Jumat, 16 Juli 2021

Tak akan Melayu Hilang di Bumi?

Muhammad Subarkah
Republika, 28 Juni 2011
 
MALAYSIA dan Singapura mengalami persoalan serius dalam penggunaan bahasa Melayu.
 
Kegundahan akan menghilangnya bahasa nasional di Malaysia ternyata juga mulai terasa. Sastrawan dan pakar bahasa Melayu Prof Dr Siti Zainon Ismail mengaku galau atas cara orang Malaysia ketika mengungkapkan pikiran melalui bahasanya. Kalau di Indonesia dikenal berbahasa ala gado-gado, dia menyebutkan, di Malaysia cara berbahasa itu mirip memakan rujak.
 
“Yang paling degil adalah gaya bahasa kalangan bisnis. Mereka seenaknya saja mencampur-campur bahasa. Mereka berpikir bahasa nasional, yakni bahasa Melayu, sudah tak mampu lagi menampung kebutuhannya dalam menyampaikan perkembangan bisnis,” kata Zainon.
 
Tak beda dengan di Indonesia, Zainon juga mengakui, kalangan pejabat negara mulai jengah untuk berbahasa Inggris dengan benar. Bahkan, mereka terlihat tak malu lagi untuk menggunakannya. Bahkan, tampak sekali mereka silau dengan terus memakai bahasa Inggris di banyak acara resmi. “Kalau jumpa pers, misalnya, ketika ada wartawan bertanya dalam bahasa Inggris, langsung saja percakapan berganti dengan Inggris. Padahal, pejabat negara sudah ada ketentuan mengenai penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional.”
 
Dia menceritakan, sebenarnya semasa Anwar Ibrahim menjabat sebagai menteri pendidikan, sudah ada usaha pembakuan bahasa Malaysia yang akarnya merupakan bahasa Melayu Riau. Saat itu akhiran ‘e’ yang acap keluar dari kebiasaan percakapan, dalam percakapan formal tetap dibunyikan ‘a’.
 
Zainon mengakui, keinginan untuk tetap mempertahankan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi tetap menyala di Malaysia. Kalangan para pegiat sastra dan budaya terus berusaha mempertahankannya sekuat mungkin. Tapi, hanya kalangan sekelompok ‘elite’ yang kini cenderung tak menghiraukannya. Bahkan, ketika ada usaha untuk membakukan bahasa Melayu, terdengar tuduhan bahwa itu adalah keinginan untuk meniru cara berbahasa orang Indonesia.
 
“Kalau di kalangan sastra dan budaya tetap terjaga dan menghormati bahasa Melayu, tapi ini berbeda bila di kalangan bisnis. Umpamanya, ketika ada peluncuran mobil baru. Di pentas, para pebisnis berbicara dengan bahasa Melayu, tetapi ketika konferensi pers, situasi menjadi lain. Soalnya, bila wartawan berbicara bahasa Inggris, menterinya pun akan menjawab dengan bahasa Inggris. Hanya satu menteri, yakni menteri warisan kami yang masih sopan. Kalau yang lain, tidak begitu lagi,” tegas Zainon yang pernah mengecap pendidikan seni di Yogyakarta pada dekade 70-an.
 
Diakui Zainon, kini masyarakat di Malaysia juga mengalami perubahan tata nilai yang dahsyat. Imbas ini pun terjadi pada cara berbahasa kalangan muda dalam 10 tahun terakhir dengan dipakainya bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar banyak mata kuliah di Universitas. Padahal sebelumnya, atas dukungan mantan PM Tun Abdul Razak pada 1969, bahasa Melayu digunakan sebagai pengantar dalam kuliah di kalangan perguruan tinggi di Malaysia. Saat itu banyak guru dari Indonesia juga didatangkan ke Malaysia untuk mengajar pelajaran sains di berbagai sekolah dan universitas.
 
Tetapi, akibat globalisasi, semua menjadi berubah. Pada zaman Mahathir Mohammad atau sekitar dekade 90-an akhir, dinyatakan bahwa sebagian mata pelajaran di kuliah diperbolehkan memakai pengantar bahasa Inggris. Akibat adanya kelonggaran, seolah-olah mulai saat itu, bahasa Inggris boleh digunakan dalam seluruh kuliah. Dan, itu terus terjadi hingga sekarang. “Suasana semakin berarti ketika kalangan muda ingin berbahasa Inggris sebagai cara untuk masuk dunia kerja. Bahasa Melayu pun mulai terlupakan,” ujar Zainon.
 
Melihat kenyataan itu, Zainon dengan nada sedih menyatakan bila tetap dibiarkan tanpa kepedulian dalam beberapa dekade ke depan bahasa Melayu di Malaysia akan punah. Celakanya, kalau bahasa Melayu menghilang dari negerinya, identitas Malaysia sebagai bangsa pun ikut punah.
 
“Bila bahasa nasional Melayu hilang, bangsa Malaysia juga akan hilang. Sebab, keturunan dari jiwa adalah melalui bahasa. Nah, bahasa mau cantik itu karena kita menjiwainya. Jadi, bahasa adalah simbol dari hati nurani dan kecintaan terhadap bangsa. Sebab, tidak ada suatu bangsa yang bisa berdiri dan mandiri dengan menggunakan bahasa asing,” tegasnya.
 
Tak beda dengan Malaysia, ancaman kepunahan bahasa Melayu di Singapura kini semakin mencolok. Apalagi, besaran etnis Melayu di negeri itu hanya sedikit, yakni sekitar 15 persen dari populasi warga negara secara keseluruhan. Bahasa Melayu kini hanya dipakai di kalangan orang tua. Anak muda etnis Melayu di Singapura kini mengalami keminderan serius ketika menggunakan bahasa ibunya. Bila bercakap dalam bahasa Melayu, mereka merasa sebagai orang bodoh dan dari kalangan kelompok orang tak berpunya.
 
Pada sisi lain, seperti dikatakan sastrawan terkemuka Singapura, segala bentuk ideal mengenai sosok pahlawan dan tatanan norma yang dahulu merupakan pokok ajaran orang tua yang menjadi sistem nilai hidup sehari-hari anak keturuan puak Melayu pun hilang tak berbekas. Tak ada lagi cerita mengenai penyair kondang Hamzah Fansuri atau kisah yang ditulis Abdulkadir Munsyi.
 
“Sekarang ini sudah sulit sekali. Anak-anak muda sudah masuk dalam sekolah aliran Inggris. Tak ada aliran bahasa Melayu, Cina, atau Tamil. Dengan memasuki aliran Inggris itu, bahasa Melayu dipelajari sebagai satu bahasa dan tarafnya sebagai bahasa kedua. Melalui survei dalam 10 tahun terakhir, hanya tinggal 2,5 persen orang Singapura yang masih memakai bahasa Melayu dalam percakapan kesehariannya. Lainnya sudah total berbahasa Inggris,” kata Suratman. Dia pun memperkirakan pada 2020 di Singapura tak ada lagi orang yang bercakap dalam bahasa Melayu.
 
Menurut Suratman, gencarnya penggunaan bahasa Inggris di Singapura dimulai sekitar tahun 1980-an. Hal itu ditandai dengan mulai totalnya pemakaian bahasa Inggris di setiap lapisan masyarakat. Pindahnya pemakaian ke dalam bahasa Inggris itu karena alasan praktis, yakni agar mudah mendapat pekerjaan. “Tapi, niat itu kini juga tak menjadi kenyataan. Sebab, kalau hanya ingin mudah mendapat pekerjaan karena bisa berbahasa Inggris, sekarang sudah tak bisa lagi. Ini karena mesti ada kemampuan lain yang harus mereka kuasai juga. Apalagi setiap orang kini semuanya hampir bisa berbahasa Inggris.”
 
Bukah hanya itu, lanjut Suratman, seiring dengan hilangnya bahasa Melayu, sastra Melayu di Singapura pun akan punah. Waktunya juga diperkirakan tidak terlalu lama, hanya 10-20 tahun lagi. “Nah, tanda-tanda ini sudah terlihat. Kecenderungan sekarang, bahasa Melayu hanya dipakai sebagai sarana lulus ujian bila ingin melanjutkan ke universitas atau mendapat pekerjaan tertentu. Itu saja digunakan layaknya password untuk mencapai hal itu.”
 
Bagaimana perhatian Pemerintah Singapura? Suratman mengakui pemerintah cenderung tak peduli karena mereka menfokuskan warga Singapura sebagai warga negara dunia yang itu berarti harus bisa berbahasa Inggris. “Meski begitu, kami akan tetap berjuang. Generasi muda kami persilakan bicaralah dengan bahasa Inggris yang benar-benar Queen English.”
 
“Namun, pada saat yang sama, kami juga berpesan agar kekuatan bertutur dengan berorientasi pada bahasa ibunda kami harus tetap dikekalkan. Sebab, nantinya saya percaya hanya orang Singapura yang pintar yang masih bisa berbicara bahasa Melayu dengan baik,” tandas Suratman Markasan. Tak akankah Melayu hilang di bumi?
***

http://sastra-indonesia.com/2011/07/tak-akan-melayu-hilang-di-bumi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar