyat, yang ketika tidak dipelopori tidak akan tahu apa yang harus dilakukan. Pendidikan kesenian kepada rakyat, dengan demikian, semakin kehilangan tokoh-tokoh yang dapat dijadikan contoh.
 
Yang jelas ada potensi objektif bahwa suara-suara rakyat saat ini butuh terekspresi melalui seni. Kebutuhan untuk berkesenian akan tumbuh jika ada rangsangan dari para seniman avant garde yang berani bekerja keras baik dari segi aktivisme maupun muatan sosial yang dibawanya. Saat ini, di sati sisi rakyat tidak memiliki kesempatan untuk berkreasi dan menyalurkan kebutuhan estetisnya karena himpitan ekonomi yang masih belum diberikan oleh rejim politik. di satu sisi belum ada kepeloporan di tingkatan gerakan kesenian dan kesusastraan di luar kubu estetika populer yang terkomodifikasi dan bersifat menyerap sisi kreatifitas rakyat menuju banalitas kehidupan sehari-hari. Maka para seniman dan sastrawan harus segera menegaskan strategi taktik yang paling efektif dan kuat untuk menggugah kesadaran estetik yang tidak lepas dari kebutuhan sehari-hari.
***

http://sastra-indonesia.com/2010/10/pendidikan-estetika-yang-menghilang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar