Rabu, 25 Agustus 2021

SASTRA TERDEPAN DAN SASTRA TERBELAKANG

---mengenang Budi Darma---

 
(Wajah Sastrawan Fatah Yasin Noor)
 
Taufiq Wr. Hidayat
 
Fanton Drummond---dengan tak sengaja, berjumpa Olenka. Ia berjumpa Olengka dalam lift di Apartemen Tulip Tree.
 
“Siapa Fanton Drummond itu?” tanya Jiobet Darmawan.
 
“Yang jelas dia adalah manusia. Bukan yang lain. Gemar membaca karya sastra terdepan, juga menggemari sastrawan-sastrawan terdepan,” jawab Penyair Matjalut.
 
“Uraikan perihal sastra terdepan. Juga tolong jelaskan perihal sastrawan terdepan.”
 
“Itu akan dijelaskan nanti. Panjang. Penuh teori. Dan logika. Nanti setelah saya ceritakan perihal kisah asmara Fanton Drummond dan Olenka dalam orang yang bernama Budi Darma.”
 
“Baiklah.”
 
Menurut Penyair Matjalut, Fanton Drummond adalah manusia biasa. Manusia biasa yang lancang mengintip dan mencintai istri orang serta mengkhayalkan istri orang tersebut dengan khayalan yang bukan-bukan. Mesum. Dan bejat. Istri orang itu bernama Olenka. Olenka hanya perempuan biasa. Kebetulan perempuan yang gemar melukis. Belakangan Olenka kena kasus pemalsuan lukisan, dan didapati polisi sedang sekarat di kamarnya. Meski Fanton Drummond gemar membaca buku-buku sastra yang berat-berat, dia tak memalsukan karya sastra seperti Olenka memalsukan lukisan.
 
“Sastra berat itu seperti apa?” tanya Jiobet Darmawan.
 
“Sastra berat itu tidak sama dengan sastra ringan. Kamu harus tahu,” jawab Penyair Matjalut sambil menghisap rokoknya.
 
“Coba jelaskan.”
 
“Sastra berat itu membingungkan. Kalau kamu membaca sastra, lalu kamu bingung, bisa ditebak yang kamu baca adalah sastra berat. Sedang kalau kamu baca sastra, tapi tidak bingung, bisa diterka itu cuma sastra ringan. Sastra sampah yang tidak bisa didaur ulang.”
 
“Apakah hanya begitu perbedaannya?”
 
“Cukup itu.”
 
“Apa kaitannya dengan Fanton Drummond yang menurutmu adalah narator ulung dalam Budi Darma?”
 
“Tidak ada. Hanya saja kebetulan Fanton Drummond gemar membaca karya sastra. Menjalin hubungan terlarang dan kurang ajar dengan perempuan yang bernama Olenka. Anehnya. Olenka adalah perempuan yang menelanjangi dirinya sendiri di dalam pikiran-pikiran Fanton Drummond.”
 
“Lantas apa kaitan kliping-kliping koran itu?”
 
“Kliping-kliping koran itu sebenarnya tak ada urgensinya dengan Olenka dan Fanton Drummond.”
 
“Kenapa kliping-kliping itu disimpan kalau tak terkait dengan Olenka dan Fanton Drummond.”
 
“Itu hanya keisengan. Keisengan yang pada waktu itu mendapat tempat. Tapi itu pula yang menimbulkan kelainan pada keberadaan Olenka dan Fanton Drummond.”
 
“Penjelasanmu semakin membingungkan, Penyair Matjalut.”
 
“Jelas membingungkan. Karena inilah perkataan sastra berat. Dan saya adalah penyair berat. Bukan golongan penyair ringan. Membingungkan. Tapi juga membuat kelainan. Kelainan yang sebenarnya tak ada kaitannya dengan kebingungan itu sendiri.”
 
“Sampai di sini saya tambah bingung.”
 
“Bagus. Itu artinya ini perkataan sastra terdepan dengan penyair terdepan. Bukan sastra dan penyair yang terbelakang.”
 
Anehnya, Penyair Matjalut juga bingung dengan dirinya sendiri. Keduanya pun bingung. Tapi kemudian sama-sama minum kopi. Agaknya kopi tak bisa meredakan kebingungan keduanya. Malam semakin larut. Dan entah di mana, Fanton Drummond tengah memikirkan sastra terdepan, tokoh sastra berpengaruh seperti alkohol, atau penghargaan sastra bergengsi seperti roti. Di dalam pikiran Fanton Drummond ada Olenka. Membayangkan dengan lancang dan kurang ajar, meniduri Olenka yang adalah istri orang. Suami Olenka adalah penulis sastra. Ke mana-mana dan di mana-mana, suami Olenka mengaku sebagai seorang pengarang. Pengarang hebat sehebat-hebatnya. “Perkenalkan, saya adalah pengarang hebat. Sastrawan berpengaruh dengan sastra terdepan. Bukan sastra terbelakang. Menulis banyak sastra kanon. Dan hanya menghasilkan sastra kanon atau kanon sastra,” katanya.
 
Meski menjalani asmara yang gagal karena berkali-kali cintanya ditolak, Fanton Drummond tidak memprotes Budi Darma sampai kapan pun. Fanton Drummond bersyukur menjadi tokoh sejarah, meski dibangun dari barat atau Amerika. Barat atau Amerika disebut dan dielu-elukan sebagai yang sungguh-sungguh keren dan luar biasa. Menurut Penyair Matjalut, sastra yang berbau barat, atau kiri dan latin, termasuk sastra berat dan dianggap terdepan. Jika penghargaan sastra sudah disematkan di dada penyair, disebut penyair berpengaruh besar sebesar-besarnya.
 
Seringkali Penyair Matjalut tertawa dengan anggapan dan pikiran-pikirannya sendiri. Tapi Penyair Matjalut segera melupakan semua itu dengan kopi dan rokok. Kebutuhan makan dan rokok, kopi dan pulsa jauh lebih merepotkan Penyair Matjalut daripada perihal semua omong kosong itu.
 
“Penyair gombal!” ucap Jiobet Darmawan.
 
“Hahaha! Peradaban terancam rusak dan kesusastraan sedang diserbu tukang batu, kau masih bercanda!” ujar Penyair Matjalut.
 
“Omong kosong apa lagi, Penyair Matjalut?”
 
“Kau harus tahu. Orang bernama Rafilus dalam kisah Budi Darma itu bisa mati dua kali. Hidupnya sangat lamban. Dan membosankan. Rafilus menerima surat dari petugas pos bernama Munandir.”
 
“Apakah Rafilus menjelaskannya?”
 
“Ya! Semua orang di situ menjelaskan dirinya sendiri. Menunjukkan prestasinya sendiri. Menampilkan kehebatannya sendiri. Menyebut dirinya sendiri. Memamerkan dirinya sendiri. Bahkan menghargai dirinya sendiri dan menyebut dirinya sendiri berprestasi, berpengaruh, dan paling unggul. Tapi ingat! Dalam setiap pengakuan itu, mereka munafik. Dan seringkali berbohong alias gombal. Meski sebenarnya keberadaan mereka banyak dijelaskan oleh orang yang bernama Tiwar.”
 
“Siapa Tiwar? Apakah dia juga narator ulung? Ataukah dia sastrawan mashur semashur-mashurnya yang sangat berpengaruh secara internasional?”
 
“Dengarkanlah, wahai Jiobet Darmawan.”
 
Penyair Matjalut mengisahkan. Menurut Penyair Matjalut, orang bernama Tiwar memang bercerita. Tapi rupanya orang harus pula tahu, di situ ada Jumarup yang congkak, katanya. Orang kaya yang selalu ingin dipuja, membeli pujian-pujian dengan uang. Dengan kekayaannya, Jumarup mengkhitankan anaknya. Tapi tak satu pun orang yang diundang oleh Jumarup dapat melihat Jumarup. Sedang Jumarup dapat mengamati para tamu dengan kamera pengintai. Zaman itu, kamera pengintai hanya dimiliki Jumarup. Teknologi belum membuat kamera pengintai. Jumarup tidak mau menemui tamu-tamunya. Barangkali bagi Jumarup, tamu-tamu itu tidak setara dengan dirinya, mereka hanya kumpulan kebo yang melarat. Tidak layak bertemu dan berbincang dengan Jumarup yang kaya, terhormat, dan sangat berpengaruh.
 
“Itu mirip sastrawan terdepan, atau sastrawan berat dengan ilmu-ilmu filsafat dan kiri. Tapi kadang-kadang ke kanan. Sastrawan hebat atau sastrawan terdepan yang berpengaruh itu merasa tidak layak berbincang dengan sastrawan terbelakang yang tidak berpengaruh. Percis Jumarup. Padahal Penyair Besar masih mau berbincang, bahkan menginap di gubuk Penyair Kecil,” terang Penyair Matjalut.
 
“Apakah benar Penyair Besar bisa bertemu dan berjabat tangan dengan Penyair Kecil?” tanya Jiobet Darmawan.
 
“Benar. Apa benar? Ya benar!”
 
“Bagaimana Penyair Kecil tahu kalau yang ia salami adalah Penyair Besar?”
 
“Jelas tahu. Ketika Penyair Besar datang ke daerah. Di jalan-jalan terpampang tulisan ucapan penyambutan besar-besaran terhadap kedatangan Penyair Besar, berbunyi: SELAMAT DATANG. SELAMAT DAN SUKSES PENYAIR BESAR. Agaknya tulisan besar itu memakai huruf-huruf kapitalis.”
 
“Huruf-huruf kapitalis?”
 
“Maksudnya huruf-huruf besar. Ada puisi besar dan ada puisi kecil. Sastra berbobot dan sastra tak berbobot. Penyair berpengaruh. Dan penyair non-pengaruh alias penyair tidak punya pengaruh. Lokal, interlokal, dan internasional. Karena Penyair Besar gemar berjabat tangan, maka diadakanlah acara oleh panitia, berjudul: “Jabat Tangan dengan Penyair Besar”. Itu jelas telah melanggar protokol kesehatan!”
 
“Penyair gombal!”
 
“Hahaha!”
 
“Hahaha!”
 
Tembokrejo, 2021
 
kisah ini seharusnya bukan fiksi.

http://sastra-indonesia.com/2021/08/sastra-terdepan-dan-sastra-terbelakang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar