Minggu, 18 Juli 2021

PUISI, SURABAYA DAN PERADABAN

S Yoga
surabayapost.co.id
 
Peradaban kota merupakan perwakilan dunia modern. Di mana rasionalitas, efektifitas, efesiensi dan pembagian kerja nampak mengedepan. Dengan lapisan-lapisan masyarakat yang terbagi secara jelas, baik dalam bidang pekerjaan maupun kelas sosial. Dan kelas sosial inilah yang merupakan problem kota besar, di mana kaum yang terpinggirkan atau bagi pejabat yang telah kehilangan moralitasnya. Apakah kota menjadi surga bagi mereka atau sebaliknya menjadi neraka yang mengerikan bagi kehidupan selanjutnya.
 
Memang kota diharapkan menjadi sebuah peradaban yang serba modern, serba praktis dan rasional. Di mana kota menjadi sentral kehidupan dan peradaban yang dijunjung warga kota, dengan teknologi dan kemudahannya. Sehingga warga kota seringkali disebut warga yang modern dan rasional, dibanding warga lainnya yang ada di luar kota, yang identik dengan tradisional dan terbelakang.
 
Namun kenyataannya kota seringkali tidak seperti yang diharapkan, oleh para pendatang yang berharap mendapat mimpi indah hidup di kota. Kota seolah menjadi lorong gelap dengan struktur sosial yang tidak memihak. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin terpinggirkan. Maka muncul hunian para kaum miskin, gelandangan, pelacuran dan kriminalitas.
 
Kejahatan pun bukan hanya milik kaum terpinggirkan, namun para kaum terhormat kota tak ketinggalan ikut berperan, menjadi koruptor dan pengambil kebijakan yang salah. Inilah peradaban kota yang mengalami dehumanisme dan ketertinggalan budaya. Karena kebudayaan selalu bercita-cita dan merefleksikan dirinya dengan sesuatu yang bermoral dan memanusiakan manusia. Sedangkan peradaban kota cenderung menjauhi moralitas.
 
Fatamorgana
 
Tak kecuali kota Surabaya, yang menjadi sumber inspirasi bagi sebagian sastrawan, dengan menghayati kenyataan yang ada. Yang diolah menjadi estetika urban oleh para sastrawan-penyair. Di mana Surabaya dan peradabannya menjadi sebuah wilayah yang patut dimaknai sebagai tanda-tanda zaman. Sehingga banyak sastrawan yang telah menulis karya, baik prosa maupun puisi yang bersumber dari kota Surabaya.
 
Sebut saja Idrus dengan cerpen Surabaya-nya yang terkenal itu, di mana menceritakan kebobrokan moral para pejuang, Pramudya Ananta Toer dengan Bumi Manusia, dengan perjuangan Nyai Ontosoroh yang berseting di wilayah Wonokromo dan sekitarnya, Budi Darma dengan Rafilus, tokoh aneh dan terasing dari peradaban kota sehingga nampak terpinggirkan, bahkan penyair Jerman Berthold Brecht juga pernah menulis puisi berjudul Surabaya Jhony.
 
Tak ketinggalan para penyair Jawa Timur juga memberikan perhatian khusus terhadap peradaban kota Surabaya dalam karya-karyanya. Dan umumnya karya-karya mereka selalu bernada murung ketika menatap peradaban Surabaya. Misal puisi “Montase Kota Mati” -F Aziz Manna, Di taman makam kota terbaca kisah/ribuan orang bergerak dalam perang/(antara impian dan dendam) payung-payung hitam/meninggalkan masa depan/waktu hanya hitungan, kota hanya sebutan.
 
Sebuah kecemasan akan modernitas yang ternyata kurang membawa keberuntungan bagi kaum pendatang maupun kaum marginal. Sehingga kota hanya sebuah impian bagi para pendatang, yang kalah secara struktural dan hidup sebagai parasit kota. Mereka miskin dan termarginalkan secara struktural, kota tidak punya rasionalitas, bahkan birokrasi yang ada menjadi belenggu, bukannya mempermudah, namun justru memperlambat dan seringkali memunculkan sarang koruptor, dengan banyak pintu dan pungutan. Sehingga kota nampak irasional, penuh fatamorgana, kita tak punya/rasionalitas; kota/tua kita-hantu-hantu yang diledakkan//Di sepanjang/trotoar-pagar hanya fatamorgana, “Melawat ke Kota Tua” -Mashuri.
 
Kota memang merupkan meltingpot, tempat awal mula bertemu dengan segala silang sengkarut kehidupan kota besar. Di mana akhirnya kota menjadi hunian orang tersingkir semacam pencopet, pelacur, begundal dan buronan. Hal ini kita jumpai dalam puisi Akhudiat, Wonokromo adalah leher botol/Ke tembolok Surabaya melahap & muntahan apa & siapa saja/Tak perlu basa-basimu, sumpah serapahmu, protes atau acungan jempol/Bahkan sindiran atas jalan layang//Di sini kancah buangan & mimpi orang tersingkir/Pecopet, pelacur/begundal, buronan/Mengendap di kampung-kampung yang tumbuh sendiri/Atau Sembunyi di hutan lalang timur stasiun kereta api//Wonokromo adalah monumen/Pasar terbakar.
 
Diancuk Jaran
 
Sedang puisi-puisi Indra Tjahyadi yang terangkum dalam “Kitab Syair Diancuk Jaran” berisi 32 puisi, rupanya khusus diperuntukkan bagi kota Surabaya. Semua puisi bercerita tentang kehidupan Surabaya, dari zaman Belanda, Jepang, kemerdekaan hingga kini. Di mana diceritakan baik kehidupan orang Cina, Arab maupun pribumi, dengan dialek yang berciri khas Suroboyoan, terus terang, kasar, liar dan menohok. Sehingga memunculkan sebuah identitas kota baik secara isi maupun bentuk ungkapnya. Inilah puisi yang menampilkan diri Surabaya secara lebih kompleks.
 
Baik yang remang-remang semacam pelacuran, tak ada setan/tapi mereka sebut aku begundal/; pejantan jalang yang terlahir/dari rahim danyang/kampung jarak gang makam. Tonggak kepahlawanan yang ironis macam puisi “Di Depan Tugu Pahlawanan”, “dulu kakekmu tewas di sini/setelah dikeroyok empat begal/sepulang ngemis di depan Pasar Turi”. Maupun percampuran ras, Madura, Arab dan pecinan, lek enti’ lu/ketemu be’ aku/tolong bho’ lu tanya’i/darimana asalku/ato sapa namaku//soale tinggaku/nde’ pinggiran kota//kota surabaya/dengan pesona/panorama sing kisruh/sing cuma diinapi/para pemabuk. Di mana identitas modern yang seharusnya dapat mempermudah manusia dalam mengarungi kehidupan, teryata menjadi malapetaka bagi sebagian besar penghuni kota yang mengalami ketertinggalan budaya.
 
Namun lain lagi dengan penyair Aming Aminoedhin dalam, “Surabaya Ajari Aku tentang Benar”, Surabaya, ajari aku bicara apa adanya/Tanpa harus pandai menjilat apa lagi berlaku bejat/Menebar maksiat dengan topeng-topeng lampu gemerlap/Ajari aku tidak angkuh/Apa lagi memaksa kehendak bersikukuh/Hanya lantaran sebentuk kursi yang kian lama kian rapuh. Yang mengisahkan tentang kecemasan kebijakan yang tidak memihak rakyat, baik dari pejabat maupun wakil rakyat, yang lebih banyak membutakan mata hatinya daripada kebijakan yang manusiawai bagai warga kota.
 
Inilah panorma kehidupan kota Surabaya dengan silang sengakrutnya di mata para penyair. Merupakan sebuah peringatan bagi pengambil kebijakan dan para warga kota yang harus siap-siap mengalami kehidupan yang bukanya tambah modern namun cenderung lebih primitif atau barbar dalam tatanan etika dan moralnya.
 
Memang dalam struktur fisik kota, kita bisa melihat adanya kemajuan pesat, dengan banyaknya plaza, hotel, apartemen, realestat, cafe pub dan fisik lainnya yang mencerminkan kemeriahan peradaban. Namun kemajuan modernitas tersebut tidak diikuti dengan peningkatan rasionalitas dan moralitas para pejabat, wakil rakyat dan para penghuni kota lainnya, yang justru menyebabkan kebijakan-kebijakaan yang berlawanan dengan kemanusiaan dan moralitas. Sehingga secara struktural kaum bawah, selalu terpinggirkan di tengah kota yang menjanjikan mimpi indah.
***

*) Penyair, Anggota Komite Sastra DK-Jatim. http://sastra-indonesia.com/2009/02/puisi-surabaya-dan-peradaban/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar