Kamis, 29 Juli 2021

Kecanggihan “Lanang” dan Ilusi atas Nilai Kemapanan

Sihar Ramses Simatupang
sinarharapan.co.id
 
Mereka yang terbiasa memadukan bahasa puitik dan bahasa deskriptif ala Ayu Utami, Nukila Amal, dan Linda Christanty akan menemukan kepincangan dalam membaca novel Lanang karya Yonathan Rahardjo.
 
Namun, abaikan itu semua maka lama-kelamaan kita akan terseret ke dalam irama penataan tegangan dan pengelolaan jaringan tematik yang pelik. Novel ini sesungguhnya mendalam, sangat imajinatif dan mengesankan.
 
Inilah pendapat pengamat filsafat yang juga guru besar di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan, Bambang Sugiharto mengomentari novel yang menjadi Juara Harapan II Lomba Novel Dewan Kesenian Jakarta 2006 lalu dalam diskusi yang digelar di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Yassin, Jakarta, Senin (30/6).
 
Diskusi yang dimoderatori Ketua PDS, Endo Senggono itu dibuka dengan pembacaan secuplik bagian dari novel tersebut oleh A Badi AQT. Bambang kemudian memaparkan tema menarik, antara lain sebuah permainan ilusi terhadap beberapa persoalan.
 
Bambang menyorot kepribadian tokoh Dewi dan Putri yang berubah-ubah. Juga pandangan Lanang bahwa perselingkuhan tak berarti untuk cinta. Tapi di sisi lain, menurut Bambang, perselingkuhan bagi Lanang adalah sebagai lambang kejantanan termasuk lambang harga dirinya. Tapi bagi para perempuan, Lanang semata adalah pejantan. Menurut Bambang, inilah ilusi cinta yang berkembang berbeda dari setiap sudut pandang.
 
Bambang juga menyebutkan, tema ketiga yang ditangkapnya pada novel ini adalah tentang jaringan intrik rumit bisnis rekayasa genetika.
 
“Ada juga bisnis peternakan, kerumitan bioteknologi, transgenik, sebagai ekses penyakit. Ini adalah wilayah yang jarang dibicarakan di sastra Indonesia,” papar Bambang.
 
Tegangan itu, ujar Bambang, kemudian dikembangkan seperti film, ada thriller, terutama bila visualisasi dikembangkan dengan kemampuan reflektif. Alur dikembangkan dengan klimaks yang jelas, seperti terbunuhnya burung babi hutan yang dianggap sebagai matinya ternak babi. Seakan situasi desa pulih dan Lanang dianggap sebagai hero, tapi setelah itu dijatuhkan.
 
Rajikun, dibongkar skandal seksualnya, bahkan dianggap penyebab penyakit terhadap hewan. Begitu juga Dewi yang pada akhir juga muncul sebagai klimaks.
 
“Saya bolak-balik awal dan akhir, Yonathan piawai untuk menyusun cerita ini,” paparnya. Sekalipun ada pertanyaan soal konsistensi, antara lain soal imajinasi, burung babi hutan yang dikatakan memerkosa Dewi ternyata di akhir peristiwa itu terkesan yang melakukan adalah Rajikun.
 
“Entah Rajikun atau burung babi hutan, dibutuhkan imajinasi pembaca,” ujarnya.
 
Persoalan Karakter
 
Bambang juga mencatat soal karakter, apakah Yonathan membuat skema dalam karakterisasi karena awalnya Lanang santun. Lama-kelamaan figurnya ambigu, lalu di akhir cerita menjadi permisif, bahkan tak peduli istrinya. Karakter Dewi pada awalnya tak jelas, di akhir cerita ternyata ia digambarkan sangat cerdas. Rajikun dilukiskan pandai memainkan skenario, memanfaatkan kesempatan di dalam kesempatan.
 
