Senin, 12 Juli 2021

Estetika Lokal dalam Sastra Kita

Neli Triana
kompas.com
 
Ketika Sutardji Calzoum Bachri berkumpul dengan Ahmad Tohari, dibumbui kehadiran tokoh-tokoh sastra seperti Hamsad Rangkuti, Taufik Ikram Jamil, Melani Budianta, Budi Darma, dan Gus tf Sakai, perang karya sastra rupanya seru untuk diikuti.
 
Bukan perang fisik yang membuat dada berdegup kencang, melainkan diskusi seru tentang estetika lokal dalam karya sastra Indonesia. Diskusi ini merupakan rangkaian acara dalam Kongres Cerpen Indonesia IV di Pekanbaru, 26-30 November 2005.
 
Mencuplik sedikit kisah dalam Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari melantunkan kesederhanaan kehidupan daerah terpencil, lengkap dengan kondisi desa yang sedemikian miskin. Penokohan Srinthil, si ronggeng yang bermetamorfosis dari seorang gadis lugu menjadi penggerak kehidupan desanya di pelosok Jawa Tengah, begitu realistis digambarkan oleh Ahmad Tohari.
 
“Saya selalu mengangkat kawasan pedesaan miskin lengkap dengan tokoh-tokoh yang di luar kebiasaan. Seperti Srinthil yang kemudian dikisahkan menjadi gila di akhir cerita. Memulai nuansa lokal, nuansa pedesaan, menjadi inspirasi yang terus dapat dikembangkan,” kata Ahmad Tohari.
 
Senada dengan Ahmad Tohari, Taufik Ikram Jamil mengungkapkan kondisi tanah kelahirannya, Riau. Riau dengan kandungan minyak bumi di dalam lapisan tanahnya, hamburan kelapa sawit di permukaannya, sejak 10 tahun terakhir menahbiskan dirinya sebagai negeri kaya. Namun, tak disadari kemiskinan tetap terjadi di mana-mana dan di segala bidang.
 
Kemiskinan materi menghinggapi 22 persen dari total empat juta lebih penduduknya. Sebagai pusat Kerajaan Melayu hingga seabad lalu, ternyata kini perkembangan budaya Riau dinilai tertinggal jauh dengan Malaysia dan Singapura.
 
Taufik, budayawan dan juga dikenal sebagai sastrawan Riau angkatan muda, begitu bersemangat ketika menyatakan dirinya tak ingin kenyataan tersebut terus mengiringi Riau. Taufik berkeras ingin kembali mengingatkan fakta sejarah mengapa Riau terkotakkan menjadi daerah pinggiran.
 
“Persoalan awal yang menghancurkan Riau adalah adanya Traktat London tahun 1824. Perjanjian antara Inggris dan Belanda itu memisahkan Riau dengan Singapura dan Malaysia yang sebelumnya bersatu. Dalam perkembangannya, Riau hanyalah menjadi kampung pinggiran sebuah kawasan bernama Indonesia,” kata Taufik.
 
Situasi sosial politik Riau kala itu tergambar jelas dalam setiap karya seniman maupun sastrawan lokal. Kisah masa lampau di Negeri Lancang Kuning ini hampir semuanya mengisahkan kebimbangan orang-orang penghuninya. Kondisi tersebut jelas terpampang dalam pengambilan setting yang lekat dengan karya puisi, roman, maupun cerpen. Salah satunya adalah karya-karya Soeman HS.
 
Pada pembukaan Kongres Cerpen Indonesia IV, Sabtu (26/11), Taufik yang juga Ketua Dewan Kesenian Riau (DKR) pun memperkuat pendapatnya tentang kondisi Riau dengan membacakan cerpen karya Soeman HS berjudul “Pilu”. Aktualisasi cerpen yang dilafalkan dalam kekuatan mimik muka sesuai jiwa kesedihan serta gugatan dalam cerita dibawakan apik olehnya.
 
Makin tersisih
 
Mencermati dunia sastra Indonesia saat ini, baik Ahmad Tohari maupun Taufik Ikram Jamil sepakat bahwa nuansa lokal makin tersisih dalam karya sastra Indonesia, terutama dalam cerita pendek atau cerpen. Para cerpenis mulai kehilangan kepekaan terhadap alam sekitarnya.
 
Ahmad Tohari pun menyebutnya sebagai sebuah pengkhianatan yang nyata. Dia menekankan pilihan mengangkat realisme sosial sebagai latar belakang karya sastra tidaklah buruk, tetapi pengayaan karya serasa mandek ketika tidak ada eksplorasi terhadap nuansa lokal. Cerpen-cerpen masa kini terlalu didominasi nuansa urban yang kemudian memunculkan karya-karya massal tanpa dilengkapi identitas tersendiri.
 
Nuansa urban tidak dimungkiri memiliki daya tarik tersendiri untuk selalu dieksploitasi karena hampir semua tempat kini terkena sindrom sebagai kawasan urban yang memunculkan segala persoalan sosial maupun terjadinya gegar budaya.
 
Sutardji menegaskan bahwa estetika lokal merupakan mazhab tersendiri dalam dunia cerpen Indonesia. Tidaklah salah ketika kemudian muncul mazhab lain yang dianut para cerpenis. Akan tetapi, ketika semua cerpenis hanya melihat pada satu sisi, sisi urban misalnya, hal tersebut amat disayangkan karena akan memunculkan hiperbola penggambaran yang terkadang memuakkan.
 
Prihatin mengenai problematika dalam dunia cerpen inilah yang mengilhami pihak panitia Kongres Cerpen Indonesia IV mengangkat tema estetika lokal dalam cerpen Nusantara. Diharapkan, dari hasil kongres ini akan kembali memicu kreativitas cerpenis Nusantara untuk menggali estetika lokal dalam karya-karyanya. Sastrawan selalu memiliki kepentingan atas masyarakat dan dunia di sekelilingnya. Problem lokalitas pun mau tidak mau akan selalu muncul.
 
“Pada kongres kali ini sengaja estetika lokal menjadi tema sentral. Kegiatan ini bertujuan memotivasi para penulis cerpen agar membubuhkan arti penting estetika lokal, dalam pengertian budaya bukan melulu politik yang tertuang dalam karya-karyanya. Makna lokalitas bukan sempit merujuk pada budaya masyarakat tertentu, tetapi lebih bersifat komprehensif,” kata Ketua Umum Kongres Cerpen Indonesia IV Syaukani Al Karim.
 
Penyelenggaraan kongres ini juga bertujuan mengajak masyarakat menyadari realitas miskinnya budaya membaca di Indonesia. Meski sebenarnya sarat arti serta sumber pencerahan, masyarakat tetap saja kurang bisa menghargai karya sastra yang tertuang dalam secarik kertas sederhana. Sejalan dengan tema dasar, mengangkat estetika lokal, diharapkan cerpen Indonesia masa depan akan lebih akrab dengan kehidupan masyarakat.
***

http://sastra-indonesia.com/2009/04/estetika-lokal-dalam-sastra-kita/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar