Senin, 12 Juli 2021

Sepeninggal Gesang di Waktu Petang

Wuryanti Puspitasari
oase.kompas.com
 
“Bengawan Solo, riwayatmu ini, sedari dulu jadi, perhatian insani,” Puluhan remaja menyanyikan lagu Bengawan Solo dengan syahdu dari atas kursi roda. Keterbatasan fisik tidak menyurutkan gairah mereka, melantunkan hingga habis lagu peninggalan maestro kerongcong, Gesang.
 
Mereka berderet-deret disamping rumah duka bersama puluhan orang lainnya untuk melepas kepergian sang legenda. Di bagian punggung seragam sekolah yang mereka kenakan, terpampang tulisan Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat (SLB YPAC) Solo.
 
Salah satu siswa, Iqbal, yang mengalami kelumpuhan kaki mengatakan dirinya berada disitu sebagai penghormatan terakhir untuk tokoh budaya yang baru saja tutup usia.
 
Keberadaan para siswa SLB tersebut merupakan satu bagian kecil dari rangkaian panjang upacara pemakaman Gesang Martohartono.
 
Berpusat di rumah duka, rumah sederhana dengan beberapa ornamen kayu di beberapa sisi, duka itu menggelayut. Peti jenazah Gesang membujur di ruangan berukuran sekitar 4×6 yang terus saja dipenuhi ratusan pelayat.
 
Metamorfosis Gesang sejak dirinya muda hingga tua terekam dalam bingkai gambar-gambar foto mapun lukisan yang tergantung di ruangan tersebut.
 
Satu meter dari peti jenazah, Toyib (75) adik kandung Gesang duduk diam memandangi pera pelayat yang datang.
 
Tangan keriputnya sesekali mengusap air mata yang masih saja mengalir lembut dari sudut-sudut indera penglihatannya. Tatapan matanya kosong, menatap kelu pada tubuh kaku di dalam peti jenazah.
 
Sedikit gemetar, dia bercerita bahwa tujuh bulan lalu, ia pernah memiliki firasat buruk tentang kakak yang dibanggakannya.
 
Satu dari puluhan foto Gesang yang tergantung di dinding ruangan itu jatuh dan kaca yang membingkainya pecah.
 
Padahal, saat itu tidak ada angin kencang, tidak ada juga guncangan, namun tiba-tiba benda itu terhempas ke lantai. “Firasat saya langsung ndak enak,” katanya dengan dialek Jawa yang kental.
 
Namun, setelah dua bulan berganti dan keadaan Gesang dinilainya baik-baik saja, dia melupakan firasat buruk tersebut. “Ndak taunya firasat buruk saya menjadi kenyataan sekarang ini, di bulan ketujuh” katanya.
 
Ia mengakui, kepergian Gesang mungkin kehendak terbaik dari Allah SWT karena beberapa waktu belakangan Gesang cukup menderita karena penyakitnya. “Daripada sakit terus menerus, mungkin ini yang terbaik, meskipun keluarga sangat berat melepas kepergiannya,” katanya.
 
Dia juga mengatakan, keluarga besar akan meneruskan cita-cita Gesang, yakni melestarikan musik keroncong.
 
Selain Toyib, duka mendalam juga dirasakan oleh Yuniarti, salah satu keponakan Gesang yang menemaninya, hingga ajal menjemput pria yang pernah mendapatkan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma Presiden tahun 1992 itu.
 
Dia bercerita, sekitar jam 10.00 WIB atau delapan jam sebelum wafat, Gesang terlihat segar bugar dan bersemangat. “Bahkan bapak sempat menyanyikan lagu Bengawan Solo dan Jembatan Merah,” katanya.
 
Gesang juga mengajaknya bernyanyi, namun karena ia tidak hafal Gesang memintanya untuk mencatat syair lagu di sebuah kertas.
 
“Setelah saya selesai mencatat, bapak meminta saya untuk memberikan syair tersebut kepada pemain alat musik cello,” katanya.
 
Namun hingga menghembuskan nafas terakhirnya, Gesang tidak menyebutkan siapa pemain cello yang dimaksud. “Saya hanya menangkap bahwa bapak ingin kedua lagu itu dan lagu keroncong lainnya diteruskan kepada generasi muda agar terus dapat lestari,” katanya.
 
Ia juga menambahkan keluarga sangat kehilangan sosok sederhana nan setia. Keluarga hanya berharap, sanggar seni milik Gesang yang berada di tepian Sungai Bengawan Solo dapat dipugar, diperbaiki, diperindah, dan dapat menjadi peninggalan bersejarah sepeninggal Gesang.
 
Keinginan itu direspon oleh Pemerintah Kota Surakarta. Wakil Walikota Surakarta, FX Rudyatmo mengatakan pihaknya akan merevitalisasi bangunan sanggar seni milik Gesang. “Kami berencana untuk memugar bangunan tersebut agar menjadi lebih baik,” kata Rudyatmo.
 
Rudyatmo menjelaskan, kondisi bangunan sanggar seni milik Gesang cukup memprihatinkan karena mengalami kerusakan di beberapa bagian.
 
Karena itu, Pemkot Surakarta akan mengkaji dan menindaklanjuti wacana untuk merevitalisasi sanggar seni tersebut. Ia berharap, sanggar seni itu nantinya akan menjadi pusat kesenian bagi generasi muda yang tertarik untuk mengembangkan bakatnya di bidang seni dan budaya khususnya musik keroncong. “Dengan demikian, kami berharap akan mencetak maestro-maestro baru penerus almarhum Gesang,” katanya.
 
Meski demikian, dia belum bisa memperkirakan berapa biaya yang dibutuhkan untuk memugar bangunan sanggar seni tersebut.
 
Ia juga menambahkan, Pemerintah Kota Surakarta dan segenap masyarakat sangat kehilangan sosok Gesang sebagai legenda musik keroncong.
 
Ia berjanji akan mengusulkan Gesang sebagai pahlawan nasional di bidang budaya kepada pemerintah pusat.
 
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mendukung almarhum Gesang Martohartono menjadi pahlawan nasional di bidang budaya.
 
“Saya mendukung penuh usulan dari masyarakat untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada almarhum Gesang,” kata Agung Laksono.
 
Menko Kesra menjelaskan pihaknya akan membawa usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Gesang untuk segera diproses lebih lanjut.
 
Presiden selama ini mengambil keputusan tentang pemberian gelar pahlawan berdasarkan usul dari Dewan Tanda-Tanda Kehormatan Republik Indonesia.
 
Agung juga mengatakan gelar pahlawan nasional di bidang budaya kepada Gesang sangat pantas diberikan mengingat jasa almarhum dalam mengembangkan musik keroncong.
 
Ia juga menambahkan, usulan untuk menjadikan Gesang sebagai pahlawan nasional karena karyanya terbukti membawa harum nama bangsa dan negara. “Liriknya sangat dikenal, bahkan lagu Bengawan Solo diterjemahkan ke 13 bahasa asing,” katanya.
 
Selain adanya usulan untuk menjadikan Gesang sebagai pahlawan nasional di bidang budaya, sang Maestro pun memiliki kemungkinan untuk mendapatkan anugerah budaya dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
 
Namun, Dirjen Nilai Budaya Seni dan Film, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Tjetjep Suparman menjelaskan, pemberian anugerah itu memakan waktu selambat-lambatnya satu tahun. “Pemberian anugerah ini tidak mudah, harus melalui berbagai proses, karena ini merupakan penghargaan bergengsi yang diberikan oleh kementerian kami,” katanya.
 
Menanggapi hal tersebut, pihak keluarga hanya bisa mengapresiasi perhatian yang diberikan pemerintah sepeninggal Gesang.
 
Namun, satu hal yang mereka harapkan, keinginan terakhir Gesang, untuk melestarikan musik keroncong jadi kenyataan. “Kami berharap musik keroncong akan tetap lestari, sepeninggal bapak kemarin petang,” kata Yuniarti.
 
***
http://sastra-indonesia.com/2010/05/sepeninggal-gesang-di-waktu-petang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar