Minggu, 27 Januari 2019

Dik Narti

Ahmad Zaini *

 “Kang, pokoknya saya ingin menjadi caleg lagi,” kata Narti dengan nada merayu.

“Jangan, Dik Narti! Jangan mencalon mendaftar sebagai caleg lagi. Kita sudah tidak punya apa-apa,” ungkap Parlan melarang istrinya yang masih bersikukuh ingin mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif.

Suami istri ini setiap hari selalu beradu sikap. Narti yang tahun lalu sudah gagal menjadi anggota legislatif tetap ngotot ingin mencalonkan diri lagi. Sedangkan suaminya sudah tidak menghendaki lagi istrinya maju sebagai calon anggota legislatif.

“Kita sudah tidak mempunyai modal lagi. Sawah, kebun, bahkan mobil yang baru lunas kreditannya sudah lenyap untuk modal pencalegan kamu lima tahun yang lalu. Kalau kamu ngotot ingin maju lagi, saya tidak mampu,” kata Parlan memberikan penjelasan kepada Narti yang duduk murung di sampingnya.

Narti diam. Ia masih tetap berusaha mencari cara meluluhkan hati suaminya agar merestuinya mendaftar menjadi caleg lagi. Wanita setengah baya namun penampilannya masih seperti gadis remaja ini menggeser tempat duduknya. Ia lebih mendekat kepada suaminya. Tangannya yang lembut mencoba membelai rambut suaminya yang sebagian menutupi dahinya. Namun dengan cepat tangan suaminya menolak belaian tangan istrinya. Rupanya Parlan sudah mengetahui akal bulus istrinya yang ingin meluluhkan hatinya.

“Kenapa, Kang?” tanya Narti.

“Aku tahu maksudmu membelai rambutku. Engkau pasti ingin meluluhkan hatiku agar aku bersedia merestui pencaleganmu. Tidak Dik Narti. Sekali tidak tetap tidak. Aku sudah kapok dengan pencalganmu pada pemilu yang lalu.”

“Jangan putus asa, Kang! Memang tahun lalu saya kurang beruntung. Pemilu tahun ini saya yakin pasti menang.”

“Heh, menang? Jangan bermimpi, Dik Narti! Yang menyebabkan seseorang akan memenangkan pemilihan calon legislatif itu bukan kecantikan atau kepintaran. Uang yang akan berbicara. Semakin banyak uang yang dikeluarkan, semakin besar peluang seseorang menjadi anggota legislatif.”

Sesaat suasana hening. Kedua orang yang berbeda sikap ini mencari dasar untuk memenangkan debat. Narti yang keranjingan menjadi anggota legislatif terus melancarkan jurus-jurunya untuk menaklukkan hati Parlan, suaminya. Parlan sendiri tidak tinggal diam. Ia mencari jurus jitu untuk menyadarkan istrinya agar tidak nekat mendaftar sebagai caleg lagi.

Bagi seorang suami seperti Parlan, memang sangat keberatan merestui istrinya menjadi calon anggota legislatif. Selain masalah dana, juga menyangkut masalah harga diri sebagai suami. Seorang suami merasa tidak mempunyai harga diri jika istrinya sering keluar dengan rekan satu partai yang kebanyakan laki-laki. Dan ini sudah terbukti pada pemilu sebelumnya. Narti sering mengadakan pertemuan dengan sesama caleg dari satu partai kemudian mereka berkunjung ke daerah-daerah yang menjadi basis pemilihnya. Tengah malam atau bahkan dini hari Narti baru pulang dengan diantar rekan-rekannya yang mayoritas laki-laki itu. Hal seperti ini masih sangat tabu bagi masyarakat awam yang tinggal di perdesaan yang mayoritas nilai religinya masih sangat kental.

“Sudahlah, Dik Narti, jangan berpikir lagi tentang caleg! Lebih baik kita memikirkan bagaimana membiayai dua anak kita yang kini masih duduk di bangku perkuliahan. Mereka butuh dana banyak untuk menyelesaikan studinya.”

“Urusan biaya kuliah mereka kita pikirkan nanti saja. Yang terpenting bagaimana kita mempunyai dana untuk pencaleganku ini.”

“Lagi-lagi caleg, lagi-lagi caleg! Aku tidak mau mendengar kata-kata itu lagi. Kamu ini wanita, tidak baik terlalu disibukkan urusan-urusan begitu!”

“Lha, kenapa tahun lalu Kakang merestuiku menjadi caleg?”

“Waktu itu aku terpaksa menurutimu hingga kurela menjual semua yang kita miliki. Tapi apa hasilnya? Kau kalah dan hampir saja kau putus asa dengan mencoba bunuh diri.”

“Ya. Itu dulu karena aku ditipu oleh tim suksesku. Mereka yang kupercaya dan kuserahi dana untuk dibagikan kepada calon pemilih, malah diembat sendiri. Tetapi, Kang percayalah! Saya sekarang sudah menemukan trik untuk memenangkan pencaleganku. Saya sudah memasang calon tim sukses di tiap-tiap desa.”

“Punya tim sukses sekecamatan sekalipun, aku tetap tidak mengizinkanmu maju lagi. Titik!”

Parlan tetap bersikukuh mempertahankan sikapnya yang tidak merestui istrinya menjadi caleg. Dia sudah kapok meuruti kemauan istrinya seperti pemilu lalu sehingga tidak mau terjerumus pada kesalahan yang serupa.
***

Semenjak Parlan tidak mengizikan Narti maju dalam pemilu, Narti sering duduk menyendiri di bawah teras rumahnya. Wanita setengah baya yang biasanya berpenampilan seperti gadis remaja ini sudah mulai dimakan kekecewaan. Kulit wajahnya sudah tidak terawat lagi. Guratan-guratan usia di wajahnya terlihat jelas bahwa dia bukan lagi seorang gadis remaja. Dia kini tampak seperti aslinya, wanita setengah baya yang sudah mempunyai dua anak remaja yang kini masih duduk di bangku perkuliahan.

Pada selembar kertas dia menulis sajak. Sajak tentang harapan yang terhalang sang suami. Dia menulis, “Matahari tidak akan berhenti menyinari alam. Dia tidak akan putus asa oleh gumpalan mendung yang menutupi wajahnya. Demikian halnya diriku, yang akan tetap memancarkan sinar di panggung kampanye nanti. Hai, rakyatku! Akulah ratu keadilan yang akan membawa kalian mentas dari kesengsaraan. Akulah ratu kebenaran yang akan selalu menyinari kegelapan dalam kehidupan. Akulah angin yang selalu siap memberikan hembusan nafas segar demi terwujudnya cita-cita kalian menjadi warga yang hidup dalam keadilan, adil dalam kesejahteraan. Coblos aku, Narti!”

“Min, tolong kemari!” Narti memanggil pesuruhnya.
“Ada apa Bu Narti?” tanya Satimin.

“Ini fotokopikan menjadi dua ratus lembar. Pasang di pohon-pohon pinggir jalan dan tiang-tiang listrik atau di tempat keramaian,” perintah Narti sambil menyodorkan kertas yang bertuliskan sajak kampanye.

“Inggih Bu Narti!” Satimin menimpali perintah Narti sambil manggut-manggut.

Sajak Narti yang ditulis sekenanya sudah beredar ke mana-mana. Di setiap desa terpasang selebaran yang berisi ambis Narti menjadi caleg pada pemilu tahun ini. Di sana sini terlihat warga bererumun. Mereka membicarakan ulah Narti yang dinilai ganjil.

Parlan, suami Narti, terkejut saat melihat ada selebaran istrinya yang tertempel di tiang listri di tikungan jalan dekat pasar. Dia lantas bertanya kepada warga yang kebetulan rumahnya dekat dengan tempelan selebaran siapa yang telah menempelkannya.

Parlan lantas mencari Satimin. Ia melihat lelaki kepercayaannya ini sudah berada di rumah bersama Narti. Parlan tertegun melihat sikap istrinya yang berlaga seperti orang yang sedang berkampanye.

Wanita setengah umur itu berdiri tegak sambil mengepalkan tangan kanannya ke atas. Tangan kirinya memegang selembar kertas yang berisi sajak kampanye.

“Dik Narti, apa yang Kau lakukan?” tanya Parlan sambil menangis.

“Hai, rakyatku! Akulah ratu keadilan yang akan membawa kalian mentas dari kesengsaraan. Akulah ratu kebenaran yang akan selalu menyinari kegelapan dalam kehidupan. Akulah angin yang selalu memberikan hembusan nafas segar demi terwujudnya cita-cita kalian menjadi warga yang hidup dalam keadilan, adil dalam kesejahteraan. Coblos aku, Narti” seru Narti.

Narti tetap bersemangat membacakan sajaknya. Dia tidak menggubris pertanyaan suaminya yang menangis di sampingnya. Parlan pun merangkul tubuh Narti lalu menuntunnya masuk ke rumah.

Saat di papah suaminya, Narti tetap bersemangat membacakan sajak itu. Dia hilang kesadaran karena keinginannya maju dalam pemilu legislatif tahun ini terhalang oleh sikap suaminya yang sudah trauma pada pemilu sebelumnya.

Wanar, 29 Oktober 2013

*) Guru SMA Raudlatul Muta’allimin Babat yang sedang menempuh S-2 di Unisda. Cerpenis tinggal di Wanar, Pucuk, Lamongan.
http://lamongannewspaper.blogspot.com/2013/11/dik-narti-cerpen-ahmad-zaini.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar