Minggu, 02 Mei 2021

KONKRETISASI CERITA, SEJARAH, DAN KEBENARAN

DALAM NOVEL MATA PENAKLUK KARYA ABDULLAH WONG
 
Anton Wahyudi *
 
ROMAN INGARDEN, filusuf terkemuka asal Polandia pernah berkata, "Setiap karya pada dasarnya selalu berisi ruang kosong". Sebuah ruang yang tersedia bagi para pembacanya. Sebuah karya seolah-olah belum dianggap selesai, akan diselesaikan dan dilengkapi sendiri oleh pembacanya. Setiap karya pada dasarnya juga disebut sebagai struktur yang terbuka, bukan struktur tertutup. Dan, oleh karena disebut sebagai struktur yang terbuka itulah setiap karya yang memiliki ruang kosong di dalamnya dapat diisi, ditafsirkan, dan ditelaah sepanjang masa. Proses pengisian ruang kosong inilah yang disebut dengan istilah konkretisasi!
***
 
Berbicara sekilas tentang karya, utamanya sastra, khasanah kesusastraan Indonesia telah diwarnai dengan munculnya penulis-penulis novel biografi. Disebut novel biografi lantaran di dalam novel-novel tersebut berkisah tentang tokoh-tokoh terkemuka di Indonesia, mulai dari penulis biografi Soekarno dan Soeharto oleh Ramadhan KH (Kuantar ke Gerbang, 1981; Soeharto, 1988), novel biografi BJ Habibie (Habibi & Ainun, 2010), novel biografi KH Ahmad Dahlan Akmal Nasery Basral (Sang Pencerah, 2010), novel biografi Jokowi oleh Gatotkoco Suroso (Jokowi Si Tukang Kayu, 2012), novel biografi Chairul Tanjung oleh Tjahja Gunawan (Chairul Tanjung Si Anak Singkong, 2012), novel biografi KH Hasyim Asyari oleh Aguk Irawan Mn (Penakluk Badai, 2012), novel biografi Jusuf Kalla oleh Alberthiene Endah (Athirah, 2013), dan lain sebagainya.
 
Tentang biografi sendiri, biografi merupakan genre tulisan yang sudah kuno, yang secara kronologis dan logis menjadi bagian dari historiografi. Biografi adalah biografi, tidak membedakan ia yang ditulis seorang negarawan, jenderal, ahli hukum, maupun pengangguran.
 
Coleridge, salah seorang penyair, kritikus, sekaligus filusuf asal Inggris, pernah menyatakan secara tegas bahwa setiap kehidupan walaupun tak ada artinya jika diceritakan secara jujur pasti akan tetap menarik. Baginya, di mata penulis biografi, seorang penulis adalah orang biasa yang dalam perkembangan moral, intelektual, karier, dan emosinya bisa direkonstruksi dan dinilai berdasarkan standar tertentu. Oleh karena itulah, umumnya karya biografi bisa berbentuk fakta biasa, seperti fakta tentang kehidupan siapa saja. Yang menjadi permasalahan, penulis biografi umumnya akan selalu berhadapan dengan persoalan sejarah.
 
Si penulis dihadapkan pada interpretasi berbagai sumber yang sudah ditelaah atau ditemui; baik berupa dokumen, surat-surat, laporan saksi mata, pernyataan-pernyataan otobiografis, dan lain sebagainya. Setelah itu, penulis memutuskan bahan yang asli dan kesaksian sumber mana yang bisa dipercayai sepenuhnya. Dengan demikian, dalam historiografi, masalah penyajian kronologis, masalah proses seleksi, dan masalah untuk jujur atau menutupi sejumlah rahasia isi dipertaruhkan. Hal semacam inilah yang menjadi teror mental bagi para penulis dan pembaca (utamanya yang menaruh hati pada sosok pribadi yang ditulis).
***
 
Mata Penakluk adalah salah satu novel biografi yang ditulis oleh Abdullah Wong dan terbit pada awal tahun 2015. Novel ini bercerita tentang sisi tokoh pribadi bernama Abdurrahman Ad-Dakhil, sosok yang terbiasa akrab dipanggil Gus Dur. Di dalamnya, terurai dengan jelas beragam cerita tentang masa kecil Gus Dur. Mulai dari cerita Gus Dur yang mengharukan saat ditinggal ayahnya pada usia tiga belas tahun, impian menjadi Sang Penakluk, dan perjalanan panjang mencetak menjadi sosok pribadi yang tangguh. Sosok yang selalu tegar setegar batu karang serta sosok yang kokoh, meski badai kerap menerjang sekuat garuda.
 
Membaca dan memahami gaya penulisan atau teknik bercerita dalam novel ini, terlihat dengan jelas bahwa dalam novel ini pengarang yang bercerita. Oleh karena dalam teknik narasi penulis menggunakan sudut pandang tokoh aku sebagai tokoh Gus Dur yang bercerita. Menariknya, dalam novel ini penulis menciptakan struktur jalinan cerita yang utuh melalui teknik sketsa (cerita per bab). Hal ini bisa dilihat dari daftar isi novel, yang tersusun secara runtut, yang seketika itu juga bisa langsung menyalakan saklar imajinasi pembaca tatkala sebelum membaca keseluruhan isi novel. Cerita-cerita Gus Dur yang tersusun dalam sketsa itu diberi judul Mata Istana, Mata Saksi, Mata Ayah, Mata Garuda, hingga Mata Sepi. Terhitung ada sembilan belas potongan cerita atau sketsa di dalamnya.
 
Alur cerita disusun dengan teknik campuran dan dimulai dengan babak komplikasi (munculnya konflik dalam cerita). Mata Istana (tentang cerita demo penurunan Gus Dur dari jabatan kepresidenan), Mata Saksi (tentang mata yang lumpuh atau kebutaan Gus Dur, yang sarat dengan arti pentingnya kesadaran sebagai manusia: wujud syukur), Mata Ayah (tentang peristiwa kecelakaan mobil dan meninggalnya ayah), dan Mata Garuda (tentang acara pemakaman ayah di Tebuireng dan sosok ayah di mata orang-orang Indonesia), yang seketika, langsung menghipnotis dan membuka mata batin para pembaca.
 
Pembaca seolah-olah diseret atau diajak menyaksikan dan merasakan secara langsung setiap peristiwa-peristiwa di dalamnya. Layaknya hidangan siap saji, dari sembilan belas sketsa yang ditulis itulah Abdullah Wong piawai dalam memilih dan memilah bahan-bahan yang hendak dimasak, piawai dalam meracik bumbu-bumbu, sehingga menjadi hidangan yang sedap bagi para pembacanya.
 
Saya katakan proses memasak, oleh karena dalam proses kreatif penulisan novel ini Abdullah Wong berhasil menyeimbangkan antara bahan-bahan yang dijadikan sebagai cerita dan bumbu-bumbu yang seimbang sebagai penyedap isi di dalam novel. Artinya, bahan-bahan atau sumber yang dipilih dan diolah menjadi imajinasi sangat kompleks, mulai dari cerita sejarah nama Abdurrahman Ad-Dakhil, tentang menariknya kepribadian Abdurrahman Ad-Dakhil dari masa kanak-kanak hingga dewasa, dan peristiwa-peristiwa menarik lainnya. Peristiwa yang membuat pembaca menjadi lebih peka, berpikir, terenyuh, hingga meneteskan air mata. Menariknya, setiap peristiwa yang hadir dan mengalir di dalam novel ini mampu menjadi motivasional efek bagi para pembacanya.
 
Abdullah Wong juga piawai dalam memberikan bumbu-bumbu penyedap isi novel yang ditulisnya. Bumbu-bumbu yang secara gamblang di dalam konteks penulisan sastra biasa digunakan penulis dengan beragam pilihan bervariasi. Dalam novel Mata Penakluk ini bumbu-bumbu yang dihadirkan Abdullah Wong adalah mengenai sisipan-sisipan cerita atau dialog yang mengarah pada konteks humor dan cinta. Humor tentang copot sarung sebelum menemui pendemo di depan Istana, humor tentang pujian cantik kepada istrinya, humor tentang cerita asal-muasal air hujan dan petir, dan lain sebagainya. Di sisi lain, bumbu-bumbu cinta nan romantis juga muncul dalam jalinan cerita, mulai dari kisah tentang secarik kertas (sajak) romantis yang ditulis ayah untuk ibunya, kisah Gus Dur yang jatuh cinta pada Nurriyah, dan lain sebagainya.
***
 
Novel ini di samping berisi biografi juga banyak memuat pengetahuan tentang peristiwa sejarah. Mulai dari sejarah Panglima Perang Tariq Bin Ziyad (tentang Penaklukan Andalusia; sejarah Mitologi Yunani (tentang Homer yang hebat, Odysseus yang dikutuk Poseidon, dan Polifemos); sejarah tokoh-tokoh pewayangan (tentang Kumbakarno Pembela Negeri Alengka, tentang Semar, dan cerita Punakawan); sejarah tanaman tebu (tentang Van Den Boshdan politik tanam paksanya); tentang Kerajaan-kerajaan di Nusantara; tentang Heidegger sang pencipta Arloji (waktu); dan lain sebagainya.
 
Oleh karena yang membedakan antara sejarah dan fiksi adalah isinya, sejarah yang dihadirkan dalam novel ini lebih mementingkan isi daripada bentuk. Isi cerita sejarah yang saya maksud dalam hal ini adalah peristiwa dan tokoh-tokoh yang dibangun secara nyata, sedangkan isi cerita sastra adalah peristiwa dan tokoh-tokoh yang diciptakan. Dengan kalimat lain, isi sejarah dalam novel ini adalah cerita itu sendiri, sedangkan isi sastranya adalah sebuah hasil dari ekspresisi penulis, yakni penceritaan, plot, dan wacana yang disajikan untuk pembacanya.
 
Perdebatan mengenai kebenaran teks cerita sastra dan sejarah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Aristoteles dengan pokok pembahasan sastra menceritakan peristiwa yang mungkin terjadi, sedang sejarah menceritakan peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi. Dalam artian sederhana, sejarah hanya menceritakan masa lampau, sedangkan sastra dapat menceritakan hal-hal yang akan datang, yang belum terjadi. Dengan demikian, sastra bersifat menjadi lebih filosofis, sebab sastra dihasilkan dari imajinasi penulis, melalui sebuah proses kontemplasi. Dan, lagi-lagi, pembaca akan disibukkan merangkai kata-kata; mengonkretisasi isi cerita yang sudah dibaca.
***
 
*) Anton Wahyudi, bermukim di Dusun Jambu RT/RW: 2/2, Desa Jabon, Jombang. Mengelola Jombang Institute, sebuah Lembaga Riset Sejarah, Sosial, dan Kebudayaan di Jombang, Jawa Timur. Di samping aktif dalam kegiatan menulis, dan sebagai editor lepas, menjadi Dosen Sastra Indonesia di Kampus STKIP PGRI, Jombang. Buku terbarunya “Guruku, Ayahku, Kakakku Kwat Prayitno” (2020).
http://sastra-indonesia.com/2021/05/konkretisasi-cerita-sejarah-dan-kebenaran/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Jalal A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Abdoel Moeis Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Abubakar Batarfie Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Achi Breyvi Talanggai Achiar M Permana Aditya Ardi N Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Akrom Hazami Al Azhar Riau Alang Khoiruddin Albert Camus Albertus Prasetyo Heru Nugroho Aldika Restu Pramuli Alfian Dippahatang Ali Audah Alia Swastika Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aming Aminoedhin An. Ismanto Ana Mustamin Andhika Dinata Andong Buku #3 Andong Buku 3 Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardi Wina Saputra Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Asarpin Asrul Sani Astrikusuma Ayung Notonegoro Azizah Hefni Badrul Munir Chair Bahrum Rangkuti Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Kritik Sastra di PDS H.B. Jassin Benee Santoso Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hatees Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chusnul Cahyadi D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Damiri Mahmud Danang Ari Danarto Daoed Joesoef Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni di Bentara Budaya Yogyakarta Dian Sukarno Dick Hartoko Didin Tulus Din Saja Diskusi Djohar Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dodit Setiawan Santoso Donny Anggoro Dwi Cipta Dwi Pranoto Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Tunas Emha Ainun Nadjib Erik Purnama Putra Esai Evan Ys F. Aziz Manna F. Rahardi Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Alayubi Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Franz Kafka Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Gampang Prawoto Gandra Gupta Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gusti Eka H.A. Karomani Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Happy Widiamoko Hardy Hermawan Hari Puisi Indonesia (HPI) Haris Firdaus Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hazwan Iskandar Jaya HB Jassin Helvy Tiana Rosa Hendri R.H Herry Lamongan Herta Muller Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Parthama I Nyoman Tingkat I Putu Sudibawa IBM Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ignatius Yunanto Ika Feni Setiyaningrum Imadi Daimah Ermasuri Imam Nawawi Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Ipik Tanoyo Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iva Titin Shovia Iwan Simatupang J Anto Jefrianto Jhumpa Lahiri JJ. Kusni Jo Batara Surya Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Junaidi Junaidi Khab Jurnalisme Sastrawi Kahfie Nazaruddin Kalis Mardi Asih Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kiki Astrea Koesalah Soebagyo Toer Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kuntowijoyo Kurnia Effendi Kurniasih Kurniawan Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto L.K. Ara Laila Putri Rizalia Lan Fang Launching dan Bedah Buku Linus Suryadi Literasi LP3M (Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu) M Fadjroel Rachman M. Adnan Amal M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef Mahbib Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mariana A Sardino Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Masuki M. Astro Matdon Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Moh Khairul Anwar Moh. Husen Mohammad Sadam Husaen Muhammad Ali Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musfeptial Musa Muslim Basyar Mustafa ismail Mustakim Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nasru Alam Aziz Neli Triana Nelson Alwi Nezar Patria Ni Made Purnama Sari Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Nobel Sastra Noor H. Dee Nur St. Iskandar Nur Taufik Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Pagelaran Musim Tandur Parimono V / 40 Plandi Jombang Penerbit Pelangi Sastra Pentigraf Pidato Kebudayaan Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Politik Pramoedya Ananta Toer Priska Priyo Prosa Puisi PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qomarul Adib R. M. Sutjipto Wiryosuparto R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahadian Bagus Rahmadi Usman Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Ridwan Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rodli TL Ronny Agustinus Rosidi Rukardi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini K.M. Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sanusi Pane Sapardi Djoko Damono Sastra dan Kuasa Simbolik Satu Jam Sastra Saut Situmorang SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Indonesia Sergi Sutanto Shella Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sides Sudyarto DS Sigit Sugito Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Hadi Purnomo Soe Hok Gie Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sosiawan Leak Sri Harjanto Sahid St. Takdir Alisjahbana Subagio Sastrowardoyo Sumargono SN Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaifuddin Gani Syamsudin Walad T Agus Khaidir Tanjidor Lembor-Brondong-Lamongan Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thomas Ekafitrianus Tjahjono Widijanto Toko Buku Pustaka Pujangga Toto Sudarto Bachtiar Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Umar Kayam Umbu landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Universitas Jember (UNEJ) Veven Sp Wardhana Veven Sp. Wardhana Vino Warsono Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Triono KS Wawan Eko Yulianto Wawancara Widodo DS Wiratmo Soekito Wita Lestari Wizna Hidayati Umam Wuryanti Puspitasari Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yok's Slice Priyo Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yos Rizal S Yudha Manggala P Putra Yudhi Fachrudin Yulhasni Yulia Permata Sari Yurnaldi Zadie Smith Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zulfikar Akbar