“Apa pun, pola itu menarik bagi saya. Keunggulan novel ini dalam suatu kompetisi, di antara karya yang lain banyak juga yang layak terbit, namun genrenya masing-masing. Banyak yang chicklit, renyah dan nyaman dibaca. Tapi waktu itu, kami bersepakat, yang dibutuhkan adalah unsur baru, wilayah garapan baru. Novel yang malang melintang adalah yang puitik, termasuk novel yang terampil dalam bahasa, tapi mengenai apa novel itu, substansinya tipis dan tak begitu jelas. Ada juga novel tentang keagamaan, detail menarik, tapi di akhir kisahnya tak jelas. Novel Yonathan berikan banyak unsur sehingga punya keunggulan tertentu. Tapi, lomba memang akan ramai dan publik akan lihat berbagai sisi dan perspektif, eyel-eyelan. Dari juri, nilai yang agak tinggi adalah novel Lanang ini,” papar Bambang.
 
Bambang kemudian menanggapi pendapat salah satu peserta terutama soal realisme magis. Menurutnya, memang belakangan persoalan realisme magis mengemuka. Dalam kesenian, ia tak antusias dengan isme yang ada. Tiap karya mempunyai keunikan dan kerumitannya sendiri. Ekspresionisme Affandi beda, juga Ivan Sagito dikatakan bahwa dia surealis. Namun tetap saja karya para seniman itu memiliki keistimewaannya sendiri.
 
Novel Lanang juga berkisah soal bagaimana persepsi masyarakat bisa jadi bodoh karena diseret soal ketahyulan, bagaimana intelektual jadi ikut pada prostitusi dan pelacuran.
 
“Ini soal kultural. Kelanangan macam apa yang diruapkan di novel ini. Kedua, kelanangan, heroisme macam apa yang dibutuhkan sekarang ini. Jackie Chan, orang yang biasa, mengatakan bahwa pahlawan adalah orang biasa yang jadi punya nyali saat dibutuhkan, just do it. Itulah definisi pahlawan, definisi yang sederhana namun menarik,” ujar Bambang.
 
Orang filsafat, ilmuwan dan sastrawan memang ada, tapi yang dibutuhkan menurut Bambang adalah pelaku dengan naluri kemanusiaan yang cukup besar dan dibutuhkan saat ini sesuatu yang konkret.
 
“Yonathan justru merelatifkan konsep kepahlawanan, kecowokan ini. Bahkan nyaris menertawakan, ilusi para lelaki seperti prestasi, seks, politis atau apa pun, di sisi lain dia makhluk lain yang dipermainkan oleh hal lain. Ini semua permainan, merasa menguasai padahal dikuasai, gagah padahal rapuh, ini problematisasi kelanangan, kelanangan Rajikun. Apa feminis suka karena sebetulnya justru melanangkan dan mempahlawankan perempuan di novel ini,” tutur Bambang.
 
Problem Kultural
 
Pembicara lainnya, Sahlul Fuad, membahas bagaimana perlawanan tentang ternak dan kemandirian yang ada dalam novel Lanang. Sahlul menyindir soal tender dalam bangsa ini, yang kerap tak disinggung dalam pikiran dan karya generasi bangsa ini.
 
Satu hal yang menarik dalam novel ini adalah bagaimana perdebatan dokter Lanang tentang teknologi tradisional yang dibangun masyarakat. Sering kali pendidikan kedokteran merujuk sistem modern.
 
“Dalam novel ini, hal itu dipertanyakan. Dukun Rajikun, sekali pun tahu dalam labnya, beratus tahun yang lalu para peternak kita telah tahu bagaimana pelajari alam dengan pengalaman dan pengetahuan yang sangat tinggi,” ujar Sahlul.
 
Menghadapi novel ini, bagi Sahlul, mengingatkan bahwa bangsa ini menghadapi problem kultural luar biasa. Menurut dia, sulit melakukan revolusi kultural karena tak ada pendidikan kultural sebagai dasar.
 
Chris Pangihutan Purba, pembicara ketiga, mengatakan bahwa ada penciptaan transgenik yang justru melemahkan kebangsaan di negeri ini. Itu dibicarakan dalam novel Lanang.
 
“Kita terlambat buat resistensi, namun sistem sudah masuk, diperparah kondisi intelektualisasi seperti ini. Alternatif hegemoni itu menjadi bunuh diri. Novel Lanang mengisahkan problem yang ada di Nusantara termasuk problem dunia medis. Masalah sistem global di dunia kesehatan telah dibahas di novel ini,” ujar Chris.
***

http://sastra-indonesia.com/2008/12/kecanggihan-lanang-dan-ilusi-atas-nilai-kemapanan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar