Rabu, 30 Juni 2021

NASSER

D. Zawawi Imron *
JawaPos, 31 Agus 2008
 
Orang Indonesia yang berkunjung ke Kairo, Mesir, konon dianggap belum sempurna kalau tidak makan burung dara goreng di tepian Sungai Nil. Bagi orang yang tidak suka burung dara seperti saya, memandang permukaan Sungai Nil yang berpendar-pendar oleh bayang-bayang lampu dari rumah-rumah dan jalan-jalan di seberang sungai pada malam hari, sudah merasa terhibur. Ada suasana tenteram yang menyelinap ke dalam kalbu. Inilah sungai yang membelah Kota Kairo, yang sudah punya sejarah dan peradaban sejak 600 tahun lalu, dengan piramid, lukisan-lukisan mitologi, serta mummi jasad Pharao yang bertahan ribuan tahun.
 
Sungai Nil terus mengalir sepanjang waktu menghidupi penduduk yang bermukim pada sepanjang kedua tepiannya. Di situlah gandum, anggur, kurma, dan sayur-sayuran bisa ditanam sampai sejauh 10 atau 20 kilometer dari Sungai Nil. Sehingga betul bila ada orang bilang, kalau Sungai Nil kering akan laparlah separo rakyat Mesir.
 
Memandang Sungai Nil saya jadi ingat mitos yang pernah saya dengar ketika masih anak-anak, bahwa hulu atau mata air Sungai Nil ada di surga. Yang lebih menarik tentu bukan mitosnya, tapi sosok seorang pemimpin Mesir zaman itu. Saya mengenal nama dan foto orang itu ketika saya masih kelas 3 Sekolah Rakyat (sekarang SD). Dia bernama Gamal Abdel Nasser. Dialah tokoh yang menggulingkan Raja Farouk pada 1952 dan membuat Mesir menjadi sebuah republik. Tahun 1954 ia menjadi perdana menteri, dan pada 1956 ia menjadi perdana menteri sekaligus presiden Mesir. Saat itu Mesir sering terlibat dalam kancah peperangan. Kepemimpinan Nasser sangat dihormati oleh mayoritas rakyat Mesir yang berhaluan progresif karena garis yang ditempuhnya dianggap memberi martabat dan harapan bagi masa depan kemajuan Mesir.
 
Tentang tokoh itu, sambil menyusuri tepian Sungai Nil, Gus Mus (KH Mustofa Bisri, Red) menceritakan kepada saya kecintaan rakyat Mesir kepada Nasser. Itu terjadi pada 1967. Perang Arab (termasuk Mesir) melawan Israel yang berlangsung selama 6 hari membuat pasukan Arab yang dipimpin Nasser menderita kekalahan. Nasser sadar akan jabatannya. Tapi pengunduran itu ditolak oleh Dewan Nasional Mesir. Bukan hanya itu, rakyat Mesir berbondong-bondong menuju istana dan memenuhi jalan-jalan di Kota Kairo menyatakan menolak pengunduran Nasser. Rakyat Mesir tetap ingin dipimpin oleh Nasser. Pada akhirnya, Nasser tidak bisa menolak permintaan rakyatnya, ia tetap memimpin Mesir dan menjadi presiden sampai serangan jantung mengakhiri hidupnya pada 1970.
 
Kisah yang cukup indah untuk dikenang. Saya jadi teringat pepatah Melayu yang berbunyi: ”Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah.” Yang menarik di sini ialah rasa tanggung jawab Nasser yang mendalam sehingga secara jantan dia bersedia mengundurkan diri. Itu artinya, ia mengakui kesalahan dan kegagalannya sendiri. Sebuah sikap ksatria yang langka dimiliki para pemimpin. Hanya pemimpin yang punya kecerdasan emosional yang mendalam dan punya sikap introspektif yang jernih serta punya kejujuran yang mampu melakukannya.
 
Ajaibnya, orang yang telah mengaku bersalah itu diharapkan tetap memimpin. Hanya mayoritas rakyat Mesir saja yang tahu bahwa mereka masih memerlukan seorang Nasser selagi tokoh itu masih hidup, bukan yang lain.
 
Tentu tidak semua rakyat Mesir sehaluan dengan Nasser, dan itu sah. Pergumulan politik selalu akan melahirkan pro dan kontra. Itu urusan pengamat politik. Tapi, untuk kali ini yang saya catat tentang seorang tokoh dari sudut budaya, adanya perilaku dan kesadaran untuk mengakui kesalahan dan kegagalan diri sendiri secara jujur dari seorang pemimpin bangsa bernama Nasser. Perilaku politik yang bertumpu pada landasan budaya.
 
Setelah meningalkan negeri piramid itu saya sadar, bahwa saya tidak rugi datang ke Mesir meskipun tidak makan burung dara goreng di tepian Sungai Nil. Mendengar kisah ksatria Gamal Abdel Nasser hati saya bergetar, kagum akan kejujurannya.
 
Pemimpin yang berjiwa ksatria memang pantas untuk dikenang. Meskipun sudah mati, wajahnya pantas untuk dipancang. Bukan sebagai berhala yang dipuja, tapi sebagai tokoh yang pantas untuk dikaji sejarah kepemimpinannya sekaligus untuk dijadikan teladan.
***
 
*) D. Zawawi Imron, lahir di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep. Dia mulai terkenal dalam percaturan sastra Indonesia sejak Temu Penyair 10 Kota di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, tahun 1982.

http://sastra-indonesia.com/2008/10/nasser/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar