Rabu, 18 Agustus 2021

YANG MEMENGARUHI APRESIASI SASTRA (11)

Djoko Saryono
 
Sudah diungkapkan sebelumnya bahwa proses keberlangsungan apresiasi sastra dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu karya sastra dan pengapresiasi sastra. Bagaimanapun dalam batas-batas tertentu karakteristik karya sastra memengaruhi proses berlangsungnya apresiasi sastra. Napas atau paham dalam karya sastra (misalnya, eksistensialisme, pantheisme, romantisme, ekspresionisme, psikologisme, dan pascamodernisme), penceritaan (misalnya, waktu cerita, teknik montase, kolase, dan asosiasi), struktur dan atau tekstur karya sastra (misalnya, cerita yang struktural dan cerita yang tekstural), sudut pandang dan fokus pengisahan (misalnya, sudut pandangan fisikal, mental, pribadi, dan sosial), penokohan dalam karya sastra (misalnya, akuan dan diaan), bentuk dan jenis karya sastra (misalnya, puisi, prosa, dan sastra-dramatik), lambang-lambang dalam karya sastra, ikonisitas dan rima dalam karya sastra, dan lain-lain merupakan unsur-unsur karya sastra yang ikut menentukan proses keberlangsungan apresiasi sastra. Dengan demikian, perbedaan karakteristik karya-karya seperti Pada Sebuah Kapal (N.H. Dini), Bumi Manusia (Pramudya Ananta Toer), Harimau! Harimau! (Mochtar Lubis), Stasiun (Putu Wijaya), Berhala (Danarto), Rafilus (Budi Darma), dan Grotta Azzura (St. Takdir Alisjahbana) menentukan perbedaan kecenderungan mekanisme beserta varian-variannya proses keberlangsungan apresiasi sastra.
 
Untuk memperjelas pernyataan tersebut di atas perhatikanlah contoh berikut ini. Laila Kinanti dan Nabila Kinasih hendak mengapresiasi dua macam karya sastra, yaitu Seribu Masjid Satu Jumlahnya (Emha Ainun Najib) dan Berhala (Danarto). Katakanlah Seribu Masjid Satu Jumlahnya berbentuk puisi liris, bernapas sufistis, kuat ikonisitas dan rimanya, lambang-lambang yang dipakai sarat dengan idiom-idiom Islam dan islami, sedangkan Berhala berbentuk cerpen, bernapas sufistis-pantheistis, struktural, dan lambang-lambang yang terdapat di dalamnya khas pantheistis. Kedua karya tersebut memiliki matra sosial demikian kuat. Dalam mengapresiasi kedua karya sastra tersebut, Laila Kinanti dan Nabila Kinasih pasti menjalani dan mengalami proses yang berbeda. Demikian juga mereka akan menjalani dan mengalami proses yang berbeda ketika mencoba mengapresiasi-banding Seribu Masjid Satu Jumlahnya dan Berhala, misalnya dibandingkan dengan O, Amuk, dan Kapak (Sutardji Calzoum Bachri) dan Sanu, Infinita Kembar (Motinggo Busye). Hal ini terjadi sebagiannya disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang inheren ada pada kedua karya sastra tersebut. Dengan demikian, jelas bahwa karya sastra yang diapresiasi memiliki sumbangsih dalam membedakan kecenderungan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra beserta varian-variannya.
 
Di samping itu, kadar dan mutu kemauan, kesudian, ketotalan, kekhusukan, kesungguhan, kepedulian, kepekaan, dan ketajaman serta keterlibatan diri (kadar dan mutu segala aspek intuitif dan afektif) pengapresiasi juga memengaruhi kecenderungan mekanisme dan menentukan varian-varian kecenderungan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra. Perbedaan kadar dan mutu hal-hal tersebut dapat dipastikan membedakan kecenderungan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra. Sebagai contoh, dalam mengapresiasi Seribu Masjid Satu Jumlahnya dan Berhala, antara Laila Kinanti dan Nabila Kinasih terdapat perbedaan kadar dan mutu kemauan, kesudian, ketotalan, kekhusukan, kesungguhan, kepedulian, kepekaan, ketajaman, dan keterlibatan diri. Katakanlah Laila Kinanti memiliki kadar dan mutu yang lebih baik daripada Nabila Kinasih. Perbedaan ini jelas akan memengaruhi proses berlangsungnya apresiasi Seribu Masjid Satu Jumlahnya dan Berhala meskipun hal-hal tersebut bukan satu-satunya yang menentukan perbedaan. Hal-hal tersebut dapat dikatakan ikut memberikan urunan perbedaan.
 
Pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh pengapresiasi sastra juga ikut memengaruhi proses keberlangsungan apresiasi sastra. Kekayaan, keanekaragaman, kedalaman, dan keluasan serta kebermaknaan pengapresiasi akan membedakan kecenderungan mekanisme dan varian kecenderungan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi. Pengalaman-pengalaman yang dimaksud di sini bermacam-macam, antara lain sebagai berikut.
 
Pertama, pengalaman menggauli dan membaca karya sastra. Bagaimanakah pengalaman pengapresiasi menggauli dan membaca karya sastra? Apakah pengapresiasi memiliki kekayaan, keanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan pengalaman dalam menggauli dan membaca karya sastra? Kaya tidaknya, aneka ragam tidaknya, dalam tidaknya, luas tidaknya, dan bermakna tidaknya pengalaman menggauli dan membaca karya sastra ini jelas membedakan kecenderungan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra. Sebagai contoh, Laila Kinanti dan Nabila Kinasih mencoba mengapresiasi kumpulan cerpen Adam Ma’rifat (Danarto). Kedua orang ini memiliki pengalaman menggauli dan membaca karya sastra yang berbeda. Laila Kinanti biasa membaca karya-karya sufi, misalnya Musyawarah Burung (Fariduddin Attar), Rubaiyat (Omar Kayyam), Asrari Khudi (Mohammad Iqbal), Gurindam 12 (Hamzah Fansuri), dan Serat Wirid Hidayat Jati (Ranggawarsita) sehingga  pengalamannya menggauli dan membaca karya-karya sufistis demikian kaya, beraneka, dalam, luas, dan bermakna. Sementara itu, Nabila Kinasih tidak biasa, karena memang tidak menyukai, menggauli dan membaca karya-karya sufi. Dia lebih suka menggauli dan menggumuli karya-karya filosofis, misalnya Pintu Tertutup (Sartre), La Peste (Camus), Ziarah dan Kering (Iwan Simatupang) sehingga pengalamannya menggauli dan membaca karya filosofis demikian kaya, beraneka, dalam, luas, dan bermakna. Karena perbedaan pengalaman ini, kecenderungan mekanisme proses mengapresiasi Adam Ma’rifat berbeda antara Laila Kinanti dan Nabila Kinasih.
 
Kedua, pengalaman mengikuti kegiatan-kegiatan kesastraan. Bagaimanakah pengalaman pengapresiasi mengikuti kegiatan-kegiatan kesastraan? Apakah pengapresiasi intensif, sungguh-sungguh dan benar-benar serta ajek mengikuti kegiatan-kegiatan kesastraan yang ada? Keintensifan, kesungguh-sungguhan, kebenar-benaran, dan keajekan mengikuti diskusi sastra, sarasehan sastra, pembacaan (pelisanan) sastra, pameran sastra, dan sejenisnya akan membedakan kecenderungan mekanisme proses berlangsungnya apresiasi sastra di antara pengapresiasi. Sebagai contoh, Laila Kinanti dan Nabila Kinasih mencoba mengapresiasi Salah Asuhan (Abdul Muis). Kegiatan-kegiatan kesastraan, misalnya diskusi sastra, sarasehan sastra, pembacaan sastra, pameran sastra, dan dialog bersama sastrawan diikuti oleh Nabila Kinasih secara ajek, tekun, rajin, intensif, sungguh-sungguh, dan benar-benar. Dalam pada itu, kegiatan-kegiatan sebagai tersebut jarang diikuti oleh Laila Kinanti. Karena itu, mekanisme proses keberlangsungan apresiasi Salah Asuhan berbeda antara Laila Kinanti dan Nabila Kinasih; Nabila Kinasih tentulah mampu menceritakan dan memaparkan perolehannya lebih banyak dan lebih baik dibandingkan Laila Kinanti.
 
Ketiga, pengalaman sosial budaya. Bagaimanakah pengalaman sosial budaya pengapresiasi? Apakah dia memiliki kekayaan, keberanekaragaman, kedalaman, dan keluasan serta kebermaknaan pengalaman sosial budaya? Kekayaan, keberanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan pengalaman sosial budaya seperti bergumul dengan kelompok miskin, bergaul dengan kaum tersisih dan para remaja, hidup bersama dengan kelompok masyarakat tertentu atau budaya tertentu, berlibat dalam kegiatan-kegiatan kelompok intelektual, dan sebagainya akan membedakan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi pada pengapresiasi yang satu dan pada pengapresiasi yang lain. Sebagai contoh, Laila Kinanti dan Nabila Kinasih mencoba mengapresiasi Godlob (Danarto). Nabila Kinasih memiliki pengalaman pernah hidup bersama kelompok kejawen, pernah hidup di lingkungan kaum sufi, sering berbincang dengan pengikut-pengikut tarekat, dan pernah melakukan partisipatory action research masyarakat pengikut ajaran kejawen, sedangkan Laila Kinanti tidak memiliki pengalaman seperti itu sama sekali. Godlob yang diduga bernapaskan sufisme bercampur kejawen tentu akan diapresiasi secara berbeda oleh kedua orang tersebut; kedua orang tersebut tentu melakukan proses berbeda dalam apresiasi. Nabila Kinasih tentu akan lebih mampu menjiwai dan menghayati secara emotif dan afektif cerita dalam Godlob dibandingkan dengan Laila Kinanti; Laila Kinanti mungkin hanya mampu memahami secara kognitif dan intelektual.
 
Keempat, pengalaman sosial politis. Bagaimanakah pengalaman sosial politis pengapresiasi? Apakah pengapresiasi memiliki kekayaan, keberanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan pengalaman sosial politis? Kekayaan, keberanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan berhubungan dengan orang-orang cacat politis, mengikuti demonstrasi dan protes, mewawancarai dan bersahabat dengan koruptor atau narapidana, mengikuti si dang dan rapat kekuatan sosial politis, dan sebagainya akan membedakan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra pada pengapresiasi yang satu dan pada pengapresiasi yang lain. Sebagai contoh, Laila Kinanti dan Nabila Kinasih mencoba mengapresiasi Panembahan Reso (W.S.Rendra). Dibandingkan Laila Kinanti, Nabila Kinasih memiliki pengalaman lebih kaya, beraneka, dalam, dan luas dalam mengikuti kegiatan-kegiatan sosial politis seperti tersebut di atas; Nabila Kinasih lebih dekat dan akrab dengan kegiatan sosial politis. Panembahan Reso yang disarati oleh fenomena-fenomena sosial politis pasti diapresiasi secara berbeda oleh Laila Kinanti dan Nabila Kinasih. Nabila Kinasih akan lebih mampu menjiwai dan   menghayati cerita daripada Laila Kinanti.
 
Kelima, pengalaman filosofis, etis, dan moral. Bagaimanakah pengalaman filosofis, etis, dan moral pengapresiasi? Apakah pengalaman filosofis, etis, dan moral pengapresiasi kaya, beraneka, dalam dan luas serta bermakna? Kekayaan, keberanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan melakukan perenungan, katasis, kontemplasi, introversi, menyantuni kaum miskin, berbuat baik kepada sesama, menolong orang dari kesusahan, dan sebagainya akan membedakan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi pada pengapresiasi yang satu dan pada pengapresiasi yang lain. Sebagai contoh, Laila Kinanti dan Nabila Kinasih mencoba mengapresiasi Ziarah (Iwan Simatupang). Dibandingkan dengan Nabila Kinasih, Laila Kinanti lebih sering melakukan perenungan tentang hakikat hidup dan kehidupan, jalan hidup yang semestinya, kematian, kesusahan, dan sejenisnya. Mekanisme proses keberlangsungan apresiasi Panembahan Reso pastilah berbeda antara Laila Kinanti dan Nabila Kinasih sebab Laila Kinanti jelas lebih mampu menjiwai dan menghayati secara emotif dan afektif daripada Nabila Kinasih.
 
Keenam, pengalaman religius-sufistis-profetis. Bagaimanakah pengalaman religius-sufistis-profetis pengapresiasi? Perbedaan kekayaan, keberanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan pengalaman berdoa, mengingat Tuhan, bertafakur, mendoakan orang lain agar diberi kekuatan, menolong orang lain dari kesusahan, dan sebagainya akan membedakan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra pada pengapresiasi yang satu dan pada pengapresiasi yang lain. Sebagai contoh, Laila Kinanti dan Nabila Kinasih mencoba mengapresiasi novel Perjalanan ke Akherat (Djamil Suherman). Dibandingkan dengan Nabila Kinasih, Laila Kinanti lebih memiliki pengalaman membantu anak-anak kecil mendaras Al-Quran di surau, mengikuti acara-acara pengajian dan ceramah agama, membantu kegiatan-kegiatan keagamaan, dan bershalat jamaah di surau sehingga pengalamannya lebih kaya, dalam, dan luas serta bermakna dibandingkan Nabila Kinasih. Karena perbedaan pengalaman ini tentu mekanisme proses keberlangsungan apresiasi Perjalanan ke Akherat yang dilalui, dijalani, dan ditempuh oleh Laila Kinanti dan Maulana Ikram.
 
Di samping pengalaman-pengalaman tersebut di atas, tentu saja masih ada pengalaman-pengalaman lain, yang tidak perlu dan tidak mungkin dipaparkan di sini. Keenam pengalaman tersebut sekadar contoh pengalaman yang ikut memengaruhi mekanisme keberlangsungan apresiasi sastra. Dari paparan keenam pengalaman tersebut kiranya menjadi jelas bagaimana kekayaan, keanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan pengalaman memengaruhi kecenderungan mekanisme keberlangsungan apresiasi sastra beserta varian-variannya. Semakin renik dan detail perbedaan kekayaan, keanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan pengalaman para pengapresiasi akan semakin besar menimbulkan perbedaan kecenderungan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra beserta varian-variannya. Perbedaan keenam pengalaman tersebut dalam diri dua pengapresiasi saja sudah pasti menimbulkan perbedaan besar pada mekanisme proses keberlangsungan apresiasi karya sastra tertentu.
 
Misalkan, Laila Kinanti dan Rindang Kasih mengapresiasi Adam Ma’rifat, Godlob, dan Berhala. Kedua orang ini memiliki pengalaman berbeda. Laila Kinanti sudah terbiasa membaca karya sastra bernapas sufisme-pantheistis, sering mengikuti diskusi dan sarasehan sastra sufistis-pantheistis, pernah mewawancarai orang yang menjalani hidup sufi, dan pernah hidup bersama dengan sekelompok orang yang menjalankan hidup sufistis sehingga memiliki kekayaan, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan pengalaman tentang hal-hal tersebut. Sebaliknya, Rindang Kasih belum ter biasa membaca karya sastra terutama karya sufistis-pantheistis, kurang berminat mengikuti diskusi dan sarasehan sastra, tidak pernah berdialog dengan orang yang menjalani hidup sufi, dan tak pernah hidup bersama dengan kelompok orang yang menjalankan ajaran sufi tertentu sehingga pengalamannya tak sekaya, sedalam, seluas, dan sebermakna Laila Kinanti. Perbedaan ini jelas membedakan cara melakukan apresiasi apresiasi Adam Ma’rifat, Godlob, dan Berhala yang memang karya sufistis dan ini berarti membedakan mekanisme keberlangsungan apresiasi sastra.
 
Bersambung 12

*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional. http://sastra-indonesia.com/2021/08/yang-memengaruhi-apresiasi-sastra-11/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar