Rabu, 25 Agustus 2021

Kini, Kritik Kritikus Sastra Sumut

Mihar Harahap
Harian Analisa, 4 Nov 2012
 
Kini, kembang kritik kritikus sastra Indonesia modern di Sumut, mengapa kuncup? Setidaknya ada 3 hal. Pertama, sejumlah kritikus telah meninggal dunia, misal B. Y. Tand, Herman KS, Ahmad Samin Siregar dan Antilan Purba. Tinggallah Damiri Mahmud, Mihar Harahap, Shafwan Hadi Umry dan yang istirahat. Untung, muncul angkatan baru seperti Yulhasni, Afrion, Suyadi San, Jones Gultom, Budi P.Hatees dan lainnya. Kritik sastra pun mengalir, walau tekanan arus tak sederas masa lalu.
 
Kedua, para kritikus jarang membicarakan karya sastra Sumatera Utara, apalagi karya anak muda, kecuali anak muda itu sendiri. Entah karena temperamen, multi etnis atau apa -barangkali perlu penelitian- tampaknya kritik sastra dengan karya sastra dalam beberapa angkatan agak berjarak. Contohnya, angkatan 80-an dan 2000-an terasa berjarak dengan angkatan sebelumnya. Dampaknya, generasi Sugeng Satya Dharma dan Hasan Al Bana lahir sendiri tanpa diantar kritik kritikus sastra.
 
Ketiga, para kritikus umumnya adalah para pencipta (pemuisi, pecerpen, penovel, pengesai dan penaskah drama). Berfungsi ganda memang bermanfaat untuk menambah pengalaman mencipta, pengayaan dan pendalaman, sehingga lahirlah kritik dan karya sastra yang pilihan dan bukan asalan. Kenyataan dan kebanyakan, pengarang terlena dengan kemeriahan (mengarang apa yang dia bisa) akan tetapi lupa dengan keutamaan (bagaimana mengkritik karya sastra itu dengan baik).
 
Kritik kritikus sastra Indonesia modern di Sumut dewasa ini, dapat dilihat dari 3 tempat yakni di kampus, buku-buku dan koran Di kampus, misalnya UNIMED, USU, UISU, UMSU, UMN dan NOMENSEN. Contoh, skripsi mahasiswa UISU, Habibah, 2008, “Mengapresiasi Cerpen Wanita Muda di Sebuah Hotel Mewah karya Hamsad Rangkuti” dan Rini Iriani Siregar, 2011, “Pembelajaran Metode Partisipatif Terhadap Nilai Budaya Cerpen Perawan Dari Pantai Karya Sulaiman Sambas”.
 
Habibah mengurai tema, plot, setting, penokohan/perwatakan, point of view dan stilistika. Rini pula dapat menemukan nilai-nilai sosial, budaya, ekonomi serta agama. Kedua peneliti tingkat sarjana ini mengulas cerpen dengan sederhana, hati-hati dan teoretis. Selain itu, ada diktat, jurnal, majalah dan makalah seminar. Semuanya, merupakan hasil penelitian/pengamatan dari dan untuk kepentingan akademik.
 
Kemudian, buku-buku kritik kritikus.Contoh, buku “Kompleksitas Sastra Indonesia” karya Antilan Purba, USU Press, 2007. Dalam buku, dia mengatakan puisi “Tanpa Kata” A.Rahim Qahhar adalah puisi kontemporer. Alasannya, mengutip Rachmat Djoko Pradopo, antara lain bergaya mantra, bereduplikasi kata, frasa, kalimat, imajis dan simbolis. Saya heran, mengapa mentang-mentang ada reduplikasi kata atau frasa dalam puisi itu, lantas disebut puisi kontemporer?
 
Apa iya puisi bergaya mantra (bagaimana gaya lain atau mengapa karena gaya) disebut puisi kontemporer? Ada apa Rchmat membuat 15 ciri puisi kontemporer layaknya mode puisi Sutardji Calzoum Bachri? Ataukah Antilan yang keliru mengutip menafsir dan memetakan pendapat orang demi kepentingan bukunya? Bahkan keliru menandai puisi Rahim bergaya mantra (bereduplikasi kata/frasa), imajis, simbolis, sementara pengucapan puisinya sebenarnya normatif, lugas dan konkrit.
 
Buku Menafsir Kembali Amir Hamzah karya Damiri Mahmud, BPAD, 20-12, terbit mengejutkan. Dia menolak H.B.Jassin, A.H. Johns, A.Teeuw, Sutan Takdir Alisjahbana dan Abdul Hadi W. M. bahwa antologi Nyanyi Sunyi terutama puisi Padamu Jua karya Amir Hamzah bertema religi, ketuhanan bahkan sufistis. Padahal menurutnya, bertema cinta (semisal cinta Amir pada kekasihnya Ilik Sundari atau Aja Bun) yang kandas di tengah jalan akibat persoalan keluarga, politik dan ekonomi.
 
Sayangnya Damiri tak mengurai Padamu Jua dan puisi lain dalam antologi itu secara perbaris perbait berurutan. Malah kembang ke kanan-kiri menyinggung pemuisi lain. Unsur-unsur pendekatan (strukturalisme-ekspresionisme) yang digunakan tak jelas diungkapkan. Apalagi ‘daftar isi’ pun tak membantu. Akibatnya, sangat mengganggu pembaca untuk memahami, merasakan dan mendalami ide-ide baru penulis buku.
 
Selanjutnya, kritik kritikus sastra di koran. Berbagai harian seperti Analisa, Waspada, Sinar Indonesia Baru, Mimbar Umum, Medan Bisnis, Sumut Pos, Jurnal Medan, memiliki rubrik budaya, sastra termasuk kritiknya. Bahkan terasa lebih semarak dibanding di kampus dan di buku. Meski ada pengarah, penguji, pengantar, editor skripsi, tesis dan buku, tetapi para redaktur di koran dapat bertindak lebih dinamis, ketat dan cepat menilai kritik sastra yang layak muat atau tidak.
 
Contoh kritik sastra itu adalah tulisanYulhasni, Mihar Harahap, Damiri Mahmud,T.Agus Khaidir, Supri Harahap dan Budi P.Hatees tentang antologi cerpen”Sam- pan Zulaiha” (SZ) karya Hasan Al Bana (Analisa-Waspada 2011-2012). Yulhasni menemukan SZ, Metamorfosis Puisi Dalam Cerpen (Waspada,01-01-2011) yakni 1).tema/karakter kedaerahan Tapsel dan 2). memindahkan kaidah puisi ke dalam bentuk cerpen. Entah mengapa, dia hanya mengurai hal kedua, 4 dari 14 cerpen yang ada.
 
Dalam pemindahan, dia 1). menyetir persamaan-perbedaan Rumah Amangboru dengan cerpen Ibu Senang Duduk Depan Warung, karya Jujur Pranoto, 2). menca tat pemakaian majas dan bahasa komunikasi ala Medan, 3). melihat kekuatan-kelemahan cerpen bagi pembaca awam.
 
Terus terang, saya kecewa dengan temuannya ini, karena tak mengurai SZ dengan metode/pendekatan frankfurt bersama tokohnya Jurgen Habermas, yang katanya lebih baik, kekinian dan tidak ketinggalan zaman.
 
Damiri Mahmud menulis “Muatan Lokal atau Gaya yang Membius”(Analisa, 15-07-2012). Simpulannya 1). cerpen Hasan bukan bermuatan lokal dan 2). Bergaya bahasa membius, tetapi bisa meracuni. Ternyata, simpulan ini memicu polemik, kecuali tulisan Supri Harahap “Tradisi Lisan atau Muatan Lokal” (Analisa, 29-07-2012). Dia lebih suka istilah tradisi lisan ketimbang muatan lokal sambil menegaskan Mandailing adalah Batak juga serta kelihatan mendukung tulisan Damiri.
 
Polemik Damiri dengan Mihar Harahap diikuti T.Agus Khaidir. Tanya Agus, apa hubungan nihilisme dengan SZ dan di mana letak absurditas cerpen Hasan, seraya mengulas pertanyaannya sendiri (Analisa, 26-08-2012). Mengingat itu, Budi P.Hatees tegas menyebut Damiri hanya menyoroti pribadi Hasan dan bukan karyanya (Analisa, 02-09-2012). Bahkan menolak pernyataannya tentang istilah ‘pelancong’, isi lebih uta-ma dari bentuk dan terlalu membesar-besarkan (Analisa, 16-09-2012).
 
Bagi saya, tak menarik mengeritik tema/sub tema, termasuk soal benar apa salah tentang mulok, urban dan lainnya. Bukan tak perlu, sebab tema sama pentingnya dengan bentuk. Hanya, bentuk lebih menuntut kretifitas. Kalau tema mengenai apa, siapa, mengapa cerita itu, sedang bentuk mengenai bagaimana cerita itu diceritakan. Bahkan saya beranggapan, keberhasilan cerpen cenderung ditentukan akan kebolehan bentuknya daripada keberatan/kebesaran temanya.
 
Oleh karena itulah, saya melihat cerpen yang terhimpun dalam antologi SZ ini berhasil, karena kebolehan bentuknya yang memikat, memesona, melebihi temanya yang kebetulan sederhana dan biasa-biasa saja. Barangkali, di sinilah letak perbedaan interpretasi dan pandangan saya dengan Damiri, sehingga harus berpolemik. Jika Damiri memandang cerpen Hasan adalah gagal, maka saya sebaliknya, adalah berhasil karena kekuatan bentuknya yang memikat, memesona pembaca itu.
 
Kesimpulan, pertama, kritik kritikus sastra Indonesia modern di Sumatera Utara dewasa ini, tetap ada, walau keadaannya mengalir begitu saja, kecuali sesekali datang secara mengejutkan. Meski ‘kritikus lama’ hilang dimakan usia atau ditelan masa, akan tetapi ‘kritikus baru’ muncul satu-satu. Hanya, perlu dicari kritikus sastra yang benar-benar serius, kontinu dan konsisten. Saya melihat pertumbuhan komunitas sastra sekarang ini dapat menampung dan mendukung usaha pencarian ini.
 
Kedua, kritik kritikus sastra Indonesia modern di Sumatera Utara dewasa ini dapat dilihat dari tiga tempat, dalam kampus, buku-buku dan koran-koran. Tempat yang semarak adalah di koran-koran ketimbang di dalam kampus dan di buku-buku. Sebab, pertumbuhan kritik sastra di dalam kampus dan buku-buku didasari oleh kepentingan akademik dan ekonomik, sedang di koran-koran lebih kepada kualitas murni sastra di mana nilai akademik dan ekonomik hanyalah dampak positifnya.

*) Penulis Kritikus Sastra dan Dekan FKIP-UIU Medan. http://sastra-indonesia.com/2018/02/kini-kritik-kritikus-sastra-sumut/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar